Lewoleba-Rakyat
mandiri Sedikitnya 300 ekor ternak babi, belum terhitung yang tidak
terdata, di kota Lewoleba dan sekitarnya mati terserang virus hog cholera. Penyakit menular hewan yang
mematikan ini kurang lebih sudah menyerang ternak babi sejak bulan Maret yang
lalu hingga sekarang. Kondisi ini telah
meresahkan warga secara luas terutama warga peternak babi di kota Lewoleba dan sekitarnya. Namun
sampai berita ini diturunkan asal muasal ataupun riwayat penyakit ini masih
simpang siur bahkan pihak-pihak terlibat yang mesti bertanggungjawab atas
peristiwa ini masih saling melempar kesalahan sementara ternak babi milik warga yang mati terus
meningkat jumlahnya. Siapa yang lantas bertanggungjawab atas masalah yang
kompleks ini?
Peristiwa
ini bermula semenjak Silvester Singu Wutun menitipkan sebanyak 35 ekor babi
bantuan di kandang milik Bernadus Bera Koten, pensiunan Pegawai Negeri Sipil
yang kini beralih profesi sebagai petani/peternak, yang terletak di sekitar
pasar Pada, desa Pada, kecamatan Nubatukan. Kepada media ini Silverster Singu
Wutun didampingi sang istri drh. Emiliana pada hari Jumat (15/04) di kediaman
mereka membenarkan kejadian itu. Ia mengatakan babi-babi itu merupakan bantuan
pemerintah provinsi NTT untuk kelompok tani. Tidak disebutkan nama kelompok
penerima bantuan babi tersebut tetapi baik Sil maupun istrinya Emiliana yang
adalah seorang dokter hewan di dinas pertanian, Kehutanan dan Peternakan
Kabupaten Lembata itu cuma mengatakan kalau kelompok tersebut berada di
kecamatan Ile Ape. Kelompok tani
tersebut bentuknya seperti apa tidak dijelaskan walaupun sudah ditanyakan
wartawan. Dirinya dan sang istri hanya memfasilitasi mendatangkan babi-babi
bantuan itu. Ia juga membantah rumor yang beredar bahwa dirinya yang membuat
proposal. “Saya tidak buat proposal. Kelompok sendiri yang membuat proposal”,
tegasnya.
Lebih
lanjut Sil menjelaskan babi-babi bantuan itu tidak didatangkan sekaligus tetapi
dua kali yakni pada bulan Desember 2010 dan Januari 2011. Menurutnya, awalnya
babi-babi itu ditempatkan di kandang milik tetangga rumah dengan kondisi sehat.
Akan tetapi kondisi kandang tidak memungkinkan. Maka dirinya meminta beberapa
ruang kosong kandang milik Nadus Bera sebagai tempat penitipan sementara. Tak
disangka selang beberapa hari berikutnya, babi-babi di kandang itu nampak sakit
dengan gejala-gejala tidak makan selama seharian, dua sampai tiga hari lalu
mati. Lantas mencuatlah polemik dan adu argumentasi yang mempersoalkan babi milik siapa yang mati
duluan dan babi siapa yang sebenarnya sakit?
Sil
melanjutkankan sejak semula babi-babi itu didatangkan dari Kupang tidak sedang
dalam keadaan sakit. Babi-babi tersebut dalam keadaan sehat. ”Babi-babi yang
didatangkan sehat. Tidak sakit atau kena
penyakit. Sesuai hasil pemeriksaan di kupang babi-babi yang didatangkan ini
sehat semua”, tegasnya.
Hal
senada disampaikan sang istri drh. Emiliana. Ia menjelaskan bahwa babi-babi
bantuan itu sejak semula tidak sedang mengalami sakit. Apalagi selalu diberi vaksin.
Namun kondisi sehat sempurna ini mendadak berubah rupa ketika pada akhir Maret
lalu babi-babi itu satu-persatu mulai tidak/malas makan dan selang beberapa
saat kemudian akhirnya mengalami kematian. Ia menambahkan sejak semula dari
Kupang, babi-babi itu tidak mengidap atau membawa dalam dirinya penyakit apa
pun. Hal ini dibuktikan dengan adanya rekomendasi dari dinas peternakan
pemerintah provinsi NTT dan pihak Karantina di Pelabuhan Bolog Kupang. Artinya tegas Emiliana bahwa babi-babi itu
sehat. “Babi-babi itu sehat”, tegasnya sembari mengatakan bahwa bukti lainnya
yang bisa memperkuat analisis dan diagnosanya adalah bahwa sebelum
dipindahtempatkan ke kandang milik Nadus Bera, babi-babi bantuan itu
ditempatkan di kandang milik tetangga bahkan diberi makan bersama tetapi
babi-babi milik tetangga itu masih hidup sampai sekarang.
Mengenai
penyebab kematian babi ini, Emiliana mengatakan kemungkinan besar karena
terserang virus menular hog cholera. Ia mengatakan dirinya masih sedang membuat
penelitian mendalam tentang penyebabnya. Tidak hanya hog cholera tetapi mungkin
masih ada jenis penyakit lain. Diakuinya kalau dirinyalah yang menyelamatkan
sekitar 7 ekor babi milik Nadus Bera dengan memberikan faksin secara teratur
pada babi-babi yang sakit. Jika bukan hanya hog cholera maka diagnosanya adalah
benar. Selain hog cholera masih ada
jenis penyakit lain yang menyerang. 35 ekor babi yang didatangkan sebanyak 19
ekor sudah mati dan sisanya masih hidup.
Untuk
mendatangkan ternak dari luar daerah tentu ada prosedur dan peraturan lain yang
mengikat. Baik Silvester mupun Emiliana mengaku mereka mengantongi rekomendasi
dari dinas peternakan provinsi dan karantina provinsi yang menyatakan bahwa
babi-babi bantuan itu sehat. Mereka juga mengantongi surat atau rekomendasi
dari kepala dinas pertanian dan kehutanan Kab. Lembata, Ir. Virgilius Natal.
Di
akhir perbincangan dengan media ini, Sil dan sang istri menjanjikan akan
memberikan kajian secara tertulis. Sil mengatakan dirinya akan melakukan kajian
tertulis sehigga lebih detail dan mendalam. Menurutnya, bukan hanya hog cholere
yang menyerang, tetapi bisa saja ada jenis penyakit lain yang turut menyerang.
Tetapi sampai dengan berita ini diturunkan tulisan itu tak pernah sampai ke
tangan wartawan media ini.
SIL Lempar Tanggungjawab
Sebelumnya pada Selasa
(11/07)bertempat di tempat peternakan miliknya, Bernadus Bera Koten, kepada wartawan membenarkan kalau babi-babi bantuan untuk
kelompok itu dititipkan oleh Silvester Singu Wutun. Ia mengatakan atas dasar
pertemanan, dirinya menerima begitu saja tanpa pernah meminta imbalan atau
bayaran apa pun. Mulanya baik-baik saja. Tetapi situasi menjadi kurang kondusif
dan tidak nyamanan bagi dirinya ketika babi-babi bantuan itu mulai mati dan
kemudian informasi yang kurang berimbang menyebar di masyarakat bahwa
babi-babinya yang mati duluan.
Terhadap informasi tersebar yang
condong mendiskreditkan dirinya, Nadus Bera menghimbau agar dinas selekas
mungkin memfasilitasi pihak-pihak terkait atau yang terlibat baik dirinya,
silvester Singu dan DPRD sama-sama duduk bicara, klarifikasi dan selesaikan
semuanya. Baginya daripada omong di sana lain dan di sini lain yang bisa
menimbulkan perkelahian lebih baik duduk sama-sama lalu selesaikan semuanya
secara baik-baik. Sementara dirinya terancam oleh kemarahan masyarakat Pada
yang babinya turut mati akibat virus ini. “Mereka tidak tahu bahwa itu Sil
punya kiri kanan ka. Mereka tahu hanya dari saya saja”, tegasnya.
Ia mengatakan sebelum babi-babi
bantuan itu dititipkan di kandangnya, babi-babi miliknya aman-aman saja. Akan
tetapi setelah adanya babi-babi bantuan itu, babi-babi miliknya turut terkena
virus yang mematikan itu. Jika hanya babi miliknya saja yang mati, mungkin
situasi tidak serunyam sekarang. Tetapi katanya wabah virus ini kini meluas menyerang
ternak babi milik warga lain maka dirinyalah yang kena imbasnya. Masyarakat akan
melihat dirinya dan babi-babi miliknya bukan babi-babi titipan Sil.
Ia
menegaskan babi-babi miliknyalah menjadi korban mati. “Sebelumnya babi saya
aman-aman. Setelah Sil datang titip babi itu, babi saya juga kena penyakit dan
mati. Cukup korban saya punya saja tidak apa-apa. Membias lainnya ini?Habis
mereka lempar tanggung jawab. Tidak mau lihat. Yang kamu datang bawa babi
sekian banyak itu kan karena kamu tangan nakal, buat proposal ke sana. Bukan
karena keringat sendiri. Ini keringat kita sendiri.Kerja tidak pake hati nurani
ini kan maka kita bisa babak belur macam begini?”, tegasnya.
Sejak
semula dirinya sudah memperingtkan Sil Singu bahwa babi-babi itu bantuan untuk
kelompok. Kalau mau datangkankan babi mestinya kelompok sudah disiapkan. Tetapi
katanya Sil juga tidak memberikan informasi yang jelas terkait asal muasal babi
bantuan ini. Ia mengatakan terkadang Sil tidak pasti menginformsikan hal itu
kepada dirinya. Kepada Sil ia mengatakan bahwa resiko kematian itu bisa saja
terjadi dan yang menjadi korban adalah Sil. Tetapi jelasnya bahwa kandangnya
itu aman. Ia mengatakan dirinya memlihara babi sejak tahun 1985. Memang pernah
mati tetapi bukan karena penyakit, tetapi karena tertindih induknya atau
kecurian. Tetapi untuk penyakit seperti itu tidak pernah ada. Penyakit-penyakit
ringan seperti penyakit kulit dirinya bisa atasi. “Kadang bilang babi bantuan
ini adalah babi dinas. Kadang bilang babi ini bantuan dari LSM ka apakah.pokoknya tidak jelas”, ungkapnya.
Terkait
dengan informasi yang beredar bahwa babi miliknya yang pertama mati, baik
dirinya maupun anak-anaknya yang mendampinginya tersentak kaget dan dengan
suara tegas mengatakan bahwa babi-babi yang mati duluan adalah babi-babi
titipan Sil. “Yang mati duluan itu babi-babi bantuan itu. Babi-babi saya baru
mati pada bulan april. Kalau informasi
bahwa babi miliknyalah yang mati duluan, Itu pembohongan besar. Babi saya
aman-aman sebelum babi bantuan itu diititipkan di sini. Babi saya yang jadi
korban”, tegasnya.
Di awal Maret yang lalu, Sil
membawa babi-babi bantuan itu untuk dititipkan di kandangnya. Selang dua minggu
babi-babinya itu mulai mati satu per satu. Hal yang sama ini disampaikan oleh
menantunya, Kristina Kese. Ia mengaku dirinya setiap hari bekerja di kandang.
Memberi makan babi-babi dan merawat kandang . ia mengatakan babi babi milik
mereka mulai mendapat penyakit lalu mati setelah babi-babi bantuan itu ada. Ia
menegaskan babi-babi miliknya baru mati pada bulan April dan disaksikan oleh
Silvester sendiri. Secara keseluruhan babi-babi miliknya mati sebanyak 57 ekor,
terhitung anak babi yang sedang dikandung oleh induk yang mati.
Ia mengatakan pada mulanya
mereka mendatangkan petugas dari Puskeswan. Hasil analisa petugas tersebut
menyatakan bahwa babi-babi itu mati dengan gejala-gejala sama seperti yang
terjadi pada babi-babi milik misi. Kemungkinan besar kata Kese sesuai apa yang
dikatakan petugas yang tidak diketahui namanya itu babi-babi itu terindikasi
terjangkit hog cholera. Karena tidak mengetahui hal ihkwal tentang
penyakit ini, dirinya meminta bantuan dokter hewan Emiliana yang saat itu
dating bersama suaminya SIL. Ia mengatakan seturut kata-kata Emil kalau
babi-babi itu mati karena diberi makan ubi kayu. Tetapi dirinya serta merta
protes karena sudah sejak dulu babi-babi itu diberi makan ubi dan makanan local
lainnya. Bahkan katanya batu juga babi-babi miliknya bisa makan.
Karena mendapat protes seperti
itu, dokter Emilia mengatakan kalau babi-babi itu mati karena terserang bakteri
strepto cocus. Tetapi setelah itu
dokter meminta dirinya supaya jangan menginformasikan hal itu kepada orang
lain. Dia juga meminta kalau informasi terkait jangan diceritakan kepada
petugas puskewan atau masyarakat lainnya.
Kese bertanya-tanya dan memang
membingungkan tentang asal muasal babi-babi batuan itu. Ia mengatakan apakah
benar babi-babi itu merupakan bantuan dinas atau hasil proposal pak sil. Setelah
babi-babi itu mulai mati, katanya pak sil sering mengeluh bahwa ini baru
merupakan usaha pertama mereka tetapi selalu mendapat halangan.
Lebih
lanjut Kese mengatakan situasi terus membingungkan. Lanjut Kese, pernah sekali
beberapa orang datang mengaku sebagai kelompok tani dari Ile Ape yang hendak
ambil babi bantuan tersebut. Tetapi mereka pulang setelah melihat kondisi babinya.
Sementara pada hari berikutnya entah
tanggal berapa tetapi masih di bulan April, Sil datang bersama beberapa orang
menggunakan mobil pick up yang bertuliskan Kakang, mengambil sisa babi yang masih hidup sebanyak
empat ekor dan yang mati dua ekor lalu membawa pergi ke arah perkampungan Pada.
Ia mengatakan mungkin mereka membuang babi-babi mati itu di sana. Sejak itu,
Sil tidak pernah datang lagi bahkan dihubungi per telpon juga tidak dibalasnya.
Komisi III DPRD Lembata; babi itu program dinas tahun 2010
Ketidakjelasan informasi dan
penanganan yang tidak serius tampak dalam hasil rapat kerja antara Dinas dan
DPRD pada tanggal 01 Juli 2011 silam. Laporan dinas yang simpang siur jelas
mempengaruhi penanganan yang menyeluruh dan efektifnya pengawasan. Ketua Komisi
III DPRD Lembata, Simon Beduli bertempat di ruang kerjanya pada Senin (11/07), saat ditemui wartawan
menjelaskan, setelah mendapat laporan dari masyarakat mengenai matinya ternak
babi tersebut, langkah pertama yang ditempuh adalah melakukan rapat kerja
bersama bagian peternakan pada dinas kehutanan dan pertanian kabupaten Lembata
pada tanggal 01 Juli yang lalu. Dalam rapat itu di;aporkan bahwa babi-babi
bntuan itu merupakan program Dinas yang diperuntukkan bagi kelompok. “Pengadaan
oleh dinas peternakan pada bulan Desember 2010 yang lalu”, tegasnya.
Tetapi ironisnya ketika ditanya
soal jenis dan nama program serta nilai kegiatan tersebut, Beduli mengaku tidak
mengetahui secara terperinci. Hal itu baru diketahui saat rapat kerja dengan
dinas. Selanjutnya tentang jenis virus yang menyerang, Simon menjelaskan bahwa
semula berdsarkan informasi yang beredar virus yang menyerang ternak babi di
Lewoleba dan sekitarnya adalah hog cholera. Tetapi saat rapat kerja dinas
melaporkan bahwa yang menyerang ternak babi itu adalah virus Strepto cocus.
Berdasarkan hasil rapat kerja
tersebut, menurut Simon, komisi III juga telah merekomendasikan agar dinas
terus mendata dan melakukan pemeriksaan
yang serius terhadap wilayah-wilayah yang telah dijangkiti virus ini. Selain
itu, dinas juga diminta untuk melakukan sosialisasi di semua kecamatan agar
masyarakat bisa mengetahui hal ini dan melakukan antisipasi lebih awal.
Sementara untuk babi yang sudah terjangkit virus, diberikan vaksin. Sedangkan
untuk babi yang mati, masyarakat dihimbau agar dikuburkan di tempat yang aman
atau jauh dari lokasi peternakan warga agar tidak menjangkiti babi-babi warga
yang lain.
Anggota komisi III DPRD Lembata,
Hasan Bahar yang turut hadir hari itu mengaku dirinya heran kenapa bisa
datangkan babi dari Kupang. Sejak dulu Kupang sudah ditetapkan sebagai daerah
epidemi Antraks dan Hog Cholera. Kedua jenis penyakit menular pada hewan ini
hanya bisa disembuhkan dengan pola pemberian faksinasi secara teratur serta
pembasmian ternak yang terjangkit.
Ia mengaku heran kenapa
babi-babi dari Kupang begitu gampang masuk ke Lembata. Dahulu katanya, dirinya pernah mencoba mendatangkan babi dari
Kupang tetapi Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lembata saat itu tidak
memberikan rekomendasi. Kalau tidak salah jelasnya ada peraturan yang berlaku
di provinsi, kota Kupang dan Kabupaten Kupang yang melarang ternak babi maupun
sapi dibawa keluar daerah Kupang. “Saya heran, kenapa bisa bawa keluar babi
dari Kupang? Lain halnya kalau daerah Kupang sudah bebas dari Antraks dan Cholera”,
ujarnya.
Kadis: Babi Bantuan itu Bukan Program Dinas
Berbeda dengan penjelasan ketua
Komisi III DPRD Lembata, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, Ir. Virgilius
Natal kepada media ini pada Jumat (15/07) di ruang kerjanya mengatakan bahwa dinas
tidak pernah melakukan pengadaan babi bantuan pada tahun 2010. Babi-babi
bantuan itu didatangkan oleh Silvester Singu Wutun bersama istrinya drh.
Emiliana.
Natal menjelaskan kalau
babi-babi bantuan itu didatangkan oleh Sil dan Istrinya untuk kepetingan
Lembaga Mandiri Merakyat dan Mengakar (LM3) yang dipimpin Sil sendiri. Jadi
jelasnya babi-babi itu bukan pengadaaan yang dilakukan oleh dinas pada bulan
Desember 2010 silam. Babi-babi itu jelasnya didatangkan oleh Silvester Singu
bersama istrinya.
Walaupun Natal baru bisa ditemui
saat itu, kepada media ini menjelaskan sebab pasti kematian babi-babi warga
adalah virus hog Cholera. Ia mengatakan berdasarkan hasil laboratorium,
penyebab kematian babi warga itu adalah penyakit menular pada hewan, hog
cholera.
Ia mengatakan penyakit sampar
ini dengan potensi menularnya sangat cepat tetapi melalui media sebagai
perantara. Media perantara itu jelasnya seperti daging sei, abon, bangkai babi
yang mati, sisa makanan atau kotoran yang mengandung daging babi yng
terjangkit.
Untuk mengatasi wabah yang
sedang melanda kabupaten Lembata ini, Natal mengatakan dinas sudah mengupayakan
beberapa hal yang bisa membantu pencegahan maupun pengobatan terhadap yang
sudah terjangkit. Ia mengatakan, dinas sedang melakukan kajian mendalam dan
studi epidemologi . selain itu dinas sudah menghimbau kepada masyarakat unutk
tidak boleh membawa babi keluar dari Lewoleba, lalulintas babi diatur secara
baik, mengisolasikan bab-babi yang sudah terjangkit dan memberikan vaksin secara
teratur pada babi-babi yang sakit.
Sementara tentang rekomendasi
yag harus dikantongi drh. Emiliana dari dinas, Natal mengaku tidak pernah
mengeluarkan rekomendasi atau sebentuk surat. “saya merasa tak pernah keluarkan
rekomendasi untuk datangkan babi-babbi
itu”, tegasnya. Lantas menjadi pertanyaan, siapa yang salah atau siapa
yang benar?
Paul Dolu; Dinas dan Sil Singu Harus Bertanggung Jawab
Menurut data Dinas Kehutanan,
Pertanian dan perternakan Kabupaten Lembata, korban babi mati paling banyak
jumlahnya adalah milik masyarakat Pada. Paulus Dolu, salah seorang warga desa
Pada yang babinya jadi korban Hog Cholera, beberapa hari lalu bertempat di
Wangatoa saat ditemui wartawan mengatakan mendatangkan ternak babi dari Kupang
diduga ada konspirasi pihak-pihak yang terlibat.
Ia mengatakan Kupang adalah
daerah epidemis Cholera maka mana mungkin ternak babi bisa dibawa keluar.pihak
dinas peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten Lembata dan pihak
Karantina Kupang harus bertanggungjawab. Oleh karena itu Paulus menduga kalau bukan konspirasi tidak mungkin
ternak babi dibawa keluar dari Kupang. hal ini tampak jelas dalam
kesimpangsiuran informasi terkait proses pengadaan dan penyebab kematian babi.
Dirinya juga mempertanyakan
hasil rapat kerja antara DPRD dengan Dinas pada tanggal 1 Juli silam. Entah
siapa yang hadir saat itu tetapi tetap atas nama dinas yang sudah meberikan
laporan yang sangat berbeda dari penjelasan Kepala Dinas. Ia mengatakan laporan
dinas saat rapat kerja bahwa pengadaan babi bantuan itu adalah program dinas
sementara kepala dinas mengatakan lain. Hal lain yang tampak aneh adalah drh.
Emiliana mengatakan bahwa dirinya mendapat rekomendasi dari kepala dinas.
Sementara kepala dinas mengaku tidak pernah memberikan surat rekomendasi
tersebut. Bukankah ini sebuah permainan yang sedang menipu masyarakat, katanya.
Ia juga meragukan kebenaran
kalau babi-babi itu diperuntukan bagi kelompok masyarakat. “Kalau memang babi-babi itu untuk kelompok kenapa nama
kelompok saja tidak diketahui oleh Sil Singu dan drh. Emiliana?” Jika babi
bantuan itu untuk kelompok kenapa masih ditahan berbulan-bulan?” Mestinya
sebelum babi itu didatangkan kelompok sudah disiapkan termasuk kandangnya.
Tetapi ini tidak. Nama kelompok juga masih dicari-cari.”, ungkapnya.
Sejak dulu Lembata menjadi
daerah bebas dari epidemi cholera dan beberapa penyakit menular lainnya pada
hewan. Bahkan sedang disiapkan menjadi daerah ternak yang nyaman dari gangguan
penyakit menular hewan seperti itu. Ia mengatakan Hog Cholera itu dibawa oleh
babi bantuan dari Kupang. Sehingga katanya tidak perlu diributkan lagi tentang
itu tetapi bagaimana mengatasi wabah ini. “Silvester singu dan Kepala dinas
harus bertanggungjawab atas semua yang sedang terjadi ini. “