oleh Yogi Making pada 11 September 2010 jam 7:45
Syahdan, berkumpullah para ayam dari segenap penjuru ayam semesta, mereka berkumpul membicarakan nasib yang kian hari kian tak menentu. Segala jenis ayam hadir. Mulai dari ayam kampung, ayam ras, ayam hutan, ayam piaraan, ayam bangkok, ayam hitam ada juga ayam putih. Setelah semuanya hadir, tampilah seekor ayam jago kampung yang dari gaya jalan dan guratan wajahnya, kelihataan mulai uzur termakan usia dan sering sakit-sakitan. Sejenak semua pandangan anggota rapat tertuju padanya. Suasana ruang rapat hening.
“sodara-sodara sebangsa ayam sekalian yang saya muliakan” kata jago kampung tua mengawali pembicaraanya. Saya sengaja mengundang sodara sekalian hadir pada pertemuan ini, guna membicarakan nasib kita dan nasib negeri kita, yang kian hari hidup kita tak pasti.
Pemimpin yang kita pilih dalam Pemilu Kada lalu, ternyata tidak mengemban amanat kita dengan baik. Negeri kita terlihat semakin miskin dan APBD dalam beberapa tahun belakangan tak jua meningkat. Walau daerah kita miskin, elite kita banyak yang kaya. coba sodara sekalian lihat, pemimpin yang kita piliih dengan biji jagung itu, dan yang dulunya hidup merana seperti kita, kini kaya raya. Sodarannya yang saya kenal sebagai tukang ojek, kini punya rumah bagus dan mampu membeli mobil mewah. Uang yang kita dapat dari hasil sumbangan negeri sapi dan negeri kerbau, lebih banyak dimanfaatkan untuk jalan-jalan keluar negeri oleh kaisar dan bawahannya, buat tunjangan, buat periksa kesehatan kaisar, yang katanya sekarang sering sakit, juga foto copy laporan keuangan yang katanya banyak yang fiktif. Sementara, coba sodara lihat. jalan dari kampung ke kota rusak parah, atap sekolah banyak yang bocor dan presentase kelulusan sangat rendah, dan biaya pendidikan mahal, listrik padam tiap hari, air minum susah. Dan masih banyak masalah lain, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Dengan suaranya yang sengaja ia turunkan volumenya, dan sambil melihat sekeliling seolah sedang memperhatikan suasana sekeliling ruang rapat, sang pemimpin rapat melajutkan. Kaisar kita, lebih sering berada di luar negeri. Ia sibuk dengan urusan pribadi ketimbang memperhatikan kita rakyatnya. Tampak hadirin manggeleng kepala, mungkin sebagai tanda penyesalan.
Keadaan ini tentu tidak dapat kita biarkan. Sebagai rakyat kita mesti menyatakan pendapat dan menuntut agar kaisar segara turun dari tahta. Kata jago tua. Mendengar pernyataan sesepuh negerinya, seekor ayam bangkok muda berdiri menyela pembicaraan, “Bapak jago kampung tua dan sodaraku sebangsa ayam yang mulia”, sela bangkok muda. Bahwa negeri kita dalam beberapa tahun belakangan ini semakin hancur-berantakan. Kaisar semakin tak peduli dengan seruan rakyatnya. Banyak diantara bawahaannya, mencuri uang kita secara terang-terangan, dengan uang hasil curian itu rumah mewah dibangun, perabotan rumah serba mewah, bahkan anakpun dibiayai sekolahnya dengan uang hasil curian. Kita tentu marah, kita tentu kecewa, namun kita tak memiliki kuasa untuk menangkap dan menghukum mereka. semua kasus yang pernah diungkap hilang karena tak cukup bukti, urai bangkok muda. Dan mengapa kita baru hari ini bicara untuk menurunkan kaisar? tanya bangkok muda. Saya rasa kita terlambat, lanjutnya. Mereka sudah terlanjur kaya, rumah bagus terlanjur dibangun, dan uang kita terlanjur dihabiskan. Saya berharap, hari ini kita tidak bicara soal turunkan kaisar, tetapi mari kita bicara soal bagaimana kedepan...apakah sodara semua setuju? Setuju!!! Teriak peserta rapat menjawab bangkok muda. Ok soal perilaku kaisar dan pejabatnya, kita percayakan kepada wakil kita yang baru saja kita pilih dalam pemilu lalu.
Lantas bagaimana dengan kedepan? Tanya jago kampung tua. Nah, kini giliran sang betina muda hutan dengan penampilan yang kumuh angkat bicara, Jika semua sodara yang di kota kecewa, tentu saya yang dihutanpun kecewa, bagimana tidak? Hutan tempat kami pesiar, mencari makan, dan sebagai tempat berlindung dan membesarkan anak-anak, kini semakin sempit, akibat sering dibakar. Bahkan sekarang kami bangsa hutan sedang takut, karena katanya kaisar telah menjual hutan kami kepada bangsa kerbau untuk dijadikan lahan tambang. Lantas kami tinggal dimana? Apa kami harus transmigrasi? Ah....betina hutan tertunduk terlihat air mata menetes. Suasana semakin tenang. Saya binggung, istana yang dulu dibangun dengan susah-payah oleh para pendahulu, rencananya akan ditinggalkan. Saya bingung jika kedapan saya ingin datang ke istana, dimana saya harus datang? Negeri kita yang miskin ini, ternyata telah membangun dua istana. Itu baru soal rumah, kalo soal tempat kerja kaisar, juga lebih dari satu. Aduh.....banyak sekali. Padalah kaisar Cuma satu.
Sebelum betina hutan mengakhiri pernyataanya, dari sudut ruangan, berdiri salah satu tokoh spritual, yang berasal dari bangsa ras. “bapak pimpinan, Bapak pimpinan, saya mohon waktu untuk bicara, oh, ya..silahkan sodaraku ras, kata jago kampung tua, mempersilahkan. Begini, sodaraku pimpinan dan sodaraku sekalian...kata sang spiritualis. Saya setuju bahwa masalah di negeri ini sangat kompleks, jika yang disampaikan tadi soal pembangunan fisik, saya igin bicara dari sisi mental. Sikap para elite negeri ini tidak menunjukan gambaran bahwa mereka adalah orang-orang berbudaya, dan apalagi orang beriman. Mari kita lihat contoh ini. Ajak spiritualis itu. di pintu masuk, baik melalui laut maupun melalui udara, kini di kuasai oleh ayam betina import, yang bahenol. Setiap tamu yang datang ke negeri ini, pasti lansung melihat para betina yang bahenol itu, mereka seolah menyampaikan pesan selamat datang. Kita malu sodaraku! Kita malu..!!.
Ayam hitam sedari tadi memperhatikan dengan saksama pembicaraan sesama sodarannya minta bicara, dengan wajah penuh kebingungan ia mengatakan, ketika memperhatikan pembicaraan sodara-sodara sekalian, saya sungguh memahami karena sayapun merasakan hal yang sama. Namun semakin lama saya memperhatikan semakin bertambah kebingungan saya. Kebingungan saya ini, tentu sangat beralasan. Karena kita adalah bangsa ayam, bahasa kita adalah bahasa ayam. Apa yang kita bicarakan semuanya dengan bahasa ayam dan tentunya tidak dimengerti oleh bangsa lain yang bukan ayam. kita hanya mampu berkotek, hanya mampu berkokok. Sadarlah saudaraku sekalian, bahwa kaisar adalah manusia, pegawainyapun demikian. bagaimana mungkin dapat mengerti bahasa ayam. Disinilah kesalahan kita, memilih pemimpin yang bukan sebangsa ayam, bagaimana mungkin ia tau akan kebutuhan kita sebagai ayam? kokokan dan kotekan kita dianggap telah membuat keonaran dan akhirnya kita ditangkap dan jebloskan kedalam penjara. oleh karena itu sodaraku sekalian, pemilu kada sudah didepan mata, manfaatkan momentum itu untuk memilih pemimpin yang berasal dari bangsa kita. janganlah kita mengulangi kesalahan masa lalu. seolah sadar akan keberadaan mereka, satu persatu mundur dan meninggalkan ruang rapat dan pulang dengan membawa kekecewaan yang mendalam. kasihan...kasihan.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar