Halaman

Senin, 11 Juni 2012



MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

SALINAN
PERATURAN BERSAMA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI, MENTERI DALAM NEGERI,
MENTERI KEUANGAN, DAN MENTERI AGAMA

NOMOR 05/X/PB/2011
NOMOR SPB/03/M.PAN-RB/10/2011
NOMOR 48 Tahun 2011
NOMOR 158/PMK.01/2011
NOMOR 11 Tahun 2011

TENTANG

PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI, MENTERI DALAM NEGERI,
MENTERI KEUANGAN, DAN MENTERI AGAMA,
 
Menimbang      
:              
a.       bahwa berdasarkan data guru, terdapat kekurangan atau kelebihan guru pada satuan pendidikan, pada suatu kabupaten/kota, dan/atau provinsi serta adanya alih fungsi guru sehingga menimbulkan kesenjangan pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi;
b.      bahwa untuk menjamin pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai negeri sipil dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi lain;
c.       bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat          :              
1.       Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

2.       Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

3.       Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

4.       Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

5.       Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

6.       Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

7.       Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4015) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4332);

8.       Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 164);

9.       Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);

10.   Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
                               
M E M U T U  S K A N :

Menetapkan      :              
PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI, MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEUANGAN, DAN MENTERI AGAMA TENTANG PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL.
                               
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:
                 
1.       Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.       Guru Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut guru PNS adalah guru yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil.
3.       Penataan guru PNS adalah proses menata ulang agar rasio, kualifikasi akademik, distribusi, dan komposisi guru PNS sesuai dengan kebutuhan riil masing-masing satuan pendidikan.
4.       Pemindahan guru PNS adalah proses penugasan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang berdampak pada perubahan satuan administrasi pangkal yang bersangkutan.
5.       Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
6.       Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
7.       Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
                               
Pasal 2

Ruang lingkup guru PNS yang dimaksud dalam Peraturan Bersama ini adalah guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru bimbingan dan konseling/konselor pada satuan pendidikan taman kanak-kanak/taman kanak-kanak luar biasa/raudhatul athfal/bustanul athfal, sekolah dasar/sekolah dasar luar biasa/madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama/sekolah menengah pertama luar biasa/madrasah tsanawiyah, dan sekolah menengah atas/sekolah menengah atas luar biasa/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah/madrasah aliyah kejuruan dan bentuk lain yang sederajat yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah.
                               
BAB II
KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU

Pasal 3
                               
1.       Menteri Pendidikan Nasional menetapkan kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional.
2.       Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan antarprovinsi, antarkabupaten/kota pada provinsi yang berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
3.       Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. 
4.       Menteri Agama membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
5.       Menteri Dalam Negeri:
a.       mendukung pemerintah daerah dalam hal penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional;
b.      memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan menjadi bagian penilaian kinerja pemerintah daerah.
                               
6.       Menteri Keuangan mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
                               
7.       Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan melalui penetapan formasi guru PNS.

8.       Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
                               
BAB III
KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI ATAU KABUPATEN/KOTA
Pasal 4
                               
1.       Gubernur bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru PNS.
2.       Bupati/Walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS.
3.       Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
4.       Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
5.       Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi.
6.       Penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
7.       Analisis kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.

               
               
BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU PNS
Pasal 5

               
               
1.       Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan memantau dan mengevaluasi secara bersama-sama pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
2.       Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing memantau dan mengevaluasi secara spesifik pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan.
3.       Gubernur memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarpendidikan di kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.

               
               
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 6


               
1.       Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara teknis di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
2.       Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara umum dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri.
3.       Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikari, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan Kementerian Agama dilaksanakan oleh Menteri Agama.



4.       Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Gubernur.

BAB VI
PENDANAAN
Pasal 7

               
1.       Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

2.       Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota dalam satu provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada APBD provinsi sesuai dengan mekanisme yang berlaku.


3.       Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

               

BAB VII
PELAPORAN PENATAAN DAN PEMERATAAN
Pasal 8

               
               
1.       Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan.
2.       Gubernur mengusulkan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Maret tahun berjalan.

3.       Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan.
4.       Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
5.       Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi paling lambat bulan Mei tahun berjalan.
6.       Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat bulan Juli tahun berjalan.
7.       Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

               
               
BAB VII
PELAPORAN PENATAAN DAN PEMERATAAN
Pasal 8

1.       Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan.
2.       Gubernur mengusulkan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Maret tahun berjalan.
3.       Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan.
4.       Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
5.       Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi paling lambat bulan Mei tahun berjalan.
6.       Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat bulan Juli tahun berjalan.
7.       Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

BAB VIII
SANKSI
Pasal 9

1.       Menteri Pendidikan Nasional menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai dengan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
2.       Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas dasar rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunda pemberian formasi guru PNS kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.       Menteri Keuangan atas dasar rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan penundaan penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.       Menteri Dalam Negeri atas dasar rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan penilaian kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

               




BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
               
Ketentuan teknis yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Bersama ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama sesuai kewenangan masing-masing.
               
Pasal 11
Peraturan Bersama ini mulai berlaku efektif pada tanggal 2 Januari tahun 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2011
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,


(TTD)

MOHAMMAD NUH
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,

(TTD)

E. E. MANGINDAAN

MENTERI DALAM NEGERI,

(TTD)

GAMAWAN FAUZI

MENTERI KEUANGAN,

(TTD)

AGUS D. W. MARTOWARDOJO
MENTERI AGAMA,

(TTD)

SURYADHARMA ALI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

(TTD)

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 610

SKB LIMA MENTERI PERKARA BARU TUK DUNIA PENDIDIKAN

Surat Keputusan Bersama (SKB) lima Menteri Nomor 05/X/PB/2011, NOMOR SPB/03/M.PAN-RB/10/2011, NOMOR 48 Tahun 2011, NOMOR 158/PMK.01/2011, dan NOMOR 11 Tahun 2011, Tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Merupakan lonceng kematian bagi Guru tidak tetap, khususnya yang mengajar di sekolah negeri. Peraturan Bersama Lima Menteri ini menegaskan (kembali) kewajiban guru PNS untuk mengajar di depan kelas minimal 24 jam per minggu.
Terkait dengan SKB itu Menteri Kemendikbud, Mohammad Nuh, dalam penjelasannya mengatakan Kondisi guru di Indonesia ini sejatinya mencukupi. Tapi gara-gara ada ketimpangan distribusi, maka ada sekolah tertentu di daerah tertentu kekurangan guru. Bahkan, ada mata pelajaran tertentu di sekolah tertentu, yang juga kekurangan guru.
Untuk memperjelas pernyataan Kemendikbud, Mohammad Nuh, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan Musliar Kasim menambahkan, SKB lima menteri juga dibuat untuk menjawab keluhan dan permasalahan terkait distribusi guru. Sebab, di beberapa daerah seringkali ditemukan jumlah guru yang melebihi kebutuhan, sedangkan di daerah lainnya justru kekurangan guru.
Roh atau semangat dari dalam SKB itu adalah untuk menarik seluruh urusan tata kelola guru yang ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota menjadi wewenang propinsi dan pusat. Dengan diterbitkan SKB tersebut diharapkan pengelolaan guru menjadi lebih baik sehingga dunia pendidikan negeri ini akan mampu melahirkan generasi yang baik, generasi yang beriman dan berakhlak shaleh.
Namun demikian SKB 5 Menteri yang telah diberlakukan mulai Januari 2012 ini ternyata banyak menuai kritikan. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebutkan bahwa dalam implementasinya, SKB 5 Menteri ini menimbulkan kekacauan, ketidakharmonisan di antara guru dan banyak guru kehilangan pekerjaan serta terancam dicabut tunjangan sertifikasinya.
Merujuk pendapat Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti, ada sejumlah dampak negatif yang merugikan guru dan siswa akibat pelaksanaan SKB 5 Menteri tersebut, di antaranya:
1)    SKB 5 Menteri mengabaikan peningkatan mutu pendidikan. Dalam SKB 5 Menteri dirumuskan bahwa guru harus mengajar (tatap muka) minimal 24 jam dan maksimal 40 jam. Akibatnya akan terjadi “pertikaian” horizontal di lapangan lantaran perebutan jam mengajar. Pembulatan ke bawah jam tatap muka guru mengakibatkan banyak guru PNS yang tidak memperoleh 24 jam di tempatnya bertugas. Sehingga para guru jadi saling serang dan menganggap guru lainnya sebagai ancaman. Kondisi semacam ini jika dibiarkan akan berakibat pada kondisi sekolah yang tidak harmonis, terlebih dasar pembagian jam mengajar di banyak sekolah tidak merujuk pada ketentuan SKB 5 Menteri ini. Pembagian lebih didasarkan pada senioritas bukan kompetensi dan kinerja atau prestasi.
 2)    SKB 5 Menteri memicu mutasi guru nasional secara besar-besaran. Setidaknya SKB 5 Menteri yang diberlakukan pemerintah berpeluang memutasi 20-50 persen guru PNS di sekolah negeri. Perkiraan itu didasarkan pada SKB yang menentukan rumus perhitungan kebutuhan guru di setiap satuan pendidikan.
 3)    SKB 5 Menteri mengakibatkan guru tidak fokus. Ketentuan SKB 5 Menteri tentang waktu tatap muka untuk sekolah lain (75 persen) dan untuk sekolah induk (25 persen) berakibat pada pemborosan energi, tidak fokusnya guru dalam memberikan materi, menghambat karir, serta mengganggu perekonomian guru. Padahal dalam pelaksanaannya, tugas tatap muka memerlukan waktu, tenaga, biaya, dan energi yang cukup besar. Dengan perkiraan mengajar di dua sampai empat sekolah, maka waktu guru banyak tersita dalam perjalanan menuju sekolah dan membuat guru tidak fokus mengajar.
 4)    Mengancam guru dan Sekolah swastaDalam SKB 5 Menteri, para guru PNS yang kekurangan jam mengajar (belum 24 jam) hanya diperbolehkan menutupi kekurangan jamnya dengan mengajar di sekolah negeri. Sementara, guru yang memiliki tugas tambahan menjadi staf, wali kelas, pembina, dan piket sama sekali tidak memperoleh penghargaan (dalam bentuk jam). Sehingga, memaksa mereka memenuhi kewajiban tatap muka minimal 24 jam. Ketentuan ini dinilai dapat menghilangkan hak anak-anak miskin untuk memperoleh pembelajaran dari guru yang sudah disertifikasi lantaran adanya dikotomi antara siswa sekolah swasta dan negeri. Selain itu keputusan dalam SKB 5 Menteri yang akan menarik guru PNS dari sekolah swasta juga berdampak buruk, terutama dalam upaya mempercepat pemerataan kualitas sumber daya manusia di sekolah swasta.
5)    SKBM 5 Menteri secara tidak langsung mengharuskan guru berhenti belajar. Dampak negatif lain dari implementasi SKB 5 Menteri adalah  hilangnya waktu bagi para guru untuk membaca dan menulis lantaran disibukkan kesana kemari guna memenuhi kewajiban mengajar minimal 24 jam. Akhirnya para guru harus merasa puas dengan ilmu yang “apa adanya” lantaran tidak memiliki cukup waktu untuk belajar dan membaca. Tentu saja pihak yang paling dirugikan dalam hal ini adalah peserta didik, terutama dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.

Dampak SKB Terhadap Kemajuan Pendidikan Lembata.

Dunia Pendidikan Lembata, hampir sebagian besarnya diselenggarakan oleh pihak swasta, tidak hanya di dunia pendidikan dasar, namun sampai pada dunia pendidikan menengah dan atas. Terkait dengan pemberlakuan SKB Lima Menteri, banyak sekolah swasta terancam kekuarangan guru yang bisa berdampak pada matinya sebuah lembaga pendidikan. Hal ini disebabkan kerena banyak guru PNS yang ditempatkan pada sekolah-sekolah swasta, terutama sekolah swasta yang terletak di ibu kota kabupaten, jika SKB Lima Menteri ini benar-benar diimplementasikan maka jelas akan terjadi pemerataan guru PNS pada sekolah-sekolah negeri yang terletak di pelosok lembata yang selama ini mengeluhkan kekurangan guru. Dan sudah pasti sekolah swasta yang sedikit diringankan karena mendapat bantuan tenaga pengajar guru PNS akan mengalami kekurangan guru.  
Walau demikian kita tentu berharap dengan pemberlakuan SKB Lima Menteri ini, dapat memperbaiki mutu pendidikan di Kabupaten Lembata menuju kearah yang lebih baik,  bukan malah sebaliknya hanya akan menambah beban sekaligus bobrok dalam pengelolaan pendidikan di negeri tercinta ini… (Yogi Making-dari berbagai sumber)

Minggu, 10 Juni 2012

CARI NAFKAH DIBAWAH TERIKNYA MENTARI

Kebijakan pembangunan pasar belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat kecil, selain jauh dari jangkaun masyarakat, juga Lapak-lapak yang dibangun dengan menggunakan dana ratusan juta itu ternyata tak peruntukan bagi pedagang kecil. Lihat saja, jika sesekali anda mengunjungi Pasar Pada, anda akan mendapati sebuah pemandangan yang memilukan, dimana pedagang kecil yang rata-rata datang dari pelosok lembata dan sengaja datang untuk menjajahkan hasil pertanian seperti pisang, ubi juga sayur-sayuran harus berpanas ria. Tak satupun lapak yang dipakai, setidaknya untuk berteduh. Sementara tak jauh dari mereka terdapat lapak-lapak yang semuanya sudah ditempati oleh pedagang pakaian dan barang kelontongan.

Seorang ibu saat saya temui minggu, 10/6/2012 mengatakan, hal seperti ini sudah biasa mereka lakoni sejak pertama pasar ini berdiri, baginya bukan soal panas tetapi barang dagangan yang dibawah dari kampungnya dapat terjual habis, sehingga uang dari hasil jualan dapat mereka bawah pulang untuk memenuhi kebutuhan hidup dikampung.

Lalu apakah keadaan seperti ini harus terus mereka jalani? “kami ini orang kecil, kami tidak mampu berbuat banyak. 

Kami hanya berharap pemerintah dapat memperhatikan kami. Walau dalam satu minggu kami datang satu kali ke pasar tetapi kami juga bayar pajak pasar”, kata mama Mery, pedagang asal kecamatan Atadei.   
Karena lokasi yang diperuntukan bagi pedagang dari kampung ini sempit, mereka sengaja datang satu hari sebelum hari pasar di kota Lewoleba dimulai. Selain itu, jika mereka datang bertepatan dengan hari pasar, barang dagangan yang dibawah biasanya tak habis terjual. Cerita mama mery. (Yogi Making)