Halaman

Sabtu, 13 Oktober 2012

Soal DAK Lembata 2011 : DPRD Masih Tunggu Kelengkapan Data, Aldiras Segera Lapor Polisi



LEWOLEBA,FBC- Pimpinan DPRD Lembata belum bisa mengeluarkan surat pelimpahan kasus dugaan penyelewengan dana, dalam proyek pengadaan buku yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Lembata tahun 2011.

Keputusan paripurna DPRD Lembata pada Selasa 2/10/2012 silam, tentang pelimpahan kasus DAK 2011 ke pihak polisi, masih harus menunggu sampai batas waktu enam puluh hari sebagaimana yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Wakil ketua II DPRD Kabupaten Lembata, Yoseph Meran Lagor, mengatakan hal itu ,  saat dikonfirmasi FBC, melalui pembicaraan telepon, Kamis, (11/10/2012) malam lalu.

Dia membenarkan jika DPRD Kabupaten Lembata telah memutuskan melalui rapat paripuna untuk membawa kasus DAK 2011 ini ke ranah hukum, namun hingga saat ini, kasus DAK 2011 yang diduga melibatkan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO), Kabupaten Lembata,  Alex T. Making belum dilakukan. Menurutnya, hal ini dikarenakan, data-data lain sebagai lampiransuratpelimpahan kasus belum lengkap.
“Rapat itu sudah kita selesaikan, namun kita masih butuh waktu untuk memproses keputusan sidang itu. Kita butuh data tambahan lain sebagai lampiran,” jelasnya.

Selain itu Yoseph Meran mengatakan, argumentasi-argumentasi yang terbangun dalam rapat paripuna DPRD Lembata saat itu, masih mengambang dari sisi aturan. Permendagri Nomor 13 tahun 2010 mestinya menjadi acuan, dalam regulasi itu. DPRD hanya diberikan dua opsi, yakni, meminta BPK untuk mengklarifikasi hasil temuan atau DPRD meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.

Dia mengatakan, walau telah diputuskan melalui paripurna untuk pelimpahan kasus dari DPRD ke pihak polisi, DPRD Lembata harus berdasar pada rujukan aturan yang benar.

“Jadi kita mau lapor pakai dasar apa?, coba, saya mau tanya, Kita harus tunggu sampai batas waktu enam puluh hari. Jika dalam enam puluh hari itu, tidak ada tindak lanjut dari PPO terhadap rekomendasi BPK, maka itu sudah terjadi tindakan kriminal dan segera kita laporkan ke polisi.  Kalau kita buat laporan sekarang, terus orang balik lapor kita siapa yang tanggungjawab?” tegasnya.

Yoseph Meran, yang saat dikonfimasi mengaku sedang berada di Kupang mengatakan, hasil keputusan rapat itu, dapat ditindak lanjuti jika BPK sudah memastikan adanya kerugian negara dalam proyek tersebut.
Sementara, Ketua DPRD Lembata Yohanes Derosari yang terlebih dahulu dikonfirmasi FBC, diruang kerjanya Kamis, 11/10/2012 mengatakan, hingga saat ini, dirinya selaku ketua DPRD belum mendapat laporan resmi dari wakil ketua II DPRD Kabupaten Lembata Yosep Meran Lagaor, terkait keputusan paripurna tersebut.

“Coba tanya saja ke wakil ketua II, dia yang pimpin rapat waktu itu. Karena saya sedang tugas ke luar Lembata, dan sampai sekarang pun saya belum dapat laporan resmi dari beliau.”

Walau belum mendapat laporan dari wakil ketua II, Ketua DPRD Lembata, Yohanes tak mau gegabah dalam mengambil langkah. Ia pun senantiasa berharap keputuskan rapat paripurna DPRD untuk melimpahkan temuan BPK terhadap proyek pengadaan buku yang bersumber dari DAK tahun 2011 ke pihak Polisi, DPRD mengacu pada Permendagri nomor 13 tahun 2010, seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh wakil ketua II DPRD kabupaten Lembata.

 Bantah Tudingan Main Mata

Menanggapi tudingan yang mengatakan pimpinan DPRD Lembata “main mata” dengan pihak Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) karena dinilai lamban mengeluarkan surat pelimpahan kasus, dugaan penyelewengan dana dalam proyek pengadaan buku tahun 2011 yang bersumber dari dana DAK Kabupaten Lembata, ketua dan wakil ketua DPRD Lembata, tegas membantah.

“Bicara ini harus ada bukti, jangan main isu yang tidak benar. untuk apa itu?, Kalau kemudian ditemukan ada kerugian negara dalam proyek pengadaan buku itu, kita akan bawa ke ranah hukum, tidak mungkin kita petieskan,”ungkap ketua DPRD Lembata.

Begitupun dengan wakil ketua II DPRD Lembata, Yos Meran Lagaor. Yos Meran bahkan mengancam untuk melaporkan siapa saja ke pihak polisi, karena dianggap mencemarkan nama baiknya.

“PPO terlalu banyak masalah, saya juga tidak suka itu, jadi jangan main tuding sembarang. Saya sangat jeli melihat aturan. Tidak ada itu, siapa yang kasih tahu bahwa saya terima suap, kalau saya tahu saya akan lapor dia ke polisi,” kata Yos Meran.

Kadis PPO tak Ingin Komentar Soal Keputusan DPRD Lembata
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Kadis-PPO) Kabupaten Lembata, Alex T. Making, saat ditemui usai mengikuti apel bendera dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke 13 otonomi Kabupaten Lembata, Jumat, 12/10/2012, mengaku tak mau berkomentar tentang keputusan paripurna DPRD Lembata.

Dia mengatakan, apapun yang diputuskan dalam paripurna DPRD, adalah menjadi kewenangan DPRD. Namun dirinya yakin bila sampai dengan batas waktu enam puluh hari, sebagaimana yang direkomendasikan Badan Pemeriksa Keuangan, semua buku sudah terdistribusi ke sekolah penerima proyek.

“Pemerintah tetap menindak lanjuti rekomendasi BPK. Sekarang semua buku sudah ada di Lewoleba. Dalam enam puluh hari, batas waktu yang ditetapkan BPK, semua buku sudah masuk ke sekolah penerima proyek. Saya tidak mau komentar soal keputusan paripurna, itu kewenangan DPRD” jelas dia.

Aldiras Segera Lapor Polisi

Panitia proyek pengadaan buku tahun 2011 yang bersumber dari Dana Aloasi Khusus kabupaten Lembata, dinilai telah melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya, orang lain atau koorporasi yang mengakibatkan kerugian negara. Pernyataan 100% dengan menandatangani berita acara penerimaan barang, dimana tidak sesuai dengan kenyataan lapangan adalah perbuatan melawan hukum.

“Hasil temuan BPK menunjukan bahwa buku pada beberapa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) belum datang sesuai adendum kontrak, tetapi panitia berani menandatangi berita acara penerimaan barang, dan menyatakan seratus persen pekerjaan, tindakan ini adalah tindakan melawan hukum karena diduga telah melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain maupun koorporasi.”

Pernyataan  ini disampaikan koordinator Aliansi Kebenaran dan Keadilan Anti Kekerasan (Aldiras) Lembata, Petrus Bala Wukak, SH, saat ditemui di kediamannya di bilangan Tujuh Maret, kelurahan Lewoleba, Kecamatan Nubatukan, Jumat, 12/10/2012.

Oleh karena menduga telah terjadi kerugian negara, Aldiras, melalui Petrus Bala Wukak mengaku sedang menggalang kekuatan dari berbagai elemen masyarakat untuk membuat pengaduan langsung ke pihak Polisi, serta melakukan presure melalui aksi demonstrasi.

“Aldiras akan melakukan demonstrasi sekaligus menyerahkan laporan atas dugaan penyelewengan dana terhadap proyek pengadaan buku tahun 2011, sekarang kami sedang menggalang kekuatan dari berbagai elemen masyarakat,” tegasnya.

Piter mengaku, aksi menggalang kekuatan dari berbagai elemen masyarakat untuk melakukan demonstrasi dan membuat laporan polisi ini, dilakukan Aldiras, karena lambanya respon pihak penegak hukum dalam menindaklanjuti laporan hasil temuan BPK itu. (Yogi Making)

Sumber :floresbangkit.com 

Foto : Ketua DPRD Lembata, Yoh. Derosari, Kadis PPO, Alex T. Making, Koordinator Aldiras, Petrus Bala Wukak

Persetujuan DPR atas Gedung Baru KPK Berkat Pidato SBY


VIVAnews – Komisi III Bidang Hukum DPR sepakat mencabut tanda bintang pada pembahasan anggaran gedung baru KPK. Artinya, DPR kini merestui pembangunan gedung baru KPK.

Anggota Komisi III, Martin Hutabarat, mengatakan restu DPR atas pencairan anggaran pembangunan gedung baru KPK itu merupakan imbas dari pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin malam, 8 Oktober 2012, terkait perseteruan KPK-Polri.

“Ini semua adalah imbas dari pidato Presiden SBY yang menunjukkan ketegasannya. Ia tidak ragu-ragu dalam memberantas korupsi,” kata Martin, Jumat 12 Oktober 2012.

Rapat Komisi III DPR yang digelar semalam, Kamis 11 Oktober 2012, pun dalam 15 menit memutuskan pencabutan tanda bintang pada anggaran gedung baru KPK, sehingga gedung permanen lembaga pemberantasan korupsi itu bakal dibangun tahun 2013-2015.

Pesetujuan itu dicapai dengan suara bulat oleh seluruh fraksi yang ada di DPR. “Ini sangat mengejutkan karena minggu lalu rapat Komisi III DPR masih menolak usulan KPK untuk membangun gedung baru,” ujar Martin.

Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan perwakilan fraksi-fraksi yang ada di Komisi III mengungkapkan mereka mendapat perintah dari pimpinan partai masing-masing untuk mendukung pembangunan gedung baru KPK.

Selain menyetujui pembangunan gedung baru KPK, rapat Komisi III DPR semalam juga memutuskan untuk meningkatkan anggaran dalam jumlah besar bagi Kepolisian dan Kejaksaan terkait tugas pemberantasan korupsi.

“Sehingga untuk anggaran tahun 2013, pendapatan dan fasilitas bagi penyidik Polri di Kepolisian dan Jaksa di Kejaksaan sama besarnya dengan penyidik dan penuntut di KPK. Dengan demikian tidak boleh lagi ada alasan tidak efektifnya penyidikan korupsi di Kepolisian karena penghasilan dan fasilitas yang kurang dibanding di KPK,” kata Martin. (ren)

Sumber : VIVAnews.com

Jumat, 12 Oktober 2012

Tudingan Megawati "Penumpang Gelap" Mengarah ke Gerindra



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menyebut ada "penumpang gelap" yang seolah merasa dirinya paling berjasa memenangkan Joko Widodo alias Jokowi terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta untuk Periode 2012-2017.

"Pilkada Jakarta juga telah membuka jalan bagi para “penumpang gelap” untuk ikut menikmati sukses tanpa merasa terganggu sedikitpun secara moral. Pilkada Jakarta telah membuka tabir betapa sempitnya pemahaman banyak pihak terhadap politik. Kita menyaksikan bagaimana elit dan cerdik pandai berlomba merayakan kemenangan sambil menyingkirkan pihak yang kalah. Politik seakan menjadi hanya persoalan menang-kalah. Mereka dengan lantang seakan mengatakan, menang adalah puncak dari semua keagungan politik. Kalah adalah gambaran dari kebodohan dan keterbelakangan dalam politik," kata Megawati dalam sambutannya di Arena Rakernas II PDI Perjuangan di Surabaya, Jumat (12/10/2012) sore.

Menanggapi soal itu, Pengamat Politik UI Iberamsjah menilai tudingan Megawati soal "penumpang gelap" itu sebenarnya diarahkan ke Gerindra dan juga Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo.

"Ini sebagai buntut persaingan Gerindra dan PDIP," kata Iberamsjah ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Jumat (12/10/2012).

Menurut dia, Megawati menangkap kesan seolah Gerindra yang bekerja keras memenangkan Jokowi jadi gubernur DKI Jakarta. "Banyak dimuat media massa yang menyindir pertama kali soal itu kan Taufik Kiemas," kata dia.

Padahal, menurut Iberamsjah, PDIP sangat berperan besar memenangkan Jokowi jadi gubernur DKI Jakarta. 'Jokowi kan kader PDIP. Dan semua kader PDIP turun memenangkan Jokowi," ujarnya.

Di luar itu, Iberamsjah mengatakan Petinggi Gerindra Fadli Zon pernah di sebuah wawancara televisi menyebut Gerindra dan Prabowo berjasa memenangkan Jokowi.

"Harusnya tidak usah klaim seperti itu. Seakan-akan Bu Mega kan tidak ada kerjaan memenangkan Jokowi. Memang sejak awal ada yang sudah mencium putus kongsi PDIP dan Gerindra ini," katanya.
Sumber : Tribunnews.com

Kamis, 11 Oktober 2012

Angie Pernah Ancam Goyang DPR




TEMPO.CO, Jakarta - Angelina Sondakh ternyata pernah membesuk Mindo Rosalina Manulang di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu sekitar 26 April 2012. Kepada Rosa, mantan anggota Badan Anggaran DPR itu bercerita kalau dirinya sudah 'diamankan' Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum. Pengamanan ini diberikan  supaya Angie bungkam tentang keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus korupsi Hambalang.

"Kalau tidak (diamankan) nanti saya bisa marah besar. Saya bisa bikin tsunami di Senayan, lebih dahsyat dari Nazar," ujar Rosalina Manulang, menirukan ucapan Angelina. Keterangan ini ada dalam berita acara pemeriksaan Rosa yang dibacakan jaksa pada sidang Angie di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis, 11 Oktober 2012.

Angelina alias Angie adalah mantan anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Demokrat. Ia didakwa menerima suap Rp 12,58 miliar dan US$ 2,35 juta terkait penganggaran proyek Kementerian Pendidikan serta Kementerian Olahraga tahun anggaran 2010-2011. Duit diduga berasal dari Permai Grup, perusahaan M Nazaruddin, bekas Bendahara Partai Demokrat yang menjadi terpidana suap wisma altet.
Perusahaan itu adalah induk dari PT Anak Negeri, perusahaan Mindo Rosalina. Rosa yang kini menjadi terpidana suap proyek wisma atlet SEA Games, Palembang, adalah orang yang banyak membeberkan keterlibatan Angie dalam sejumlah kasus.

Angie seperti yang ditirukan Rosalina juga mengatakan baru saja menemui Anas di rumahnya. Pertemuan itu dilakukan karena dirinya tidak mau dikorbankan sendiri dalam kasus ini. Ia pun berharap agar Rosa bisa membantu dirinya supaya tidak terjerat.

"Saya lagi stres banget nih mbak, seolah-olah ini semua saya," ujar Angie. "Tolong lah bantu saya, mudah-mudahan setelah bebas kita cari kerjaan yang bener aja."

Namun permintaan Angie tak mau dipenuhi Rosalina. Ia beralasan tak tahu cara membantu Angie agar tidak terseret dalam kasus ini. Sebab, bukan hanya dirinya yang bersaksi tetapi banyak orang lain dari kantornya ikut memberi keterangan tentang keterlibatan Angie.

Lagi pula, lanjut Rosalina ke Angie, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyita telepon selulernya yang berisi percakapan dengan Angie. " Lalu Ibu Angie bilang paling tidak Mbak Rosa bantu saya. Kita sama-sama sebagai seorang ibu," ujar Rosa.

Rosalina dalam persidangan membenarkan bahwa dirinya pernah menceritakan pertemuannya dengan Angie dalam berita acara pemeriksaan KPK. "Benar bahwa itu keterangan saya," ujarnya.

Sumber : Tempo.com
Keterangan foto : Angelina Sondakh 

Rabu, 10 Oktober 2012

Ketua MK: Flores jadi miniatur Indonesia dalam kerukunan beragama


Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Mohammad Mahfud MD mengatakan, Flores pada umumnya dan Kabupaten Manggarai Barat pada khususnya merupakan miniatur Indonesia dalam kerukunan umat beragama. Pluralisme yang sangat bagus dialami di Pulau Flores.

Umat beragama di Kabupaten Manggarai Barat, entah itu agama Katolik, Islam dan agama-agama lainnya, saling menghargai dalam kehidupan berbangsa, berneagara dan beragama dan selama ini tidak ada konflik antarpemeluk agama di Kabupaten Manggarai Barat dan di wilayah Pulau Flores.

Demikian pernyataan Mahfud, Rabu (22/8/2012), di rumah jabatan bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dulla, seusai jamuan makan malam bersama dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan Alumni Seminari Beato Yohanes Paulus II, seperti dilansir kompas.com.

Mahfud menjelaskan, Indonesia harus belajar dari masyarakat Flores dan Kabupaten Manggarai Barat soal pluralisme yang sangat dibina dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan sosial dan keagamaan di Kabupaten Manggarai Barat, saat kunjungan ini, nampak jelas.

Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dulla mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat berterimakasih atas kunjungan Mahfud sambil berwisata di Pulau Rinca, untuk melihat binatang langka yang hanya ada di Kabupaten Manggarai Barat.

Nampak hadir para alumni Seminari Beato Yohanes Paulus II dari Jakarta, Bali dan tempat lainnya di Indonesia dan luar negeri makan bersama, atas undangan dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

AMPERA Tuntut Bupati Flores Timur Mundur


Sergapntt.com, KUPANG – Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (AMPERA) Flotim di Kupang menuntut Bupati Kabupaten Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin untuk mundur dari jabatannya. Pasalnya, Lagadoni dianggap sebagai penyulut konflik berdarah di Pulau Adonara.

Pernyataan sikap tersebut disampaikan Wakil Ketua AMPERA Nikolaus Soge kepada Ketua DPRD NTT Ibrahim Agustinus Medah di Gedung DPRD NTT pada Senin (8/10/12).
Konflik antara warga Desa Lewonara dan Desa Lewobunga, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, terjadi akibat perebutan lahan seluas 15 hektare di wilayah Desa Lewobunga yang diklaim oleh warga Desa Lewonara.

Di atas tanah itu sudah dibangun 200 unit rumah translok. Namun  saat akan meresmikan perumahan tersebut pada Juli 2012 lalu, bupati diusir warga, bahkan nyaris dibunuh. Beruntung bupati yang mantan wartawan itu berhasil menyelamatkan diri.

Kata Nikolaus, pengusiran terhadap bupati itu mencerminkan pemerintah gagal menjalankan fungsi pemerintahannya. “Pemerintah tidak mendapat simpati lagi dari masyarakat,” katanya.
Selain mendesak Lagadoni mundur, AMPERA juga meminta semua pihak di Adonara untuk menahan diri dan menyudahi konflik dengan cara dialog. Sedangkan kepada aparat, AMPERA meminta tidak bertindak represif dan mengintimidasi warga.

Sementara itu, kepada aktivis AMPERA, Medah mengaku, sejak meletusnya perang di Adonara pada Selasa 2 Oktober 2012 lalu,  dirinya terus berkoordinasi dengan Gubernur NTT Frans Lebu Raya guna penyelesaian secara tepat.

”Saya mengharapkan gubernur sudah turun langsung saat itu, tetapi rupanya baru turun ke lokasi hari ini (Senin, 8/10/2012). Memang saya sangat sesal, karena tidak ditingani dengan cepat sebelum suasananya serumit sekarang,” ujar Medah.

Medah mengaku, DPRD NTT akan terus membangun koordinasi dengan semua pihak pertikaian di Adonara cepat selesai “Meredam dulu pertikaian itu, setelah diredam, baru mencarikan jalan keluar dari persoalan yang mendasari terjadinya konfilk itu,” ucap Medah.

Gubernur NTT Frans Lebu Raya sendiri telah mengunjungi daerah konflik pada Senin (8/10/12). Namun hasilnya belum diumumkan kepada publik.

Sumber : Sergapntt.com
by. herta/lorens leba tukan

Selasa, 09 Oktober 2012

Profil Novel Baswedan, Penyidik yang Lurus Hati


TEMPO.CO, Jakarta -- Taufik Baswedan menggambarkan adiknya, Novel Baswedan, 36 tahun, sebagai penyidik yang menyayangi sang ibu. Ketika pada Jumat, 5 Oktober 2012 sejumlah polisi mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi hendak menangkapnya, Novel mengabari sang abang lewat telepon. "Dia bilang, ''Tolong jaga Ibu," kata Taufik seperti dikutip Majalah Tempo edisi Senin 8 Oktober 2012.

Novel pertama kali menyampaikan niat mundur dari kepolisian dan beralih status menjadi pegawai tetap KPK kepada ibundanya. Keputusan berat bagi keluarga itu. Menimang-nimang bermacam cara, lulusan Akademi Kepolisian 1998 ini memilih ”lobi pijitan”. Pada suatu malam, ia mendekati ibunda dengan membawa minyak gosok. "Saya mau pijat kaki ibu dulu, baru ngomong mau mundur," Novel menuturkan.

Seolah-olah bisa menebak isi hati putranya, sang ibu bertanya, "Vel, kamu tak tertarik menjadi pegawai tetap KPK?” Mendengar perkataan itu, keputusan Novel pindah ke KPK makin bulat. Pada Rabu pekan lalu, namanya termasuk dalam daftar 28 penyidik yang diangkat menjadi pegawai KPK.

Novel masuk KPK pada Januari 2007 ketika lembaga ini dipimpin Taufiequrachman Ruki. Ia bukan termasuk lima penyidik yang dipaksa melapor ke Markas Besar Kepolisian RI paling telat Selasa pekan ini. Dalam surat penugasan yang dibuat Markas Besar Polri, masa dinasnya berakhir pada Desember. Bila masa dinasnya tak diperpanjang, ia semestinya balik kandang akhir tahun ini.

Seorang petinggi KPK menyebut Novel sebagai salah satu penyidik terbaik di sana. Independensinya sebagai penyidik komisi antikorupsi membuat dia tak disukai di kepolisian. Di sebuah mailing list internal kepolisian, namanya dijelek-jelekkan setelah memimpin penggeledahan di Korps Lalu Lintas pada Juli lalu. Novel dicap sebagai "pengkhianat" yang "hendak menghancurkan korps".

Bagaimana Novel menghadapi segala teror dan ancaman tersebut? Selengkapnya, baca Majalah Tempo.
Sumber : Tempo.co

Ribut KPK, Solusi Presiden Cuma Tukar Guling Kasus


TEMPO.CO , Jakarta:  Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana menilai pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal solusi kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri hanya seperti tukar-guling kasus antara kedua lembaga penegak hukum itu. Presiden Yudhoyono dalam pidatonya meninta kasus simulator kemudi diserahkan ke KPK namun dugaan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa yang lain di tubuh Polri ditangani sendiri oleh Polri.
"Esensi kewenangan KPK kan sudah jelas sebagai lembaga penanganan kasus korupsi, jangan pagari kewenangan KPK," kata dia saat dihubungi Tempo, Senin 7 Oktober 2012.
Upaya pemagaran kasus itu, menurut Ari, malah mencerminkan bahwa Presiden Yudhoyono ingin melindungi internal Polri yang diduga terlibat beberapa kasus korupsi. Jika hal ini benar terjadi malah menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Seharusnya, kata dia, Presiden mendorong Polri untuk terbuka dalam menindak setiap pelanggaran hukum di tubuh Polri sendiri. "Tujuannya baik, untuk menguatkan kinerja Polri," kata Ari.
Sebelumnya, Presiden Yudhoyono berpidato memberi solusi terkait kisruh antara KPK dengan Polri. Terdapat beberapa poin yang disoroti Presiden Yudhoyono. Salah satunya, dia meminta penanganan kasus simulator kemudi diserahkan kepada KPK, namun dugaan kasus korupsi lain di tubuh Polri ditangani Polri sendiri. Kedua, menurut dia pengusutan kasus hukum penyidik KPK, Novel Baswedan kurang tepat pada waktu dan situasi saat ini.
Ketiga, Persiden meminta agar peminjaman penyidik Polri ke KPK diperlama masa tugasnya. Kemudian Presiden juga meminta agar revisi Undang-undang KPK tidak untuk melemahkan KPK. Terakhir, Presiden meminta KPK dan Polri menyusun kerjasama baru dalam penanganan penyidikan perkara korupsi.
Sumber : Tempo.co

Senin, 08 Oktober 2012

Soal DAK 2011, DPRD Lembata Sepakat Mempolisikan Kadis PPO


LEWOLEBA,FBC-Data temuan BPK terkait tunggakan pekerjaan pengadaan buku yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) Kabupaten Lembata tahun 2011, dipandang sebagai bentuk pembuktian dugaan manipulasi, korupsi dan kolusi. Akibatnya DPRD Lembata di masa sidang III, dalam paripurna ke 3 Selasa, (2/10/2012) bersepakat mempolisikan kadis PPO.

Hal ini diungkapkan anggota DPRD Lembata Bediona Philpus, kepada FBC, dikediamannya di bilangan Tujuh Maret, Kelurahan Lewoleba, Kabupaten Lembata,  Sabtu malam (6/10/2012) lalu.  Bediona berpendapat,  DPRD Lembata sulit mempercayai bantahan dan klarifikasi yang disampaikan Dinas PPO terhadap temuan BPK.

“Mungkin saja bantahan dan klarifikasi yang disampaikan itu benar, namun sulit dipercaya, sehingga biarkan hukum yang akan membutikan  benar tidaknya bantahan dan klarifikasi PPO itu,” kata Bediona.
Bediona bahkan tak sungkan menuding Bupati Lembata berada dibalik kasus temuan BPK ini, karena dengan dugaan ini, semestinya Bupati Lembata segera mengambil sikap tegas dan segera melakukan reformasi birokrasi, sebagai program pertama dan utama pemerintahan Lembata baru. Namun sayang, Bupati memilih diam dan terksan terus memelihara Kadis PPO dan perangkatnya yang diduga terlibat dalam kasus DAK tahun anggaran 2011.

“Sikap Bupati ini patut dipertanyakan, terkait program reformasi birokrasi sebagai program pertama dan utama, pemeritahan Lembata Baru. Terkesan kuat justru kadis PPO dan perangkatnya, yang diduga terlibat dalam kasus DAK 2011 masih dipelihara Bupati, ada apa ini?” tanya  Bediona

Walau telah diputuskan untuk mempolisikan kasus temuan BPK pada Dinas PPO Lembata dalam paripurna DPRD Lembata tanggal 2/10/2012 lalu, namun hingga kini anggota Fraksi NPK ini mengaku, belum mendapat informasi resmi dari pimpinan DPRD Lembata tentang pelimpahan kasus DAK 2011 ke pihak Polisi.

“Sampai dengan hari ini saya belum mendapat informasi bahwa pimpinan DPRD telah mengeluarkansuratpelimpahan kasus ini ke pihak Polres Lembata, kalau ini dibuat mestinya saya sebagai anggota DPRD harusnya mendapat pemberitahuan”. jelasnya.

Dinas PPO Belum Bayar 2 Jenis Tunjangan Guru

Dinas PPO Lembata dinilai syarat masalah, tidak hanya masalah tunggakan pekerjaan pengadaan buku, mutasi yang terkesan syarat kepentingan politik, pelayanan terhap guru yang buruk serta masalah keuangan lain, merupakan tumpukan persoalan yang sedang mendera dinas PPO Lembata.

Hal inipun menjadi perhatian serius  Bediona. Ia mengungkapkan, terhitung sejak tanggal 1 Januari 2012 hingga Oktober 2012, atau hingga bulan kesepuluh ini, Dinas PPO Lembata belum menyelesaiakan pembayaran dua jenis tunjangan bagi guru.

“Tunjanganga guru non seritifikasi sebesar Rp. 250 ribu per bulan per orang serta tunjangan guru PAUD/TK non spesifikasi sebesar Rp. 500 ribu ribu per bulan per orang hingga kini belum terbayar, ini ada apa dengan PPO?”. katanya

Bediona dalam kesempatan itu menilai, masalah keuangan terus saja berulang dari tahun ke tahun. Dan oleh karenanya dirinya tak merasa heran jika di tahun 2012 ini, PPO kembali bermasalah dengan Dana Alokasi Khusus. Ia pun kembali mempertanyakan sikap Bupati dan Wakil Bupati Lembata.

“saya tidak heran kalau dinas PPO kembali bermasalah dengan DAK, namun pertanyaannya, Bupati dan Wakil Bupati Lembata merasa ini sebagai persoalan serius yang perlu disikapi atau tidak?” katanya.

Sumber : floresbangkit.com
Foto : Bediona Philipus, Anggota Komisi III DPRD Lembata

Warga Puor dan Uruor Sepakat Berdamai


LEWOLEBA, FBC- Warga desa Puor, kecamatan Wulandoni dan warga desa Uruor kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata,  akhirnya bersepakat untuk mengakhiri sengketa lahan pertanian di Il Kwikit. Kesepakatan damai ini diambil setelah Pemerintah bersama Polres Lembata turun langsung ke lapangan untuk meninjau lokasi yang disengketakan dan berdialog dengan warga yang bersengketa.
Sebagaimana yang disaksikan FBC pada Jumat, (5/10/2012),  Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Watun, SH bersama beberapa pejabat di lingkup Setda Kabupaten Lembata serta Kapolres Lembata AKBP Marthen Johannis, SH bersama bersama jajaran kepolisian resort Lembata terlihat berada di lokasi untuk memediasi pertikaian antar warga. Kegiatan ini merupakan tindak lajut dari hasil pertemuan dengan warga desa Puor A dan Puor B di Lewoleba pada Senin (24/9/2012).

Hadir juga dalam pertemuan itu, Camat Nubatukan Begu Ibrahim BA, Camat Wulandoni Benediktus Ledo, juga beberapa tokoh masyarakat dari desa yang bertikai yang tinggal di Lewoleba.

Untuk diketahui, bukit Il Kwikit merupakan sebuah bukit tandus yang disekitar lerengnya terdapat sejumlah lahan pertanian dan perkebunan kemiri yang sebagian besarnya sedang dikuasi oleh warga desa Puor A dan Puor B kecamatan Wulandoni, dimana diklaim oleh warga desa Uruor kecamatan Nubatukan sebagai hak ulayatnya.

Pantuan FBC, Tim Mediasi Kabupaten yang dipimpin langsung  Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Watun dan Kapolres Lembata AKBP Marthen Johannis, SH, sudah hadir ke lokasi  sejak pukul 08.00 waktu setempat. Namun demikian pertemuan baru dilangsungkan pukul 12.00 WITA. Akibat masih menanti kehadiran warga desa Puor A dan Puor B.

Warga Saling Bantah Hak Ulayat
Setetah sejenak menggungkapkan rasa kekesalan kepada kepala desa Puor A dan Puor B yang terlambat datang ke TKP, Wabub Viktor Mado membuka dialog. “Kami datang kesini tidak untuk membela siapa-siapa, sebagai pemerintah kami berharap kasus ini segera kita tangani dengan tidak mengorbankan warga, oleh karenanya saya berharap, dalam dialog nanti, semua kita diharapkan untuk tetap berpikiran dingan dan tidak mengungkapkan kata-kata yang dapat memicu konflik. Sebelum mengambil kesimpulan, sebagai pemerintah kami ingin mendapat gambaran dari masing-masing desa tentang hak kepemilikan atas tanah yang selama ini diklaim sebagai hak ulayat”. Jelas wabub.

Masing-masing juru bicara (Jubir) diberikan kesempatan untuk menyampaikan fakta dan data tentang hak kepemilikan atas tanah yang disengekatakan.

“Berdasarkan cerita dari turun temurun, batas hak ulayat kami orang Puor terhitung dari bagian timur adalah, Gua Maria, Wat Blokep, Waiemar, Belengor, sampai ke bukit Il Kera, turun menyusur ke bawah sampai berbatasan dengan desa Udak Melomata kecamatan Nubatukan dan desa Lewuka kecamatan Wulandoni ke ujungnya, Kilomata dan Waikujeng”. Kata Jubir Puor Frans Erak

Sedang bagian barat, lanjut Frans,”Gua Maria, Kepedek, terus menuju batas dengan desa liwulagan dan terus menuju perbatasan dengan desa Boto, yang biasa kami sebut dengan Watotika”. Kata Frans.
Sementara itu menurut Frans, tahun 1922 sempat terjadi kesepakatan persehatian batas yang dibuat oleh kedua desa dihadapan wakil pemerintahan belanda, yang kala itu dipimpin oleh Bestiur Rambing, sementara Puor diwakili oleh bapak Beda Blakin, Uruor oleh Bapak Ur Kame juga Nua Lela (Wulandoni-red) oleh Bapak Paduk.

Keterangan Jubir Puor ini, langsung dibantah oleh warga Uruor. Melalui ketua BPD Uruor Yoseph Kopong,  warga Uruor mengungkapkan fakta kepemilikannya.
“Kami tidak berbatasan dengan dengan Puor, tetapi kami berbatasan dengan Imulolong (sebuah desa di sebelah barat Desa Puor-red) kecamatan Wulandoni. hak ulayat kami terhitung dari, Kung, Tapo Barak, Koli Or, Kolikenesak, Melomata, dari melomata ikut punggung bukit hingga ke Watbujak”. Terang  Yoseph.

Sementara itu, dengan desa Belobaja dan Labalimut, dihitung dari Watbujak, Belatopo, Il Kwikit hingga ke Banitobo. Lanjutnya.

Wabub-Viktor-Mado-Wathun-(bertopi),-serius-Mendengar-Frans-Erak,-Jubir-Desa-Puor
Persehatian batas, menurut Yoseph tidak terjadi tahun 1922 sebagaimana di ungkap jubir desa Puor, namun sesungguhnya terjadi tahun 1926 dan lokasi Il Kwikit dikuasai oleh orang belobatang, sementara itu, Waiemar yang dikalim sebagai milik orang Puor dibantahnya. “Di lokasi Waiemar itu, ada sebuah mata air yang dipahat oleh orang tua kami yang bernama bapak Bubun dan hingga saat ini mata air itu diberi nama Bubunlabawai”.  Terang Yoseph.

Keterangan masing-masing jubir ini diamini oleh utusan warga yang hadir saat dialog berlangsung. Walau tak mampu menunjukan bukti kepemilikan, dan hanya berdasarkan ceritera yang diwariskan secara turun temurun, kedua pihak tetap bertahan dan tak mau mengakui kepemilikan dari salah satu pihak.

Bantahan-demi bantahan terus saja terjadi, suasana dialog sempat memanas. Namun berkat kesigapan aparat kepolisian dan pasukan Satpol PP yang sedari awal sudah di siagakan, situasi memanas berhasil ditenangkan.

Sepakat Mengakhiri Konflik
Mendengar penjelasan yang disampaikan warga melalui Jubir, pemeritah akhirnya menawarkan dua opsi sebagai jalan keluar, Opsi pertama kata wakil, warga tidak dilarang untuk mengolah lahan yang ada, tanpa melihat hak ulayat dari desa mana, tetapi berpatokan pada kepemilikan lahan secara pribadi. Bagi warga yang mau mengolah lahan yang bukan miliknya wajib untuk menyampaikan pada pemilik lahan, dan opsi  kedua yang ditawarkan adalah, untuk mengakhiri konflik, pemerintah dengan segala kewenangan yang dimiliki, menunjuk garis batas, dengan tetap mempertimbangkan wilayah-wilayah yang dipertahankan sebagai hak ulayat dari mamsing-masing desa, jelasnya.

“itu dua opsi yang pemerintah tawarkan, jika bersedia maka kita akan buat kesepakatan”. Usul Wabub.
Selain wabub, Kapolres Lembata AKBP Marthen Johannis, SH, ikut menjelaskan. Menurutnya, jika tetap bertahan berdasarkan ceritera sejarah yang diwariskan secara turun temurun, maka kedua pihak sangat berpotensi untuk mengarang sejarah baru. Oleh karenanya, sebagai manusia yang hidup dialam modern sebaiknya, sejarah yang ada biarlah untuk kebesaran dan kebanggaan di desa masing-masing, namun tidak dipakai untuk menekan sesama, katanya.

“kalau mau runut sejarah, pasti ada saja yang mengarang sejarah. Cerita-cerita yang ada biarlah tetap diceritakan sebagai kebanggan dan kebesaran di masing-masing desa kita, marilah dalam kesempatan ini kita bersepakat untuk mencari jalan keluar terbaik, dengan tidak merugikan masing-masing pihak”. Jelasnya.
Mendengar arahan dan penjelasan baik dari Wakil Bupati maupun Kapolres Lembata, kedua pihak akhirnya memilih untuk bersepakat dan menerima tawaran opsi pertama dari pemerintah, dengan memuat enam poin kesepakatan.

Kesepakatan dimaksud adalah, pertama, kedua pihak tidak lagi mempersoalkan hak ulayat sebagaimana yang disengketakan selama ini, kedua,  daerah yang disengketakan menjadi pengelolaan bersama, dengan tetap berpatokan pada hak kepemilikan perorangan, ketiga, jika terjadi sengketa atas kepemilikan lahan, maka kepala desa dari masing-masing pihak bertanggungjawab untuk menyelesaikan sengketa dengan tetap berpedoman pada penjelasan pihak yang bersengketa, keempat, masing-masing kepala desa bertanggungjawab terhadap warganya dan berkewajiban menenangkan warganya bila terjadi perselisihan terkait lahan pertanian, dan kelima keputusan bersama ini tidak dapat diganggu/gugat oleh pihak manapun, dan dianggap final dan mengikat kedua belah pihak yang bertikai. Dan yang keenam, zona yang disengketakan menjadi zona batas antar kecamatan Wulandoni dan Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.

Setelah menyatakan menerima enam poin hasil kesepakatan, warga kemudian saling berjabatan tangan. Keputusan dibuat dalam bentuk berita acara tertulis dan ditandatangani oleh masing-masing pihak. Kerena berita acara yang dibuat hanya memuat lima poin kesepatakan, dan mamsih dalam bentuk tulis tangan, maka utusan masing-mamsing pihak kembali diminta hadir di Kantor Bupati Lembata, pada hari senin (8/12/2012) guna menandatangani berita cara lengkap. (Yogi Making)

Sumber :www.floresbangkit.com

Minggu, 07 Oktober 2012

Istana Tanggapi Polemik Polri-KPK Sore Ini




TEMPO.CO, Jakarta - Pihak Istana Negara bakal memberikan pernyataan kepada para pewarta, Ahad sore, 7 Oktober 2012. Pernyataan ini kemungkinan besar terkait perseteruan yang terjadi antara Kepolisian RI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Nanti sore pukul 16.00 Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi) akan menyampaikan konferensi pers di Kantor Presiden," kata juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, melalui pesan pendek, Ahad, 7 Oktober 2012. "Atas arahan Bapak Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono), Mensesneg akan bicara."

Pernyataan yang akan diberikan di Kantor Presiden ini menimbulkan spekulasi bahwa Presiden SBY tidak akan memberikan pernyataan secara langsung ihwal polemik Polri dengan KPK. Soalnya, ia telah meminta diwakilkan oleh Sudi. Padahal, sebelumnya Presiden SBY rencananya bakal memberikan pernyataan mengenai masalah yang terjadi antara dua lembaga penegak hukum itu pada Senin, 8 Oktober 2012, besok.
"Beritanya seperti itu. Nanti pasti ada info lebih lanjut," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, saat dikonfirmasi melalui pesan pendek, Sabtu malam, 6 Oktober 2012, kemarin. Kendati begitu, Djoko enggan memberikan informasi ihwal lokasi pasti dan detail waktu SBY memberikan pernyataan nanti. Adapun sesuai jadwal, SBY rencananya bakal berkegiatan di Istana Cipanas, Bogor, Senin besok.

Sejauh ini, publik menunggu sikap Presiden SBY ihwal perseteruan Polri dengan KPK. Apalagi perseteruan ini kian memanas dengan kedatangan sejumlah anggota Polri dari Kepolisian Daerah Bengkulu, Kepolisian Daerah Metro Jaya, dan Markas Besar Polri ke kantor KPK Jumat malam. Mereka, yang sebagian tidak menggunakan seragam, ditengarai ingin menjemput paksa seorang penyidik senior di KPK bernama Novel Baswedan. Novel dianggap terlibat dalam aksi pembunuhan pada 2004 lalu.

Usaha ini digagalkan Ketua KPK Abraham Samad bersama anggota lain seperti Bambang Widjojanto. Bahkan, kalangan penggiat antikorupsi serta aktivis mahasiswa ikut membentengi gedung KPK dari penggerebekan polisi.

Novel dituduh bertanggung jawab atas penganiayaan enam pencuri walet sehingga meninggal pada 2004. Kala itu, Novel menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal pada polres di Polda Bengkulu. Kepolisian Daerah Bengkulu mencoba menangkap Novel di KPK. Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Bengkulu, Komisaris Besar Dedy Irianto, menuding Novel menembak tersangka yang terlibat kasus pencurian. Dedy juga membantah penangkapan Novel sebagai bentuk kriminalisasi KPK.

Sedangkan pemimpin KPK menduga tuduhan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap penyidiknya. Sebab, Novel adalah penyidik berbagai kasus besar korupsi, seperti kasus korupsi simulator kemudi. Kemarin, Novel juga yang memeriksa tersangka simulator kemudi, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Sumber : tempo.co
Penulis : Prihandoko