TEMPO.CO , Jakarta:Hasil Pemilihan Kepala Daerah
DKI Jakarta, Kamis 20 September 2012 menunjukkan kemenangan calon kandidat tak
mutlak ditentukan oleh elit partai politik. Buktinya, meski pasangan Fauzi Bowo
dan Nachrowi Ramli didukung hampir seluruh partai politik yang duduk di kursi
legislatif, hasil penghitungan cepat atau quick count sejumlah lembaga survei
tidak menunjukkan kemenangan bagi inkumben.
»Ini bukti kurangnya kesolidan partai pendukung kubu Fauzi
dan Nachrowi. Suara grassroad lebih unggul dibanding suara elit,” kata pengamat
politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana saat dihubungi, Kamis, 20
September 2012.
Hitung cepat versi Lingkaran Survei Indonesia menunjukkan
pasangan Jokowi-Ahok memimpin dengan 53,75 persen. Pasangan inkumben Fauzi
Bowo-dan Nachrowi Ramli didukung 46,25 persen. Hasil yang tak beda jauh juga
ditunjukkan dari Lembaga Survei di Indonesia. Suara dari pasangan nomor urut
tiga itu memimpin dengan posisi 53, 77 persen. Sementara Indobarometer
menghitung, suara calon yang disokong PDI-Perjuangan ini menguasai 54,3 persen.
Dukungan dari koalisi partai politik pada pasangan
Fauzi-Nachrowi seperti Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, bahkan Partai
Keadilan Sejahtera, menurut Ari tidak membuktikan apa-apa. Bahkan, meski banyak
dukungan dari tokoh-tokoh politik, para alim ulama, dan elit politik lainnya,
nyatanya tidak berkesesuaian dengan suara masyarakat.
»Kemenangan Jokowi-Ahok sebenarnya merupakan suara
masyarakat kritis yang tidak puas dengan pemerintahan sebelumnya,” ujar Ari.
Meski begitu, seandainya Joko Widodo dan Basuki Tjahaja
Purnama menang di putaran kedua ini, implikasinya pada pemilihan legislatif dan
pemilihan presiden 2014 tidak signifikan. Sebab, masyarakat kritis ini hanya
memilih kandidat, bukan partai.
»Kemenangan Jokowi yang diusung PDIP dan Gerindra tidak akan
menimbulkan efek kongruen pada pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2014
mendatang karena yang dipilih masyarakat adalah kandidatnya,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar