Lewoleba, Lewolembata-
Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur ngambek
dan mengajak semua pejabat eksekutif untuk tinggalkan paripurna DPRD, menyusul
tindakan anggota DPRD Lembata Yakobus Liwa yang tidak menyalaminya usai membaca
laporan pemandangan umum fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Paripurna
DPRD Lembata dengan agenda pemandangan umum fraksi terhadap Nota Keuangan dan Ranperda APBD 2014 yang
di selenggarakan, Selasa (2/12/2014) malam, terpaksa di skor.
Tak
cuma Ketua DPRD, Aksi boikot sidang paripurna oleh Bupati Sunur dan seluruh
jajaran eksekutif ini menuai kritik masyarakat. Tanggapan keras ini disampaikan
masyarakat melalui akun media sosial. Yohanes Nuban, salah satu putra Lembata
yang bermukim di kota Samarinda menilai sikap sebagaimana yang ditunjukan
Bupati tak pantas untuk dilakukan oleh seorang pemimpin. Menurutnya, Bupati
Sunur lebih mementingkan ego pribadi ketimbang menunjukan keberpihakannya kepada
kepentingan rakyat. Ngambek, hanya menunjukan sikap seorang pemimpin yang
cengeng, tulis Nuban.“Salam hormat
untuk bupati yang cengeng. Sidang dewan itu untuk kepentingan siapa? Kalau
untuk kepentingan rakyat Lembata jangan berprilaku seperti itu. Ingat rakyat
Lembata bukan ingat harga dirimu. Rakyat Lembata lihatlah pemimpinmu”
Tanggapan
kritis juga disampaikan Justin Wejak. Akademisi asal Lembata yang berkarya
sebagai pengajar pada salah satu universitas di negeri kanguru Austrlia melihat
sikap Bupati Lembata ini sebagai sebuah sandiwara. Karenanya Justin menyarankan
agar dibuat dalam sebuah skenario sandiwara lalu dipentaskan diatas panggung, “Coba bikin satu naskah sandiwara dgn semua adegan ini dan
dipentaskan di seluruh Lembata. Pasti banyak yg berminat menontonnya,” ujar
Justin.
Warga lainnya Ben Baoama mengatakan, kebiasaan
saling menyalami antar sesama beda dengan tanda hormat yang diberikan prajurit
terhadap komandannya. Karena itu dia menyarankan agar Bupati tak perlu menunggu
untuk disalami, tetapi sebaiknya terlebih dahulu memberi salam.
Bupati juga di kritik Koordinator Aldiras, Kor
Sakeng. Melalui akun media Sosial Kor Sakeng mengatakan, salah satu ciri dari usia akil balik adalah mudah
tersinggung, emosional dan merasa menang sendiri, tetapi ciri seperti ini
sering juga terpantau pada orang-orang yang mulai menginjak usia senja, bahkan
terdapat juga pada orang dengan tipe kepemimpinan yang selalu menempatkan
kekuasaan diatas segalanya.
Karenanya Kor mengatakan, tak heran
jika seluruh kekuasaan dibingkai oleh perilaku arogan atau sejenisnya. Lebih
jauh dalam analisisnya Kor mengatakan, Biasanya cirri ini diproduk oleh kinerja
kerja otak yang tidak menata kelolah perimbangan antara otak kiri, otak kanan
dan otak belakang. “Dalam struktur tata letak otak dan perannya, biasanya cirri
tersebut diproduk oleh otak belakang yang oleh para pakar anatomi menyebutnya
sebagai Dinossourus atau pembunuh. Sementara otak kiri dan otak kanan selalu
memberi pertimbangan analitis yang sifatnya pasti maupun kontekstual dengan
bersinergy oleh rasa,” tulisnya.
Menurutnya, sikap Yakobus Liwa yang
tidak berjabatan tangan dengan Bupati Lembata,
adalah sebuah sikap yang
manusiawi. “Sulit sekali kita menemukan dua person yang terlibat aktif di medan
perang saling berpelukan walau peluruh tinggal meletup dari laras yang
mematikan itu. Kobus masih terbawah rasa itu karena pernyataan yang disampaikan
dalam sidang paripurna berbuntut pidana,” tulis Kor Sakeng.
Koordinator Aldiras, Kor Sakeng |
Lebih jauh lagi dia mengatakan, respon
Bupati atas sikap anggota DPRD Yakobus Liwa yang berbasis pada ketersinggungan
yang di ikuti dengan memerintahkan jajaran SKPD meninggalkan ruang sidang
adalah sebuah sikap yang masih dipertanyakan dalam derap tipe kepemimpinan.
Jika dipersandingkan dengan frame kemitraan, semestinya eksekutif dan
legislatif menunjukan sikap kerendahan hati. “kedua lembaga ini paling credible
dalam memainkan perannya di tataran hulu demi kesejahteraan komunitas hilir.
Kita bisa menduga apa hasil akhirnya jika bingkai kemitraan ini
terporak-poranda oleh rasa ketersinggungan produk olahan dinossourus,”
tulisnya.
Kor sakeng juga melihat, jajaran
eksekutif yang hadir dalam rapat paripurna itu sesungguhnya sedang peran
bathin, antara ikut Bupati atau tetap duduk dalam ruang sidang. Tindakan
ikut-ikutan para PNS ini membawa mereka pada sebuah posisi serba salah. Dia
juga menulis, konflik dua elit politik lembata ini menjadi menarik untuk di
cermati karena kedua politisi ini lahir dari satu rahaim yang sama yakni PDIP.
Sebuah partai yang selalu melabelkan diri sebagai partainya kaum marhaen.
“Rumah PDIP kini kehilangan aura capability recolution conflich dan membiarkan
konflik perseteruan ini mengalir bebas ke telaga politik,” tulisnya lagi.
Kondisi politik lembata dari hari
kehari kian memanas, namun belum ada satu pihakpun yang berani tampil untuk
mempetemukan semua pihak yang berseteru atau setidaknya bertindak ibarat dokter
yang siap menjahit setiap banthin yang tersayat luka. Para elit bahkan
menggunakan KUHP sebagai pendekatan penyelesaian konflik, padahal kita tau
penyelesaian hukum hanya membuat masalah kian memanas.
Kritik pedas orang lembata ini disampaikan
sebagai respon atas sebuah berita yang dirilis melalui blog
lewolembata.blogspot.com dengan judul “Gara-Gara tidak disalami anggota DPRD,
Bupati Lembata Ngambek,” yang diposting Elias Making ke grup “Calon DPRD
Lembata.”
Puluhan tanggapan yang disampaikan melalui
akun media sosial ini, rata-rata disampaikan oleh putra-putra lembata yang
rata-rata berkarya di luar Lembata.
Terkait
tindakan Bupati itu, Ketua DPRD Lembata Fardinandus Koda kepada wartawan di
ruang kerjanya Rabu (3/12/2014) pun menyampaikan tanggapannya. Ferdy mengaku
kesal dengan sikap Bupati. Dia mengatakan, Bupati semestinya tak perlu
tersinggung dengan sikap Yakobus Liwa, karena keduanya memang sedang
berkonflik. “Lho, kalau orang tidak mau jabatan tangan dengan saya apa saya
harus tersinggung? Apalagi orang yang menolak jabatan tangan ini sedang
berseteru dengan kita. Kalau saya Bupati, saya cuekin saja,” katanya.
Ketua
DPRD juga mengatakan, sebagai pemimpin semestinya Bupati meninggalkan semua ego
pribadinya dan menempatkan kepetingan rakyat diatas segalanya. Konflik personal
dibawah hingga ke ruang politik, hanya akan membuat suasana poliitik tak
kondusif yang pada akhirnya rakyatlah yang di korbankan. Kendati kesal dan
terpaksa menskors sidang, Ferdy sapaan akrab ketua DPRD Lembata ini berjanji
untuk segera mengundang kembali pemerintah untuk melanjutkan agenda paripurna
yang tertunda.
Klarifikasi
Pemerintah
Terkait
aksi bokiot Bupati dan terhadap tanggapan masyarakat, Pemerintah Kabupaten
Lembata melalui Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Lembata Karel Burin
memberikan klarifikasinya.
Karel
yang dihubungi, Kamis (4/12/2014) menjelaskan, Kendati tidak diatur dalam tatib DPRD namun etika tata
kenegaraan dan mengikuti kebiasaan selama ini, kalau anggota dewan setelah
membaca pemandangan umum, berjabatan tangan dengan pimpinan DPRD, Bupati dan Wakil
Bupati. Ia mengatakan jika Yakobus Liwa tidak berjabatan tangan dengan semua
pimpinan dan Wakil Bupati Viktor Mado Wathun tentu tidak ada masalah. “Yang
menjadi masalah Yakobus Liwa jabatan dengan Wakil Bupati, ketua DPRD dan wakil
ketua DPRD, lalu mengabaikan Bupati” terang Burin.
Karel Dihubungi melalui kontak
telepon, pu membenarkan kalau Bupati dan Yakobus Liwa sedang berseteru. Namun perseteruan
janganlah di dipertontonkan kepada publik "Betul mereka konflik tapi
jangan kita pertontonkan kepada publik. Jabatan tangan saja seolah-olah tidak
ada konflik,” jelasnya.
Sebagai gambaran peristiwa bokiot
sidang paripurna oleh Bupati Lembata ini bermula dari aksi nakal Anggota DPRD
Lembata asal partai PDIP Yakobus Liwa. Usai membacakan pemandangan umum fraksi,
Yakobus lalu menghampiri meja pimpinan dengan maksud menyerahkan berkas
pemandangan umum fraksinya. Namun sebelum itu, Yakobus terlebih dahulu menjabat
tangan Wabub Lembata yang duduk pada posisi paling kanan atau persis disamping
podium. Setelah menyalami Wabub, Yakobus langsung menuju pimpinan DPRD, dengan
maksud menyerahkan berkas dan menyalami kedua pimpinan DPR tanpa mempedulikan
Bupati yang posisi duduknya persis di samping kanan Ketua DPRD atau persisnya
diantara ketua DPRD dan Wakil Bupati Lembata. Seperti tak biasa usai menyalami
dua pimpinan DPRD, Yakobus pun balik menuju kursi tempat duduknya.
Aksi nakal Yakobus ini, tak pelak
membuat Bupati Lembata tersinggung. Terlihat Bupati menoleh ke arah ketua DPRD
sambil membisikan sesuatu. Tak jelas apa yang disampaikan Bupati ke Ketua DPRD,
tiba-tiba saja Bupati Berdiri dan melangkah turun dari podium meja pimpinan
sembari memerintahkan semua pejabat eksekutifnya untuk meninggalkan ruang
rapat. Seperti mendapat angin segar, semua pejabat eksekutif serempak berdiri
lalu keluar meninggalkan ruang sidang. Beda dengan Bupati, Wabub Viktor Mado
malah tak mau ikut-ikutan, dia memilih tetap duduk diruang sidang sembari
menyaksikan kepergian Bupati dan semua cru eksekutifnya. Akibat aksi Bupati dan
bawahannya ini, rapat paripuna akhirnya di skors. (Yogi Making)