Tulisan berikut dalah Khotbah
misa yang disampaikan oleh P. DR. Paul Budi Kleden, SVD dalam peryaan misa 75
Tahun Seminari Tinggi Ledalero.
Ayat yang tidak menjadi bagian dari teks injil yang dibicarakan hari
ini.
Sebenarnya menjembatani urutan nama dan kisa kelahiran Yesus dan
meringkas silsiah Yesus dalam tiga periode. 14 keturunan dari Abraham
sampai Daud. Empat belas dari Daud
sampai pembuangan ke Babel, empat belas lagi d ari pembuangan ke babel hingga
kelahiran Yesus. Kalau kita menggunakan jumlah yang sama untuk membagi sejarah
seminari ini berdasarkan jumlah rektornya, maka kini, pada masa kepemimpinan
Pater Kletus Hekong sebagai rektor ke 18 dari lembaga ini, kita sudah berada
dalam babak kedua. Dan babak kedua itu berakhir dengan pembuangan ke Babel.
Apakah masa Daud, saman keemasan lembaga ini sudah lewat dan kita sedang
mengarah pada pembuangan? Kita pasti akan mengalami tantangan dan goncangan,
namun saya yakin dan kita berdoa agar pada kepemimpinan rektor yang ke 28
seminari ini tidak akan mengalami masa pembuangan, tidak dibuang oleh umat, di
telantarkan oleh serikat, apalagi diabaikan para alumninya. Karena kita
bertumpuh pada keyakinan dan membangun harapan: bahwa kekal abadi kasih setia
Tuhan.
Saudara/i.....
“ Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab kekal abadi kasi setia-Nya”. Kekal, abadi itu sifat Allah. Para pemazmur memujanya sebagai kasih yang tak pernah menyerah, para penyair mengumpamakannya dengan wadas yang kokoh bertahan menentang terpaan gelombang dan hempasan angin. Kekal itu sifat Allah. Para kekasih menyanyikannya sebagai melodi yang tak pernah sumbang, para peziarah mengalaminya sebagai bintang penuntun yang tak kunjung pudar. Kekal itu sifat Allah. Pada pihak lain, manusia sebagai ciptaan bersifat sementara. Berubah itu cirinya. Pemazmur mengumpamakannya dengan daun yang segar di pagi hari dan cepat layu diterpa terik mentari, para pencari kebenaran dan keadilan sering mengalaminya sebagai bunglon yang bebrubah warna menurut keadaan. Sementara, itu sifat manusia, berubah itu cirinya. Sejarah mencatatnya sebagai pertukaran rezim dan dinasti, perubahan sistim, pergantian pemimpin dan peralihan generasi.
“ Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab kekal abadi kasi setia-Nya”. Kekal, abadi itu sifat Allah. Para pemazmur memujanya sebagai kasih yang tak pernah menyerah, para penyair mengumpamakannya dengan wadas yang kokoh bertahan menentang terpaan gelombang dan hempasan angin. Kekal itu sifat Allah. Para kekasih menyanyikannya sebagai melodi yang tak pernah sumbang, para peziarah mengalaminya sebagai bintang penuntun yang tak kunjung pudar. Kekal itu sifat Allah. Pada pihak lain, manusia sebagai ciptaan bersifat sementara. Berubah itu cirinya. Pemazmur mengumpamakannya dengan daun yang segar di pagi hari dan cepat layu diterpa terik mentari, para pencari kebenaran dan keadilan sering mengalaminya sebagai bunglon yang bebrubah warna menurut keadaan. Sementara, itu sifat manusia, berubah itu cirinya. Sejarah mencatatnya sebagai pertukaran rezim dan dinasti, perubahan sistim, pergantian pemimpin dan peralihan generasi.
Kasih setia Tuuhan dialami ditengah kerapuhan dan kesementaraan kita.
Dan melalui kerapuhan dan kesementaraan kita itu, Tuhan hendak memencarkan
kasih setianya yang abadi. Semakij kita menyadari keabadian kasih Allah dan
kekekalan kasih setia-Nya, semakin rela dan jujur kita mengakui bahwa kita ini
serba terbatas, bahwa hidup kita fana dan karya kita rapuh. Sejarah kita
terpenggal dan pengaruh kita tak langgeng, kekuasaan kita entah politik,
religius entah intelektual atau sosial, tidak abadi.
Israel mengalami kesetiaan itu dan mengukirnya dalam penuturan
silsilah, sebuah daftar panjang para pendahulu, sebagaimana dikisahkan dalam
dalam Injil tadi. Dari silsilah itu bukan hanya deretan nama-nama orang yang
teguh imannya, dalam pikirannya, unggul wataknya dan terpuji perilakuknya. Pada
daftar itu tertampung pula orang-orang
yang yang telah menjual imannya demi kekuasaan. Yang menghinati bangsanya
sendiri tersebab oleh kerakusan, yang mencemarkan nama sukunya karena perilaku
yang tak terpuji. Pada deretan itu tertulis pula nama-nama yang tidak banyak
dikenal, mereka yang biasa-biasa tanpa momen bersejarah yang namanya tidak
menggetarkan hati bangsa-bangsa dan kiprahnya tidak mengundang decak kagum,
yang cahaya wajahnya tidak mengundang simpati dan gema suaranya tidak terdengar
berwibawa, yang tidak ditinggalkan banyak kesan untuk dikenang selain mewarisi
darah dan meneruskan tasli kekerabatan pada urutan garis keturunan.
Tuhan seperti ini, yang menunjukan kesetiaanya melalui manusia biasa
yang sederhana tanpa banyak kelebihan, yang memancarkan sinar kasih-Nya
keduniapun melalui orang-orang yang gampang dilupakan sejarah, Dialah yang
dimadakan israel seperti yang diungkapkan pemazmur tadi. Nabi Mikha menyebutnya
sebagai Tuhan yang memperhatikan keterpencilan Betlehem Efrata, yang hampir tak
pernah disebut oleh suku-suku Yehuda, yang namanya tak ada dalam daftar
penguasa dan tak muncul pada peta pemimpin. Tuhan dimadahkan sebagai Allah yang
setia, karena tidak memalingkan wajahnya dari
tempat dan orang-orang yang terbuang, tidak menghapus dari ingatan dan
memutihkan dari hati-Nya ajah dan nama mereka sederhana dan sering dibuat tidak
berdaya. Seperti dikatakan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma, memang
sejak awal Tuhan sudah punya opsi yang jelas, dan dengan telaten Dia mewujudkan
opsi itu, untuk membenarkan dan memuliakan manusia, terutama mereka yang sering
dibuang dan gampang diabaikan, yang hanya dipinang disaat pemilu lalu
diceraikan sesudah dapat kekuasaan. Dari
semula Tuhan punya tekad untuk pilih, benarkan dan memuliakan manusia,
teristimewa mereka yang umumnya hanya dikunjungi selama dianggap masih
bermanfaat, lalu dianggap sepih sesudah orang memperoleh apa yang
dibutuhkannya.
Tuhan seperti ini telah memilih Maria istri Yosef, sebagai Bunda
Alllah menjadi bukti yang memancar sinar kasih Allah, yang menggemakan warta
Sang Sabda ke dunia dan sejarah. Merayakan kelahiran Maria berarti merayakan
kesetiaan Tuhan yang merendah untuk meninggikan. Merayakan kelahiran maria
berarti mengenangkannya sebagai Ledalero, bukti tempat Yesus almasih, sang
mentari Sabda bersandar untuk masuk ke dalam dunia dengan wajahnya yang
pulihkan semangat dan beri kelegaan pada yang bersusah dan suaranya yang
menggoncangkan dan suara-Nya yang menggoncang mereka yang angkuh hatinya.
Tuhan itu pula yang menyalakan kerinduan Arnold Janssen dan
membakarnya dengan semangat berapi untuk mendidik dan mengutus misionaris, yang
dalam terang teologinya saat itu, pergi membawa terang untuk “melenyapkan
kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman”. Sejak 137 tahun yang silam
itu, ribuan misionaris SVD telah dididik dan diutus, dalam kesadaran baru,
untuk menghalau kegelapan dari orang-orang yang buta melihat sesamanya sebagai
orang-orang yang telah dipilih, dibenarkan dan dimuliakan Allah. Misionaris
dididik dan diutus untuk membentuk persekutuan manusia yang mesti saling
menghargai, sebab ada keyakinan, dalam diri setiap orang Tuhan menampilkan
wajah-Nya dan dalam semua kebudayaan Dia menggemakan suara-Nya. Misisonaris
dididik dan diutus bertukar gagasan dan berbagi hidup, memberi dari kedalaman
pengalamanya dan belajar dari ketulusan hati orang yang beragama dan berbudaya
lain, mereka yang miskin dan tersisih, yang sedang mencari iman atau merasa tak
punya alasan cukup untuk beriman.
Kita bersyukur pada Tuhan karena Ia baik, sebab kesetiaan-Nya telah
membuka hati para misionari untuk
melihat bakat keagamaan dan semangat pengorbanan anak-anak Nusa Tenggara Timur
yang mau terlibat dalam karya besar misi
Gereja dan perutusan serikat. Dan sejak tahun 37, 75 tahun silam, bukit
Ledalero yang mulanya dijauhi penduduk dan ditakuti penghuni sekitar, menjadi
bukit yang berdaya tarik , sebagai panti pendidikan dan sebagai almamater.
Sebagai panti pendidikan bukit ini memanggil ribuan orang muda untuk membiarkan
diri diteguhkan kebeneran Firman dan ditantang kejelsan Sabda, agar memurnikan
motivasi dan menjernihkan pilihan, supaya mengenal diri dan memahami
kepribadian. Sebagai panti pendidikan bukit ini membantu, agar frater mampu
mengambil keputusan yang tepat, entah diutus sebagai awam yang menggarami dunia
dalam berbagai bidang karya, atau dikirim sebagai misionaris ke berbagai
penjuru dunia yang pantulkan cahaya dan gemakan warta kesetiaan Allah.
Sebagai almamater, bukit ini terus memanggil para alumninya, awam dan
imam, bukan hanya sebagai bunda yang dibakar kerinduan bernostalgia, tapi bagai
ibu yang terus berusaha menyampaikan rasa bangga bagi yang sukses,
mengungkapkan keprihatinan bagi yang salah arah, meneguhkan yang kecapaian di
medan karya. Sebagai almamater bukti ini terus memanggil para alumni, awam dan
imam untuk menyegarkan komitmen dan memperbaharui tekad agar dimana dan kapan
saja kita tetap menjadi Ledalero, menjadi bukit yang memancarkan terang dan
menggemakan suara Tuhan.
Sejarah 75 tahun seminari ini, adalah sejarah yang digores para
penghuni dan alumni, para karyawan/ti dan simpatisan. Merayakan ulang tahun
seperti ini mengajak kita untuk bertapak undur, mengenang segala yang sudah
dialami dan semua orang yang pernah berbagi hidup disini. Dan kita seperti
semua orang lain, sangat sadar bahwa rentang waktu 75 tahun diisi kerbehasilan
pun kegagalan. Ada kisah keberhasilan yang memebanggakan tetapi juga tak
sedikit kegagalan yang membuat umat binggung dan warga geleng kepala. Ada yang
pergi dengan kenangan indah bersamaan namun ada pula yang memendam sakit hati
dan kepahitan. Bagi banyak orang, bukit ini menjadi tempat matahari sungguh
bersandar dan Sabda menggemakan warta, namun bagi sejumlah orang, bukit ini
menjulang terlampau tinggi sehingga menghalangi orang mengalami kejelasan sinar
ilahi dan melunakan ketegasan Firman Allah. Bagi banyak orang, bukit ini
mendekatkan Allah yang berpihak, namun bagi yang lain, bukit ini menjadi tanda
Allah yang menjauh dan tak terjangkau.
Kita madahkan syukur Tuhan yang setia, karena
Dia relakan diri dipantulkan dan digemakan oleh kita, manusia yang sering
terlilit keangkuhan dan terjerat egoisme. Semakin kita sadari keabadian kasih
Allah, semakin kita rela akui keterbatasan dan kerapuhan kita. Kita, umat
beriman tidak selalu merupakan bagian terbaik dari masyarakat kita. Kita, para
misionaris SVD dimana-mana sering bukanlah misionaris yang paling andal dan
tanpa pamrih dari Gereja. Kita para penghuni dan alumni dari seminari ini,
bukanlah putra-putra terunggul dari kampung dan keluarga kita. Kita, yang hari
ini merayakan pesta-pesta khusus, bukanlah pribadi-pribadi yang paling
istimewah dari angkatan dan teman-teman kita. Walau demikian kita semua, umat
beriman, para misionaris SVD, penghuni dan alumni, punya alasan untuk bersykur
dan berbesar hati, karena juga kepada dan melalui kita Tuhan mau turun sebagai
cahaya yang memelekan mata dan melihat realitas seadanya, kita semua punya
alasan untuk bersyukur, karena kepada dan melalui kita Tuhan terus mau datang
sebagai cahaya yang menyejukan yang terbakar amarah, tetapi juga membakar lagi
semangat yang mulai pudar. Kita semua punya alasan untuk bersyukur, sebab
kepada dan melalui kita Tuhan terus memperdengarkan suara-Nya yang menyatakan
kebenaran ditengah kebiasaan dan praktik pemutarbalikan kebenaran, menggemakan
suara-Nya tentang keadilan ditengah umat dan masyarakat yang lebih suka gemakan
kehendak sendiri. Kita semua punya alasanuntuk bersyukur, karena kepada dan
melalui kita Tuhan setia datang ditengah umat-Nya, kepada serikat dan seminari
ini, Tuhan selalu datang, karena Ia adalah hidup, dan hidup mengandung daya
cipta yang tak tertahan. Tuhan datang, karena ia adalah cahaya, dan cahaya itu
tak mungkin tinggal tersembunyi. Tuhan datang, karena adalah suara, dan suara
tak bisa terus diredam dalam kebisuan. Tuhan datang, karena ia adalah cinta,
dan cinta selamanya menyerahkan diri...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar