Komnas HAM mengirim surat kepada Kapolda NTT pada 22 Oktober 2014, surat yang ditandatangani oleh komisioner Dianto Bachriadi dari Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan itu mendesak Kapolda NTT Brigjen Endang Sunjaya membuka kembali penyelidikan kasus Lorens Wadu yang diduga syarat rekaysa dari pihak kepolisian lembata. Berdasarkan kewenangan dalam pasal 89 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999, Komnas HAM meminta Kapolda NTT untuk menjelaskan hal ini dan tindakan yang telah diambil dalam upaya menyelesaikan masalah tersebut dengan memeriksa pihak-pihak terkait serta memberikan perkembangan penanganan.
Vinsen Wadu, dalam pengawalan dua Anggota Polisi Polres Lembataa |
Hal itu disampaikan Koordinator Koalisi Penegak Keadilan dan Kebenaran (KPK2)
dan Koordinator Komisi JPIC Asia-Oceania Pater Micahael Pruhe, OFM dalam pres release yang diterima Flores pos pertengahan November 2014. Menurutnya
Komnas HAM meminta Kapolda NTT memberi tanggapan atas kasus ini dengan
mencantumkan agenda pengaduan nomor 90.706. KOMNAS HAM memberi waktu 30 har
kepada Kapolda NTT untuk memberi tanggapan terhitung sejak surat tersebut
diterima.
Menurutnya, surat tersebut ditembuskan kepada Ketua Komnas HAM,
Ketua Komisi III DPR-RI, Kapolri, Ketua Kompolnas, Kabiid Propam Polri, Irwasda
Polda NTT, Kapolres Lembata, Ketua Koalisi KPK2 di Jakarta . “Dengan adanya
surat Komnas HAM ini maka kerinduan rakyat Lembata akan keadilan dan kebenaran dalam
kasus Lorens Wadu bisa terobati. Rakyat Lembata khususnya keluarga Lorens Wadu
masih hidup dalam ketidakpuasan akan proses hukum yang patut diduga sarat rekayasa dari aparat Polres Lembata,”
Fakta Rekayasa
Pater Micahel Pruhe, OFM
mengatakan, pada 21 Juli 2014 Koalisi Penegeka Keadilan dan Kebenaran (KPK2)
menulis surat dan menyerahkan data-data terkait pembunuhan tragis Loresn Wadu,
mantan Kadis Perhubungan, Informatika dan Komunikasi Kabupaten Lembata kepada
Komnas HAM untuk meminta bantuan Komnas HAM dalam menegakan keadilan dan
kebenaran dalam kkasus tersebut. Melalui surat No. 03.KPK2/Feb/2014, tanggal 13
Februari 2014 Koalisi mengadukan institusi Polres Lembata dalam penanganan
kasus pembunuhan Lorens Wadu yang menghebohkan seluruh warga Kabupaten Lembata.
Kasus pembunuhan itu telah terindikasi tidak profesional, mengaburkan kasus dan
melakukan penganiayaan terhadap ke empat tersangka, masing-masing, Marselinus
Suban Welan, Vinsen Wadu, Yohanes Nani Ruing dan Arifin Maran.
Ada 6 butir pengaduan Komnas HAM
yang berdasarkan fakta-fakta yang mengarah pada rekayasa kasus. Pertama, Penyidik Polres Lembata sejak
awal memaksa para tersangka untuk memberi kesaksian yang mendukung motif
warisan yang di rekayasa oleh oleh Penyidik Polres Lembata dalam kasus
tersebut, meski motif warisan dibantah dan ditolak oleh keluarga. Kedua ketika
ditangkap dan dimintai keterangan para tersangka tidak didampingi penasihat
hukum, tetapi dalam BAP tertulis bahwa tersangka didampingi Penasihat Hukum
yaitu, Saudara Stanis Kapo Lelangwayan, SH. Ketiga
, sebelum dilakukan rekonstruksi para tersangka diarahkan oleh anggota
Polres Lembata sebanyak 10 kali yaitu, 6 kali pada malam hari dan 4 kali pada
pagi hari, di Mapolres Lembata tempat para tersangka menjalani masa tahanan. Keempat, berdasarkan keterangan di
persidangan pada Senin 18 November 2013 salah seorang tersangka (Marselinus
Suban Welan) menyebut 5 pelaku baru dalam kassus pembunuhan tersebut yakni,
Brigpol Heriansa, Omi Wuwur, Vinsen Dasion, Evan Wadu, Inso Gowing. Kelima pelaku
iitu kemudian diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka tanpa pemeriksaan oleh
pihak penyidik Polres Lembata dan ditangguhkan penahannya pada Rabu 27 November
2013. Kelima, ada indikasi
berdasarkan fakta yang ada bahwa kematian Lorens Wadu terkait dengan pembebasan
kawasan hutan keam. Keenam, ada
indikasi kuat bahwa telah terjadi tindakan penyiksaan oleh oknum Penyidik
Polres Lembata dalam proses penyelidikan dan Penyidikan. Penydidik itu adalah,
Aipda Dominikus Donni Kia (NRP 70080381).
Aiptu Lazarus Lit Raya (NRP 63080674), Brigpol Ady Sumarto Lesik (NRP
85090612) Brigpol Antonius Roni Moa (NRP 84011162), Brigpol Amon Jalla (NRP
83050879).
“Surat Koalisi Penegak Keadilan
dan Kebenaran diserahkan kepada Komnas HAM pada 13 Februari 2014 baru mendapat jawaban
pada 22 Oktober 2014.”
Kasus Pesan
Romo Frans Amanue mengatakan,
sehubungan dengan kasus pembunuhan Lorens Wadu, 8 Juni 2013 lalu, telah di
vonis sampai tingkat kasasi, empat orang
yaitu Vinsen Wadu (otak) di vonis hukuman seumur hidup, Yohanes Liko Ruing,
alias Yohanes Nani Ruing, Rofinus Ratuloli Maran, alias Arifin, dan Marselinus
Suban Welan dihukum 20 tahun penjara.
“Mengikuti keseluruhan proses,
kuat kesan bahwa Polisi Lewoleba bekerja berdasarkan pesanan. Rekayasa sudah
dimulai sejak awal dari ruang Kasat Serse. Jejak rekayasa terlihat dari Laporan
Polisi No. LP/100/VI/2013/NTT/Rest.LBT, tanggal 09 Juni 2013. Keempat orang tersebut diatas sengaja
dikriminalisasi untuk menutupi skenario aktor sebenarnya. Vinsen Wadu, adik
kandung korban sengaja dijadikan sebagai otak, ketiga lainnya eksekutor
sehingga terpenuhi rekayasa bahwa pembunuhan itu bermotif warisan, hal yang
tidak masuk akal berdasarkan alur pikir adat budaya lamaholot. Keluarga Wadu
menolak motif warisan. Dari investigasi yang dilakukan pascavonis, beberapa
saksi memberikan keterangan yang menunjukan bahwa keempat orang ini tidak
beradadi TKP, alias tidak melakukan. Beberapa saksi mengatakan bahwa mereka di
paksa polisi. ada yang menyampaikan bahwa sempat berkelahi dengan polisi Donni
Kia yang memaksanya mengaku turut membunuh.”
Menuurut kondisi TKP waktu itu
tidak menunjukan tanda-tanda bahwa disitu terjadi “perkelahian” hebat. Publik di
Lewoleba banyak berpendapat bahwa korban dibunuh ditempat lain baru dibawa ke
situ. Dimana? Ada ssuara lantang yang menyatakan bahwa korban dibunuh di Rumah
Jabatan Bupati Yance Sunur. bahkan ada yang mengklaim bahwa telah menonton
rekaman dari HP tentang pembunuhan tersebut. Kelihatan memang TKP ialah rumah
jabatan. “Pertanyaan yang mengusik ialah mengapa dan untuk apa mobil merah
berada dijalan masuk kebun misi pada sekitar jam 20.00 wita? Ada yang tanya
kepada petugas entah ada jalan tembus ke sebelah (kebun Lorens Wadu). Polisi
tau kog abai? Rakyat Lembata punya harapan tinggi pada Kapolda NTT Endang
Sunjaya. Polisi Lembata tidak punya martabat lagi. (Stef Tupen Witin, ditulis kembali oleh: Yogi Making).
Sumber, Koran Harian Florespos, terbitan Rabu
3 Desember 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar