LEWOLEBA, FBC- Impian warga Bungamuda, Kecamatan Ile
Ape, Kabupaten Lembata untuk menikmati air bersih dari hasil penyulingan
air laut kini pupus sudah. Warga terpaksa kembali mengkonsumsi air asin yang
bersumber dari sumur desa tetangga.
Kepala Desa Bunga Muda, Kecamatan Ile Ape, Anus Gawi saat
ditemui di kediamannya di Desa Bungamuda, Kamis (20/9/2012) mengaku, alat
penyulingan air laut menjadi air tawar itu sempat beroperasi selama tiga bulan
pasca peresmian, namun sejak dua tahun silam, warga tak lagi menikmati air dari
hasil penyulingan air laut.
Alasan penghentian pengoperasian alat penyulingan air laut
ini menurut Anus, awalnya dikarenakan kekurangan bahan bakar. Setelah masa
pemerintahan Lembata Baru, Eliyaser Yentji Sunur , air hasil penyulingan air
laut Bungamuda baru dinyatakan tidak layak konsumsi. Bagi Bupati Yance,
alat penyulingan air laut ini akan dialih fungsikan sebagai pabrik garam.
“Bupati bilang, alat penyulingan air laut
menjadi air tawar itu akan dijadikan pabrik garam. Karena air dari hasil
penyulingan itu tidak layak untuk kami konsumsi” ungkap Anus.
Terkait dengan itu, ia mengaku sempat mendatangi DPRD
Lembata untuk mengklarifikasi. Karena menurut Anus, pernyataan Bupati Lembata
ini sungguh membingungkan warga, namun hingga kini warga belum mendapat
kepastian yang jelas.
“Saya sudah berusaha untuk menemui DPRD dan mempertanyakan
hal ini, karena di zaman pemeritahan Bupati Andreas Duli Manuk dinyatakan layak
konsumsi, tetapi sekarang bilang tidak layak. Ini yang benar yang mana?”, tanya
Anus.
Lebih lanjut, Anus pun mepertanyakan pembangunan sarana
penyulingan air laut di Desa Lamatokan, Kecamatan Ile Ape Timur. Ia mengaku
heran, karena pabrik penyulingan air laut menjadi air tawar di Desa Lamatokan,
layak konsumsi. “Masyarakat desa ini sedang menikmati air hasil penyulingan air
laut ini. Sementara di desa Bungamuda yang menyedot dana puluhan Miliar dengan
teknologo modern, dianggap tidak layak konsumsi. Pemerintah mesti lebih jelas
dan dapat menunjukkan kepada masyarakat, apa yang membuat air hasil penyulingan
pabrik air laut Bungamuda tidak layak konsumsi,” lanjutnya.
Terkait rencana pengalihfungsian alat penyulingan air
menjadi pabrik garam, Anus berharap agar segera direaliasasikan, karena di
khawatirkan akan menjadi mubasir yang tentunya akan merugikan daerah.
Selain itu kata Anus, walau alat penyulingan tidak lagi beroperasi, pemda
setiap bulannya harus mengeluarkan dana mendekati tiga juta rupiah untuk
membiayai tiga orang tenaga honor yang ditugaskan di tempat ini.
Hal lain yang diungkap Anus dalam kesempatan itu adalah,
masalah ganti rugi tanah yang diambil pemerintah untuk pembangunan bak
resevoar. Bagi Anus, kalau pemerintah berencana mengalihfungsikan alat
penyulingan, maka masalah tunggakan harga tanah masyarakat, harus segera
diselesaikan.
“Tanah milik bapak Kamilus Kiti, yang diambil untuk
pembangunan bak resevoar, sampai saat ini belum diganti rugi, sehingga kalau
mau mengalihfungsikan pabrik penyulingan air laut ini menjadi pabrik garam maka
tuntaskan dulu harga tanah masyarakat kecil”, ungkapnya.
Terkait dengan masalah diatas, FBC mencoba mengkofirmasi
Bupati Lembata, Eliyaser Yentji Sunur melalui sort mesage service (SMS)
sebanyak dua kali. Namun hingga berita ini diturunkan Bupati tak jua memberikan
tanggapan. (Lukas Narek/Yogi Making)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar