LEWOLEBA,FBC-Rencana Bupati Lembata, Eliyaser Yentji
Sunur mengalihfungsikan mesin penyulingan air laut menjadi air tawar di desa
Bunganmuda, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, menjadi pabrik
garam ternyata mendapat tanggapan sinis dari anggota DPRD Kabupaten Lembata
Fredy Wahon.
“Mengalihfungsikan
mesin penyulingan air laut menjadi air tawar menjadi mesin pabrik garam, itu
sebuah hal yang mustahil. Itu mimpi, dan jika bupati berpikir mimpinya itu baik
ya, silahkan lakukan,” demikian pernyataan Fredy Wahon menanggapi
rencana Bupati Lembata mengalihfungsikan pabrik penyulingan air laut menjadi
air tawar di desa Bungamuda menjadi pabrik garam, ketika FBC menemui di rumah
kediamannya di bilangan Wangatoa, kelurahan Selandoro, Lewoleba,
Jumat, (21/9/2012).
Sebagaimana pemberitaan floresbangit.com sebelumnya,
bahwa kepala desa Bungamuda, Anus Gawi, menyatakan alasan penghentian
pengoperasian alat penyulingan air laut, selain karena kekurangan bahan bakar
pada awalnya, tapi setelah masa pemerintahan Lembata Baru, Bupati
Eliyaser Yentji Sunur merencanakan akan mengalih fungsikan sebagai
pabrik garam.
Ketua Fraksi Nurani Peduli Keadilan (FNPK) DPRD
Kabupaten Lembata ini, lebih lanjut menjelaskan jenis mesin penyulingan air
laut menjadi air tawar di desa Bunganmuda itu jenis lain bukan jenis mesin
pabrik garam. “Saya mau mengatakan, bahwa mesin yang digunakan untuk
penyulingan air di desa Bungamuda itu, mesin jenis Reverse Osmosis (RO),
apabila bisa dialih fungsikan menjadi mesin pabrik garam itu temuan baru,”
katanya heran.
Fred, demikian sapaan Fredy Wahon, menegaskan,
layak atau tidaknya produk air hasil penyulingan itu harus didasarkan pada
hasil uji laboratorium yang dikeluarkan oleh lembaga yang berkompoten, dan
tidak sekadar disampaikan tanpa disadarkan pada sebuah hasil uji.
Uji laboraturium menurut Fred, dilakukan dengan melihat
beberapa zat yang terkandung dalam air hasil penyulingan, diantaranya, melihat
persentase kandungan zat asam (PH), zat padat terlarut (PDS), dan persentase
kandungan unsur logam terlarut, termasuk kandungan belerangnya, sementara
ambang batas ukuran kadar PH bagi orang indonesia adalah, 6,8% sampai 7,2%, jelasnya.
Sementara, terkait penghentian pengoperasian alat
penyulingan air laut menjadi air tawar di desa Bungamuda, Fred membantah, jika
penghentian itu disebabkan karena air hasil penyulingan air laut itu tidak
layak konsumsi seperti yang dikatakan Bupati Lembata. Menurut Fred,
pengehentian pabrik penyulingan air laut menjadi air tawar ini disebabkan
karena tingginya biaya beban produksi perbulan yang mencapai ratusan juta
rupiah.
“Penghentian pengoperasian alat itu karena tingginya biaya
operasional perbulan yang mencapai ratusan juta rupiah, jadi bukan karena air
hasil penyulingan dinyatakan tidak layak. Kalau air hasil penyulingan tidak
layak, kenapa pemerintah harus bangun lagi di desa Lamatokan ? Jadi,
jangankan masyarakat, sayapun merasa aneh dengan pernyataan bupati itu,” tegas
Fred.
FBC sempat menghubungi Bupati Lembata Eliyaser Yentji Sunur
via SMS guna meminta klarifikasi, namun sama seperti sebelumnya, Bupati tak
juga memberikan tanggapan apapun. ( Lukas Narek / Yogi Making)
Sumber: Floresbangkit.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar