Ketua DPRD, Yohanes Derosari, Marah.Foto : Yogi. M |
Kejadian ini berlangsung dalam Rapat Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kabupaten Lembata yang dihadiri oleh Sekertaris Daerah (Sekda) Petrus Toda Atawolo, dan beberapa staf Sekretariat Daerah Kabupaten Lembata, Selasa 29/1/2013 di ruang sidang DPRD Kabupaten Lembata.
“Pa Sekda, saya mau tanya kenapa itu Bupati belum
tandatangan Perbub tentang Perjalanan Dinas? ini beda sekali dengan
pemerintahan Ande Manuk, kalau pak Ande dulu hal-hal yang berkaitan dengan DPRD
dia langsung selesaikan. Ada apa dengan Bupati ini, apakah dia tidak mau tanda
tangan Perbub itu, karena kita turunkan anggaran perjalanan dinasnya dari Rp. 4
juta ke Rp. 2,5 juta?” hardik Derosari.
Hoat, demikian panggilan akrab Yohanes Derosari dihadapan
sejumlah anggota Banmus DPRD dan Sekda mengatakan, tertundanya penandatangan
Perbub dan beberapa Peraturan Daerah, adalah bentuk penghambatan terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dia menduga, tindakan Bupati Eliaser
Yentji Sunur dilandasi dendam peribadi.
Dengan nada penuh emosi, Ketua DPRD yang juga pimpinan Partai Golkar Lembata
ini mengatakan, Pengelolaan pemerintahan, tidak boleh
disamakan dengan pengelolaan sebuah perusahan. Apalagi sampai membawa masuk
persoalan pribadi kedalam urusan penyelenggaraan pemerintahan. Dia mengancam
akan terus melakukan perlawanan.
“Jangan bawa-bawa masuk urusan pribadi kedalam
penyelenggaraan pemerintahan. Kalau ada persoalan pribadi silahkan kita baku
jaga, tapi jangan menghambat penyelenggaraan pemerintahan. Ini pemerintahan,
tidak sama dengan kelola perusahaan. Kalau model begini mau jadi apa ini
Lembata? hancur daerah ini, saya akan lawan habis” ancam Hoat dengan nada keras
sambil mengetuk-ngetuk meja.
Beberapa kali terlihat Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Lembata
Yosep Meran Lagaor mencoba menengahi, namun selalu di tolak Hoat yang saat itu
bertindak sebagai pimpinan rapat. Suasana sidang semakin memanas, PNS lingkup
Sekretariat DPRD Lembata pun terlihat memadati area sekitar ruang sidang,
menyaksikan keributan ini.
Masih dengan nada kesal, Hoat meminta Sekda Petrus Toda
Atawolo untuk menjelaskan alasan tertundanya penandatanganan Perbub dan
beberapa perda tersebut. “sabar dulu pak wakil, saya minta Sekda coba jelaskan
dulu kenapa bisa jadi begini” kata Hoat, saat Wakil Ketua meminta untuk bicara.
Sementara itu, Sekda Lembata Petrus Toda Atawolo saat di
beri kesempatan untuk menjelaskan terkait tertundanya penandatanganan beberapa
peraturan itu mengatakan, naskah peraturan sudah berada di meja Bupati sejak
beberpa pekan silam, dirinya sudah meminta untuk di tandatangani. Namun hingga
Bupati melakukan perjalanan dinas ke Jakarta, peraturan itu belum di
tandatangani.
“Ini terkait kewenangan pak, peraturan itu sudah ada di meja
Bupati, saya beberapa kali sudah minta pak Bupati untuk tandatangan, tapi
sampai dengan beliau jalan ke Jakarta, peraturan itu belum beliau tandatangan”
jelas Sekda.
Lebih lanjut Sekda menjelaskan, walau Perbub tentang
perjalanan dinas itu belum ditandatangani, namun tidak berarti bawah tindakan
ini merupakan bentuk menghambat penyelenggaraan pemerintahan, perjalanan dinas
pejabat bisa dilakukan, sementara terkait biaya akan diselesaikan saat Perbub
itu resmi di tandatangani.
Akumulasi Persoalan
Sekda: Petrus Toda Atawolo dan Tim Eksekutif. Foto : Yogi. M |
“Saya menyadari kalau situasi ini didasari oleh akumulasi
persoalan yang tercipta selama ini, disini kewibawaan dua lembaga ini diukur,
jadi saya ajak semua kita untuk berpikir arif.
Marilah kita menanggapi semua masalah baik dalam sistim maupun diluar
sistim yang berkaitan dengan Lembata ini, dengan kepala dingin. Hanya dua
lembaga ini yang bisa menyelesaikan persoalan Lembata, dan jangan sampai kita
korbankan rakyat” harap Lagaor. (Yogi Making)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar