T E N T A N G :
PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSI, PENGHEMATAN, DAN
DISIPLIN KERJA
UNSUR-UNSUR EFISIENSI, PENGHEMATAN DAN DISIPLIN KERJA
I. EFISIENSI PELAKSANAAN TEKNIS SARANA DAN PRASARANA
A. Sarana
1. Penggunaan Sumber
Daya Listrik
Penggunaan sumber
daya listrik agar dilakukan secara efisien dan rasional.
Upaya yang dilakukan
dalam peningkatan efisiensi, antara lain:
a. Menekan pemakaian
daya tersambung maksimal 75 persen.
b. Penggunaan listrik
untuk penerangan dilaksanakan secara proporsional dengan hanya menghidupkan
lampu penerangan pada tempat/ruang yang benar-benar diperlukan, atau saat
melaksanakan tugas, serta lampu penerangan halaman gedung kantor pada malam
hari secara terbatas. Ruang kerja yang memperoleh akses cahaya alami, seoptimal
mungkin dimanfaatkan dan mengurangi penggunaan penerangan listrik.
c. Pemadaman lampu
penerangan dan alat pendingin ruangan gedung kantor sebelum pukul 15.00,
kecuali ruang kerja lembur mengikuti prosedur internal.
d. Mematikan lampu
penerangan pada ruang rapat pertemuan, dan ruang lain yang tidak dipergunakan
selama jam kerja kantor.
e. Khusus mesin
pendingin sentral (chiller), untuk gedung, agar dimatikan 1 (satu) jam lebih
awal dari jam kerja pulang.
f. Mengurangi jumlah
pengoperasian lift, dan atau membatasi penggunaan lift untuk naik/turun 2 (dua)
lantai atau lebih. Untuk naik/turun 1 (satu) lantai disarankan menggunakan
tangga.
g. Memaksimalkan upaya
untuk tidak menggunakan listrik pada saat jam beban puncak antara pukul 17.00
s.d. 22.00, karena biaya per kwh pada saat jam beban puncak, 2 (dua) kali lipat
lebih dibanding biaya per kWh saat jam beban rendah.
h. Upayakan
mengurangi daya tersambung
1) Menggunakan
peralatan hemat listrik dan hanya menggunakan peralatan bila diperlukan.
2) Membatasi secara
optimal penggunaan listrik saat beban puncak (jam 17.00 s.d. 22.00).
3) Menggeser
penggunaan peralatan listrik ber kWh’ besar dari beban puncak ke beban rendah
(seperti untuk pengisian air ke tower).
i. Disarankan untuk
memasang “Capacitor Bank” yang berfungsi memperbaiki faktor kerja pada
peralatan listrik, dan pada akhirnya dapat menghilangkan biaya Kilo Volt Ampere
Renctive (KVAR).
j. Menunjuk unit
organisasi teknik untuk melakukan pemeriksaan penggunaan listrik dan mematikan
listrik di ruang kerja / ruang rapat / pertemuan dan fasilitas umum, atau
setelah berakhirnya jam kerja.
k. Melaksanakan audit
energi
1) Maksud kegiatan
ini untuk mengidentifikasi dimana dan berapa energi digunakan serta berapa
potensi penghematan yang mungkin diperoleh dalam suatu fasilitas pengguna
energi.
2) Tujuan audit untuk
menentukan cara yang terbaik guna mengurangi penggunaan energi per satuan
output dan mengurangi biaya operasi/biaya produksi.
3) Fasilitas sasaran
audit
a) sistem distribusi
listrik;
b) sistem tata udara
(AC dan instalasi yang terkait);
c) selubung bangunan;
d) sistem penerangan;
e) sistem
transportasi gedung (lift/escalator);
f) peralatan lain
(pompa air mesin copy, komputer, printer, kulkas, dispenser, kompor, exhaust
fan dan lain-lain).
4) Pelaksanaan audit
dapat bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) setempat.
1. Upaya Penghematan Listrik
1) Menata kembali kebutuhan
penerangan per lokasi kerja, dengan pengurangan penggunaan lampu sesuai dengan
beban kerja dan akses ruang kerja dengan cahaya alami.
2) Gunakan lampu
hemat listrik dengan unjuk kerja hampir sama, yaitu menggunakan watt kecil
dengan daya terang besar.
3) Hindari penggunaan
lampu TL dengan ballast kawat.
4) Gunakan lampu spot
di ruang kerja yang lebih banyak menetap dimeja kerja
5) Gunakan lampu di
lift dengan sistem hidup mati secara otomatis atau lampu hanya hidup saat lift
digunakan.
6) Kendalikan lampu
halaman pada malam hari dan hanya digunakan untuk tugas pengamanan.
7) Pemeliharaan AC
paling tidak sekali 3 (tiga) bulan, mencakup pembersihan indoor dan outdoor,
pemeliharaan media pendingin (freon). Pembersihan AC secara rutin dapat menghemat
listrik s.d. 20 persen.
2. Penggunaan Telepon
Penggunaan telepon
agar dikendalikan, antara lain melalui cara:
a. Sambungan langsung
(direct line) hanya disediakan untuk ruang kerja:
1) Pimpinan tertinggi
di Instansi Pemerintah;
2) Pejabat eselon I;
3) Pejabat Eselon II
(Instansi yang karena fungsinya melayani masyarakat atau penting posisinya).
b. Sambungan telepon
ekstension melalui sentral (PABX) yang dapat digunakan untuk keluar langsung
hanya untuk pejabat eselon II dan III, dan pengecualiannya hanya dengan
persetujuan pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan.
c. Untuk pejabat
eselon IV, pejabat Fungsional dan pelaksana, disediakan fasilitas sambungan
ekstension melalui sentral (PABX), atau Key Telephone, dan untuk akses keluar
dilaksanakan melalui operator telepon
d. Mengendalikan
penggunaan sambungan telepon keluar ke telepon seluler dengan biaya airtime ,
penggunaan dial up Internet, premium call, SLJJ, dan SLI.
e. Memasang alat
kontrol percakapan telepon, dan waktu sambung telepon ekstension untuk akses
keluar dibatasi maksimal 3 (tiga) menit.
f. Penggunaan telepon
hanya untuk kepentingan dinas; dan bicara seperlunya
g. Untuk mengontrol
penggunaan telepon, Pimpinan Instansi Pemerintah dapat menetapkan jumlah
maksimal pembayaran telepon per bulan pada setiap sambungan langsung.
h. Menunjuk unit
organisasi teknik untuk melakukan pemeriksaan, audit, dan pelaporan penggunaan
telepon sambungan langsung dan ekstension, sesuai dengan jenis sambungan, pada
masing¬ masing penggunaan telepon.
3. Penggunaan Air
a. Sumber air PDAM
dan air dalam tanah, ditampung dalam unit penampungan sebelum di distribusikan,
efisiensi dilakukan dengan pengaturan distribusi dari 100% menjadi 50%
(memperkecil debit air). Maksimal pukul 17.00, unit organisasi teknik melakukan
pemeriksaan dan memastikan distribusi telah terhenti serta peralatan
pendistribusian yang digunakan berfungsi baik.
b. Air hanya
digunakan untuk kegiatan kedinasan dan sehemat mungkin. Penggunaan air diluar
kegiatan kedinasan dikendalikan atau tidak diperbolehkan.
4. Penghematan Listrik
a. Penggunaan Lift
1. Gedung kantor di
atas 4 (empat) lantai dilengkapi lift, dengan pengoprasian dibatasi jumlahnya.
2. Gedung kantor
dengan 5 (lima) lantai ke bawah yang telah dilengkapi lift, dibatasi
penggunaannya, hanya untuk lantai 3 (tiga) ke atas.
3. Gedung kantor
dengan lantai 2 (dua) yang telah dilengkapi lift, pangoperasiannya dibatasi dan
pengaturannya ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
4. Lift hanya
dioperasikan selama jam kerja kantor.
b. Penggunaan Alat Pendingin Gedung Kantor
1. Gedung kantor di
atas 4 (empat) lantai, menggunakan alat pendingin sentral (chiller) dan tidak
menggunakan alat pendingin tambahan berupa AC Split (kecuali atas persetujuan
tertulis pimpinan unit keria).
2. Gedung kantor
dibawah 3 (tiga) lantai, menggunakan AC Split (besar/kecil). Bagi gedung kantor
yang saat ini telah menggunakan alat pendingin sentral (chiller), setelah
melebihi masa guna, rusak berat, biaya pemeliharaan tinggi, secara bertahap
menggunakan alat pendingin AC Split (besarlkecil).
3. Suhu AC
sentral/Split antara 23-25 derajat C (penghematan terjadi saat kompresor AC
bekerja).
5. Penggunaan Kendaraan Dinas Operasional
a. Kendaraan Dinas
Operasional hanya digunakan untuk kepentingan dinas yang menunjang tugas pokok
dan fungsi.
b. Kendaraan Dinas
Operasional dibatasi penggunaannya pada hari kerja kantor,
c Kendaraan Dinas
Operasional hanya digunakan di dalam kota, dan pengecualian penggunaan ke luar
kota atas ijin tertulis pimpinan Instansi Pemerintah atau pejabat yang
ditugaskan sesuai kompetensinya.
B. Prasarana
1. Pembangunan Gedung
Negara
a. Hemat, tidak
mewah, efisien, sesuai kebutuhan teknis.
b. Sesuai rencana,
program/kegiatan, serta fungsi Instansi Pernerintah yang bersangkutan.
c. Menggunakan
produksi dalam negeri dengan memperhatikan potensi nasional.
2. Standar Luas
Gedung Kantor
a. Klasifikasi tidak
sederhana seluas 9,6 m2 /pegawai
b. Klasifikasi
sederhana seluas antara 6 m2 sampai 8 m2/pegawai
c. Ruang khusus atau
Pelayanan Publik dihitung tersediri sesuai kebutuhan minimal.
II. PENGHEMATAN
A. TATA NASKAH DINAS
1. Landasan
Operasional
Keputusan Menteri PAN
Nomor:KEP/72/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas.
2. Pelaksanaan
a. Penggunaan kertas
1) Untuk kegiatan
dinas digunakan kertas HVS maksimal 80 gram, baik untuk kegiatan surat
menyurat, maupun penggandaan dan dokumen pelaporan;
2) Penggunaan kertas
HVS di atas 80 gram atau jenis lain, hanya terbatas untuk jenis naskah dinas
yang mempunyai nilai keasaman tertentu dan nilai kegunaan dalam waktu lama;
b. Penyelenggaraan
sarana administrasi dan komunikasi perkantoran
1) Penyediaan surat
berlambang negara atau logo Instansi dicetak di atas kertas 80 gram;
2) Surat berlambang
negara dan logo instansi yang dicetak digunakan lembar asli untuk kepentingan
dinas atau surat lingkup eksternal instansi pemerintah. Sedangkan untuk
tindasan dan arsip, cukup berupa foto kopi naskah asli, dan diantaranya
disahkan oleh pejabat tata usaha;
3) Surat menyurat di
lingkup internal instansi, dengan kertas HVS 80 gram dengan atau tanpa lambang
negara atau logo instansi yang tidak dicetak;
4) Penggunaan amplop
dengan lambang negara dan logo instansi yang dicetak, hanya surat asli yang
digunakan untuk lingkup eksternal instansi pemerintah, sedangkan untuk asli
lingkup internal cukup menggunakan amplop polos dengan stempel instansi.
c. Pengetikan sarana
administrasi dan komunikasi perkantoran
1) Penggunaan jenis
huruf Pica;
2) Dalam penulisan surat
menggunakan huruf arial 11 atau 12; dan Spasi 1 atau 1.5 sesuai kebutuhan.
d. Pengawasan
terhadap pelaksanaannya dilakukan oleh pimpinan unit organisasi di lingkungan
instansi pemerintah yang bersangkutan.
B. SARANA KERJA APARATUR NEGARA
1. Landasan
Operasional
a. Undang-undang
tentang APBN/APBD.
b. Keputusan Presiden
No. 10 tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Sipil
Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan hidup.
c. Keputusan Presiden
No. 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah.
d. Keputusan Presiden
No. 36 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun 2005.
e. Keputusan Presiden
No. 80 Tahun 2003 jo Nomor 61 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Instansi Pemerintah.
2. Pengadaan Peralatan Kerja
a. Pengadaan
peralatan kerja seperti furniture dan peralatan kerja lainnya diprioritaskan pada
kebutuhan mendesak seperti mengganti peralatan yang rusak dan mengisi peralatan
kerja yang dihapus.
b. Peralatan kerja
yang dimiliki/dikuasai oleh Instansi Pemerintah agar dioptimalkan
penggunaannya, serta mengoptimalkan kegiatan pemeliharaan.
c. Peralatan kerja
dalam keadaan rusak berat dan tidak digunakan lagi seperti kendaraan dinas
operasional, agar dilakukan penghapusan sesuai prosedur yang berlaku dan
sebelum dilakukan penghapusan tidak diperkenankan menggunakan anggaran
pemeliharaan.
d. Penghematan
terdapat pada rendahnya harga dengan kualitas barang yang baik
3. Pengadaan Alat Tulis Kantor
a. Pengadaan kertas
maksimal 80 gram, jenis HVS, A4, Folio atau Double Folio.
b. Penggunaan kertas
hanya digunakan untuk kepentingan dinas dan untuk konsep dapat memanfaatkan kertas bekas.
c. Pengadaan ATK
dibatasi pada jenis-jenis peralatan yang benar ¬benar diperlukan seperti jenis
yang mudah habis terpakai (map. pensil, klip, odner dan lain-lain) sedangkan
jenis yang lama terpakai (kalkulator dan lain-lain) agar dibatasi.
d. Pengeluaran ATK
agar dibukukan dan pengeluarannya tidak ditujukan pada perorangan pegawai /
pejabat tetap, tetapi melalui unit tata usaha.
e. Prinsip
penghematan terletak pada pembatasan dalam penggunaan ATK dan terdapatnya sisa anggaran
pengadaan ATK yang disetorkan kembali ke Kas Negara.
4. Pengadaan Kendaraan Dinas Operasional
a. Pengadaan
kendaraan dinas jabatan selektif untuk pejabat negara dengan kategori kendaraan
tidak mewah, maksimal 3000 CC (vide Keppres N0. 10 Tahun 1974).
b. Pengadaan
kendaraan dinas operasional diperuntukkan bagi kelancaran tugas dinas pada unit
organisasi pemerintah, jumlahnya dibatasi, tidak mewah; harga wajar, maksimal
1800 CC bahan bakar bensin, dan 2500 CC bahan bakar solar.
c. Kendaraan dinas
operasional yang hilang atau mengalami kerusakan karena digunakan diluar
kepentingan dinas harus diganti oleh pemakai kendaraan dinas operasional yang
bersangkutan.
d. Pejabat negara,
Pejabat struktural atau Pegawai Negeri dilarang menggunakan lebih dari 1 (satu)
kendaraan operasional (vide Keppres Nomor 10 Tahun 1974 Pasal 4 ayat (1) dan
(2)).
e. Biaya pemeliharaan
termasuk penggunaan bahan bakar agar hemat, tidak diperkenankan melebihi
plafond pemeliharaan yang ditetapkan.
III. DISIPLIN KERJA
A. Langkah-langkah
Disiplin Kerja
1. Disiplin kerja
merupakan perwujudan nilai-nilai budaya yang diyakini dan dijalankan oleh
seluruh aparatur pemerintah dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan
masing-masing lembaga/instansi. Disiplin mengandung unsur:
a. Kepatuhan dan
ketaatan terhadap ketentuan perundang-undangan dan ketentuan lain berbentuk
tertulis atau kebijakan tidak tertulis.
b. Konsisten dalam
menjalankan wewenang yang dipercayakan kepada pemegang kewenangan.
c. Kejujuran dan rasa
tanggungjawab dalam mengambil keputusan dan melaksanakan tugas.
2. Untuk menerapkan disiplin di Iingkungan aparatur
pemerintah, diperlukan pedoman aturan dan sanksi yaitu:
a. Landasan filosofis
(tidak melakukan kesalahan, rasa memiliki, tepat waktu, tepat guna) sebagai
pegangan dasar untuk mendorong penerapan disiplin.
b. Pedoman dan
standard operating prosedur (SOP) yang jelas dan dapat menjadi acuan untuk
menetapkan benar atau tidaknya suatu tugas.
c. Ketentuan mengenai
wewenang pada seluruh strata unit kerja organisasi.
d. Ketentuan
kepegawaian, termasuk penilaian kinerja, unsur disiplin yang langsung berkaitan
dengan pegawai, penerapan pemberian sanksi, dan ketegasan dalam memberikan
sanksi.
e. Pedoman bagi
pemegang kewenangan dan atau pengendali dalam memonitor tindakan-tindakan yang
harus dilakukan oleh unit kerja atau bawahannya.
B. Penegakan Disiplin Kerja
1. Jumlah jam kerja
efektif dalam hari kerja perminggu adalah 37,5 jam.
2. Berdasarkan
Keppres No. 68 Tahun 1995, hari kerja di Iingkungan Lembaga Pemerintah Tingkat
Pusat dan Pemda DKI Jakarta ditetapkan : Senin s/d . Kamis, pukul 07.30-16.00
(istirahat pukul 12.00 – 13.00) dan Jum’at pukul 07.30-16.30 (istirahat pukul
11.00-13.00). Pengaturan dan pelaksanaan jam kerja di Iingkungan Instansi
Pemerintah Daerah ditetapkan Iebih lanjut oleh pimpinan Instansi pemerintah
daerah masing ¬masing.
3. Hari dan jam kerja
pada Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri setelah mendapat persetujuan Men.PAN, dengan memperhatikan jumlah jam
kerja efektif perminggu 37,5 jam.
4. Hari dan jam kerja
TNI ditetapkan tersendiri oleh Panglima TNI.
5. Hari dan jam kerja
POLRI ditetapkan oleh Kapolri.
6. Dikecualikan dari
Ketentuan di atas bagi Lembaga Pemerintah yang tugasnya memberi pelayanan
kepada masyarakat dan lembaga pendidikan, serta Rumah Sakit, Dinas kebakaran,
Telkom, PLN, dan lain¬ lain.
C. Cuti
1. Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil dilakukan sesuai
dengan kebutuhan, antara lain cuti tahunan, cuti hamil, dan cuti di luar
tanggungan negara.
2. Untuk menjamin
kelancaran pelaksanaan pekerjaan, pemberian cuti kepada PNS harus diatur oleh
pimpinan Instansi/satuan kerja masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan
fungsi.
3. Pejabat strukutral
atau PNS lainnya yang akan menjalankan cuti harus menyerahkan tugas dan
tanggung jawab kepada atasan langsung dan atasan langsung yang bersangkutan
menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada pejabat setara atau staf yang lain.
4. Pimpinan instansi
membuat aturan cuti pada hari tertentu, antara lain hari raya/hari besar
lainnya, hari kerja antar hari resmi dengan hari sabtu/minggu.
5. Pimpinan instansi
mengatur pemberian ijin tidak masuk kerja:
a. Ijin meningggalkan
kantor maksimum diberikan 2 (dua) hari.
b. Meninggalkan
kantor lebih dari 2 (dua) hari diperhitungkan sebagai cuti.
c. Meninggalkan
kantor melebihi cuti PNS, merupakan tindakan indispliner, dan perlu ada tindak
lanjut sanksi.
6. Cuti bersama dalam
rangka hari libur keagamaan diatur tersendiri dengan keputusan Bersama Menteri
PAN, Menteri Agama, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Cuti bersama PNS
merupakan bagian dari cuti tahunan PNS sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976. Sebelu atau sesudah pelaksanaan cuti bersama,
PNS tidak diperkenankan mengambil cuti tahunan, kecuali alasan lain diluar cuti
tahunan.
D. Absensi Presentasi Kehadiran
Diupayakan maksimal
menggunakan “sistem absensi elektronik” dan on line kedalam jaringan system
informasi/sistem elektronik perkantoran. Hasil monitoring absensi, khusus
pegawai yang tidak disiplin dapat diumumkan secara terbuka. Tindakan
indisipliner pegawai dilaksanakan sesuai peraturan kepegawaian berupa sanksi
disiplin pegawai.
E. Hukuman Disiplin
1. Masing-masing
instansi Pemerintah agar membuat “Buku Pedoman Penjatuhan Hukuman Disiplin
Pegawai”, memuat antara lain: jenis jenis pelanggaran, hukuman yang dapat
diberikan kepada pegawai, prosedur penjatuhan hukuman disiplin, prosedur
keluhan pegawai atas hukuman disiplin yang diberikan, dan prosedur pengumuman
tindakan indisipliner pegawai.
2. Pedoman penjatuhan
hukuman disiplin pegawai ditetapkan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah.
F. Pakaian Kerja
1. Hari kerja
tertentu, pegawai diwajibkan berpakaian seragam instansi pemerintah
masing-masing.
2. Setiap hari
Jum’at, pegawai diwajibkan berpakaian batik atau khas daerah yang bersangkutan,
dalam rangka melestarikan budaya bangsa dan meningkatkan produksi dalam negeri.
3. Pakaian seragam
Instansi Pemerintah, berlengan pendek (kecuali karyawati, karena alasan
keagamaan), dilengkapi Pin Korpri, Nama Pegawai, dan tanda Pengenal.
4. Ketentuan
pelaksanaan pakaian seragam diatur dan ditetapkan oleh masing-masing Instansi
Pemerintah.
G. Penghargaan
1. Untuk mendorong
dan meningkatkan prestasi kerja serta untuk memupuk kesetiaan pegawai yang
telah berjasa terhadap negara atau telah menunjukkan prestasi kerja yang luar
biasa baiknya, dapat diberikan penghargaan oleh Pemerintah.
2. Penghargaan dapat
berupa tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa dan penghargaan lainnya seperti
surat pujian.
H. Perjalanan Dinas Dalam Negeri/Luar Negeri
1. Perjalanan dinas
luar-negeri dibatasi hanya untuk tugas kedinasan yang terkait dengan hubungan
diplomatik, hubungan perdagangan/investasi, kerjasama bilateral dan
multilateral, yang pelaksanaannya terlebih dahulu mendapat persetujuan dari
pejabat yang berwenang (antara lain Presiden, Sekretaris Negara/Kabinet dan
Pimpinan Instansi).
2. Perjalanan dinas
dalam negeri hanya dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya penting dan mendesak
serta prioritas tinggi.
I. Pengawasan
1. Setiap pimpinan
instansi pemerintah dan pimpinan unit organisasi melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan ketentuan ini.
2. Setiap pimpinan
instansi pemerintah dan pimpinan unit organisasi mengambil tindakan berupa
teguran atau sanksi pegawai terhadap mereka yang tidak mengindahkan ketentuan
pedoman ini.
J. Pelaporan
1.
Sesmenko/Sesjen/Sesmen/Sestama di Pusat dan Sesda Propinsi, Kabupaten, dan Kota
di Daerah melaporkan tindak lanjut pedoman ini kepada atasan masing-masing 2
(dua) kali dalam setahun.
2. Berdasarkan
laporan tersebut pada angka 1, Pimpinan Departemen/
Kementerian/LPND/Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara/Komisi/ Dewan, Gubernur,
Bupati dan Walikota menyampaikan laporan pelaksanaan peraturan ini kepada
Men.PAN pada akhir tahun anggaran.
3. Laporan
sebagaimana pada angka 1, Bupati/Walikota menyampaikan laporan pelaksanaan
peraturan ini kepada Gubernur, selanjutnya secara kumulatif kepada Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara pada akhir tahun anggaran.
Menteri
Pendayaangunaan
Aparatur Negara
Taufiq Effendi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar