Halaman

Sabtu, 09 Juni 2012

Perda Pendidikan Partisipatif Solusi Menuju Lembata Cerdas 2022

Sebuah persoalan pelik yang sedang dihadapi oleh kabupaten lembata adalah rendahnya sumber daya manusia yang berdampak pada ketidakmampuan warga dalam mengelola sumberdaya alam yang ada di Lembata. hal ini ditemukan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh The Institutie for Ecosoc Rights dan Eurropaan Union dalam kerja sama dengan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lembata di Aula Don Bosko Susteran CIJ Lewoleba 2 – 6 Mei 2012 beberapa pekan silam.
Diakui bahwa dunia pendidikan Lembata dewasa ini sedang dalam keterpurukan. Hal mana dapat dibutikan dengan tingkat kelulusan siswa yang rendah dalam beberapa tahun belakangan ini. Selain itu rendahnya partipasi masyarakat dalam mendorong majunya dunia pendidikanpun masih menjadi sebuah masalah serius.
Oleh karenanya diskusi yang diselenggarakan selama empat hari yang dihadiri  oleh berbagai pemangku kepentingan dilembata ini sepakat untuk terbentuknya sebuah peraturan daerah sebagai landasan hukum penyelenggaraan pendidikan lembata. Perda dimaksud selain mengatur tentang intervensi pemerintah, juga mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam mendorong terselenggaranya pendidikan berbasis hak demi penuntasan belajar 12 tahun.
Otonomi memberikan ruang yang terbuka bagi setiap daerah untuk mengatur dirinya sendiri, termasuk dunia pendidikan. Kondisi masyarakat lembata yang tergolong miskin, mestinya peran pembiayaan pendidikan sudah harus diambil alih oleh pihak pemerintah dan swasta. Dimana selama ini baik pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah dan pihak swasta belum maksimal dalam mengambil peran ini. Pemanfaatan dana APBD belum diarahkan kepada sekolah-sekolah. Dana pendidikan lembata lebih besar diarahkan pada operasional dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, dimana sebagaian besarnya terserap untuk biaya aparatur, sementara hanya sebagian kecil saja yang dimanfaatkan untuk pembagunan sarana dan prasarana serta perbaikan mutu sekolah.
Dilain pihak, Budaya Tulun Talin masyarakat lamaholot adalah potensi yang dapat dikembangkan dalam dunia pendidikan. Hal mana selama ini budaya tulun talin hanya dimanfaatkan dalam urusan-urusan adat perkwinan. Jika potensi kearifan lokal ini didorong untuk membantu meringankan beban pendidikan maka diyakini visi ”Terwujudnya Pendidikan Partisipatif menuju Lembata yang Cerdas dan Bermartabat tahun 2022” tercapai.
 Perda Pendidikan Lembata dalam Tahap Perampungan
Sebagaimana telah disepakati dalam diskusi empat hari yang diselenggarakan berkat kerjasama DPRD lembata dengan The Institut for Ecosoc Rights dan Eurropaan Union, telah dibentuk sebuah tim kerja yang bertugas untuk menyusun sebuah  rancang peraturan daerah, yang nantinya akan diusulkan melalaui DPRD Kabupaten Lembata untuk dibahas dan ditetapkan.
“Perda dimaksud sekarang dalam proses perampungan. tim terus berkeja untuk merampungkan penyusunan draf Perda Pendidikan”. Kata Amran Atamaran, saat ditemui usai mengikuti diskusi pembahasan draf Ranperda Pendidikan di salah satu rumah makan di kota lewoleba, 8/6/2011.   
Menurut rencana Perda ini sudah selesai dibahas dan diserahkan kepada DPRD pada awal bulan Juni ini, namun karena berbagai kendala teknis yang diahadapi sehingga draf perda masih dalam bentuk penyempurnaan, dan mudah-mudahan akan selesai dan diserahkan ke DPRD dalam waktu dekat ini. Lanjut Amran
Penyusunan draf ranperda, dilandaskan pada hasil penelitian The Institut for Ecosoc Rights tahun 2007 yang diperkaya dengan masukan-masukan dari berbagai elemen masyarakat dalam diskusi yang diselenggarakan sejak tanggal 2 hingga 4 Mei 2012 lalu.
Dalam penyusunan, tim tidak bekerja sendiri. Tetapi dibantu oleh dua orang pakar dari Brawijaya Malang. Namun demikian kesibukan para anggota dan finansial merupakan sebuah kendala. Tetapi semangat untuk memajukan dunia pendidikan Lembata tidak terus memacu tim untuk bekerja. (Yogi Making)