Halaman

Jumat, 05 Desember 2014

Ngambek Tidak Disalami Anggota DPRD, Warga Cerca Bupati Lembata



Lewoleba, Lewolembata-
Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur ngambek dan mengajak semua pejabat eksekutif untuk tinggalkan paripurna DPRD, menyusul tindakan anggota DPRD Lembata Yakobus Liwa yang tidak menyalaminya usai membaca laporan pemandangan umum fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Paripurna DPRD Lembata dengan agenda pemandangan umum fraksi terhadap Nota Keuangan dan Ranperda APBD 2014 yang di selenggarakan, Selasa (2/12/2014) malam, terpaksa di skor.
Tak cuma Ketua DPRD, Aksi boikot sidang paripurna oleh Bupati Sunur dan seluruh jajaran eksekutif ini menuai kritik masyarakat. Tanggapan keras ini disampaikan masyarakat melalui akun media sosial. Yohanes Nuban, salah satu putra Lembata yang bermukim di kota Samarinda menilai sikap sebagaimana yang ditunjukan Bupati tak pantas untuk dilakukan oleh seorang pemimpin. Menurutnya, Bupati Sunur lebih mementingkan ego pribadi ketimbang menunjukan keberpihakannya kepada kepentingan rakyat. Ngambek, hanya menunjukan sikap seorang pemimpin yang cengeng, tulis Nuban.“Salam hormat untuk bupati yang cengeng. Sidang dewan itu untuk kepentingan siapa? Kalau untuk kepentingan rakyat Lembata jangan berprilaku seperti itu. Ingat rakyat Lembata bukan ingat harga dirimu. Rakyat Lembata lihatlah pemimpinmu”
Tanggapan kritis juga disampaikan Justin Wejak. Akademisi asal Lembata yang berkarya sebagai pengajar pada salah satu universitas di negeri kanguru Austrlia melihat sikap Bupati Lembata ini sebagai sebuah sandiwara. Karenanya Justin menyarankan agar dibuat dalam sebuah skenario sandiwara lalu dipentaskan diatas panggung, “Coba bikin satu naskah sandiwara dgn semua adegan ini dan dipentaskan di seluruh Lembata. Pasti banyak yg berminat menontonnya,” ujar Justin.
Warga lainnya Ben Baoama mengatakan, kebiasaan saling menyalami antar sesama beda dengan tanda hormat yang diberikan prajurit terhadap komandannya. Karena itu dia menyarankan agar Bupati tak perlu menunggu untuk disalami, tetapi sebaiknya terlebih dahulu memberi salam.
Bupati juga di kritik Koordinator Aldiras, Kor Sakeng. Melalui akun media Sosial Kor Sakeng mengatakan, salah satu ciri dari usia akil balik adalah mudah tersinggung, emosional dan merasa menang sendiri, tetapi ciri seperti ini sering juga terpantau pada orang-orang yang mulai menginjak usia senja, bahkan terdapat juga pada orang dengan tipe kepemimpinan yang selalu menempatkan kekuasaan diatas segalanya.
Karenanya Kor mengatakan, tak heran jika seluruh kekuasaan dibingkai oleh perilaku arogan atau sejenisnya. Lebih jauh dalam analisisnya Kor mengatakan, Biasanya cirri ini diproduk oleh kinerja kerja otak yang tidak menata kelolah perimbangan antara otak kiri, otak kanan dan otak belakang. “Dalam struktur tata letak otak dan perannya, biasanya cirri tersebut diproduk oleh otak belakang yang oleh para pakar anatomi menyebutnya sebagai Dinossourus atau pembunuh. Sementara otak kiri dan otak kanan selalu memberi pertimbangan analitis yang sifatnya pasti maupun kontekstual dengan bersinergy oleh rasa,” tulisnya.
Menurutnya, sikap Yakobus Liwa yang tidak berjabatan tangan dengan Bupati Lembata,
Koordinator Aldiras, Kor Sakeng
adalah sebuah sikap yang manusiawi. “Sulit sekali kita menemukan dua person yang terlibat aktif di medan perang saling berpelukan walau peluruh tinggal meletup dari laras yang mematikan itu. Kobus masih terbawah rasa itu karena pernyataan yang disampaikan dalam sidang paripurna berbuntut pidana,” tulis Kor Sakeng.
Lebih jauh lagi dia mengatakan, respon Bupati atas sikap anggota DPRD Yakobus Liwa yang berbasis pada ketersinggungan yang di ikuti dengan memerintahkan jajaran SKPD meninggalkan ruang sidang adalah sebuah sikap yang masih dipertanyakan dalam derap tipe kepemimpinan. Jika dipersandingkan dengan frame kemitraan, semestinya eksekutif dan legislatif menunjukan sikap kerendahan hati. “kedua lembaga ini paling credible dalam memainkan perannya di tataran hulu demi kesejahteraan komunitas hilir. Kita bisa menduga apa hasil akhirnya jika bingkai kemitraan ini terporak-poranda oleh rasa ketersinggungan produk olahan dinossourus,” tulisnya.
Kor sakeng juga melihat, jajaran eksekutif yang hadir dalam rapat paripurna itu sesungguhnya sedang peran bathin, antara ikut Bupati atau tetap duduk dalam ruang sidang. Tindakan ikut-ikutan para PNS ini membawa mereka pada sebuah posisi serba salah. Dia juga menulis, konflik dua elit politik lembata ini menjadi menarik untuk di cermati karena kedua politisi ini lahir dari satu rahaim yang sama yakni PDIP. Sebuah partai yang selalu melabelkan diri sebagai partainya kaum marhaen. “Rumah PDIP kini kehilangan aura capability recolution conflich dan membiarkan konflik perseteruan ini mengalir bebas ke telaga politik,” tulisnya lagi.
Kondisi politik lembata dari hari kehari kian memanas, namun belum ada satu pihakpun yang berani tampil untuk mempetemukan semua pihak yang berseteru atau setidaknya bertindak ibarat dokter yang siap menjahit setiap banthin yang tersayat luka. Para elit bahkan menggunakan KUHP sebagai pendekatan penyelesaian konflik, padahal kita tau penyelesaian hukum hanya membuat masalah kian memanas.
Kritik pedas orang lembata ini disampaikan sebagai respon atas sebuah berita yang dirilis melalui blog lewolembata.blogspot.com dengan judul “Gara-Gara tidak disalami anggota DPRD, Bupati Lembata Ngambek,” yang diposting Elias Making ke grup “Calon DPRD Lembata.”
Puluhan tanggapan yang disampaikan melalui akun media sosial ini, rata-rata disampaikan oleh putra-putra lembata yang rata-rata berkarya di luar Lembata.
Terkait tindakan Bupati itu, Ketua DPRD Lembata Fardinandus Koda kepada wartawan di ruang kerjanya Rabu (3/12/2014) pun menyampaikan tanggapannya. Ferdy mengaku kesal dengan sikap Bupati. Dia mengatakan, Bupati semestinya tak perlu tersinggung dengan sikap Yakobus Liwa, karena keduanya memang sedang berkonflik. “Lho, kalau orang tidak mau jabatan tangan dengan saya apa saya harus tersinggung? Apalagi orang yang menolak jabatan tangan ini sedang berseteru dengan kita. Kalau saya Bupati, saya cuekin saja,” katanya.
Ketua DPRD juga mengatakan, sebagai pemimpin semestinya Bupati meninggalkan semua ego pribadinya dan menempatkan kepetingan rakyat diatas segalanya. Konflik personal dibawah hingga ke ruang politik, hanya akan membuat suasana poliitik tak kondusif yang pada akhirnya rakyatlah yang di korbankan. Kendati kesal dan terpaksa menskors sidang, Ferdy sapaan akrab ketua DPRD Lembata ini berjanji untuk segera mengundang kembali pemerintah untuk melanjutkan agenda paripurna yang tertunda.

Klarifikasi Pemerintah
Terkait aksi bokiot Bupati dan terhadap tanggapan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Lembata melalui Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Lembata Karel Burin memberikan klarifikasinya.
Karel yang dihubungi, Kamis (4/12/2014) menjelaskan, Kendati tidak diatur dalam tatib DPRD namun etika tata kenegaraan dan mengikuti kebiasaan selama ini, kalau anggota dewan setelah membaca pemandangan umum, berjabatan tangan dengan pimpinan DPRD, Bupati dan Wakil Bupati. Ia mengatakan jika Yakobus Liwa tidak berjabatan tangan dengan semua pimpinan dan Wakil Bupati Viktor Mado Wathun tentu tidak ada masalah. “Yang menjadi masalah Yakobus Liwa jabatan dengan Wakil Bupati, ketua DPRD dan wakil ketua DPRD, lalu mengabaikan Bupati” terang Burin.
Karel Dihubungi melalui kontak telepon, pu membenarkan kalau Bupati dan Yakobus Liwa sedang berseteru. Namun perseteruan janganlah di dipertontonkan kepada publik "Betul mereka konflik tapi jangan kita pertontonkan kepada publik. Jabatan tangan saja seolah-olah tidak ada konflik,” jelasnya.
Sebagai gambaran peristiwa bokiot sidang paripurna oleh Bupati Lembata ini bermula dari aksi nakal Anggota DPRD Lembata asal partai PDIP Yakobus Liwa. Usai membacakan pemandangan umum fraksi, Yakobus lalu menghampiri meja pimpinan dengan maksud menyerahkan berkas pemandangan umum fraksinya. Namun sebelum itu, Yakobus terlebih dahulu menjabat tangan Wabub Lembata yang duduk pada posisi paling kanan atau persis disamping podium. Setelah menyalami Wabub, Yakobus langsung menuju pimpinan DPRD, dengan maksud menyerahkan berkas dan menyalami kedua pimpinan DPR tanpa mempedulikan Bupati yang posisi duduknya persis di samping kanan Ketua DPRD atau persisnya diantara ketua DPRD dan Wakil Bupati Lembata. Seperti tak biasa usai menyalami dua pimpinan DPRD, Yakobus pun balik menuju kursi tempat duduknya.
Aksi nakal Yakobus ini, tak pelak membuat Bupati Lembata tersinggung. Terlihat Bupati menoleh ke arah ketua DPRD sambil membisikan sesuatu. Tak jelas apa yang disampaikan Bupati ke Ketua DPRD, tiba-tiba saja Bupati Berdiri dan melangkah turun dari podium meja pimpinan sembari memerintahkan semua pejabat eksekutifnya untuk meninggalkan ruang rapat. Seperti mendapat angin segar, semua pejabat eksekutif serempak berdiri lalu keluar meninggalkan ruang sidang. Beda dengan Bupati, Wabub Viktor Mado malah tak mau ikut-ikutan, dia memilih tetap duduk diruang sidang sembari menyaksikan kepergian Bupati dan semua cru eksekutifnya. Akibat aksi Bupati dan bawahannya ini, rapat paripuna akhirnya di skors. (Yogi Making)

Kamis, 04 Desember 2014

Komnas HAM Desak Kapolda NTT


Komnas HAM mengirim surat kepada Kapolda NTT pada 22 Oktober 2014, surat yang ditandatangani oleh komisioner Dianto Bachriadi dari Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan itu mendesak Kapolda NTT Brigjen Endang Sunjaya membuka kembali penyelidikan kasus Lorens Wadu yang diduga syarat rekaysa dari pihak kepolisian lembata. Berdasarkan kewenangan dalam pasal 89 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999, Komnas HAM meminta Kapolda NTT untuk  menjelaskan hal ini dan tindakan yang telah diambil dalam upaya menyelesaikan masalah tersebut dengan memeriksa pihak-pihak terkait serta memberikan perkembangan penanganan.
Vinsen Wadu, dalam pengawalan dua Anggota Polisi Polres Lembataa

Hal itu disampaikan Koordinator Koalisi Penegak Keadilan dan Kebenaran (KPK2) dan Koordinator Komisi JPIC Asia-Oceania Pater Micahael Pruhe, OFM dalam pres release yang diterima Flores pos pertengahan November 2014. Menurutnya Komnas HAM meminta Kapolda NTT memberi tanggapan atas kasus ini dengan mencantumkan agenda pengaduan nomor 90.706. KOMNAS HAM memberi waktu 30 har kepada Kapolda NTT untuk memberi tanggapan terhitung sejak surat tersebut diterima.
Menurutnya,  surat  tersebut ditembuskan kepada Ketua Komnas HAM, Ketua Komisi III DPR-RI, Kapolri, Ketua Kompolnas, Kabiid Propam Polri, Irwasda Polda NTT, Kapolres Lembata, Ketua Koalisi KPK2 di Jakarta . “Dengan adanya surat Komnas HAM ini maka kerinduan rakyat Lembata akan keadilan dan kebenaran dalam kasus Lorens Wadu bisa terobati. Rakyat Lembata khususnya keluarga Lorens Wadu masih hidup dalam ketidakpuasan akan proses hukum yang patut diduga  sarat rekayasa dari aparat Polres Lembata,”

Fakta Rekayasa
                Pater Micahel Pruhe, OFM mengatakan, pada 21 Juli 2014 Koalisi Penegeka Keadilan dan Kebenaran (KPK2) menulis surat dan menyerahkan data-data terkait pembunuhan tragis Loresn Wadu, mantan Kadis Perhubungan, Informatika dan Komunikasi Kabupaten Lembata kepada Komnas HAM untuk meminta bantuan Komnas HAM dalam menegakan keadilan dan kebenaran dalam kkasus tersebut. Melalui surat No. 03.KPK2/Feb/2014, tanggal 13 Februari 2014 Koalisi mengadukan institusi Polres Lembata dalam penanganan kasus pembunuhan Lorens Wadu yang menghebohkan seluruh warga Kabupaten Lembata. Kasus pembunuhan itu telah terindikasi tidak profesional, mengaburkan kasus dan melakukan penganiayaan terhadap ke empat tersangka, masing-masing, Marselinus Suban Welan, Vinsen Wadu, Yohanes Nani Ruing dan Arifin Maran.
                Ada 6 butir pengaduan Komnas HAM yang berdasarkan fakta-fakta yang mengarah pada rekayasa kasus. Pertama, Penyidik Polres Lembata sejak awal memaksa para tersangka untuk memberi kesaksian yang mendukung motif warisan yang di rekayasa oleh oleh Penyidik Polres Lembata dalam kasus tersebut, meski motif warisan dibantah dan ditolak oleh keluarga. Kedua   ketika ditangkap dan dimintai keterangan para tersangka tidak didampingi penasihat hukum, tetapi dalam BAP tertulis bahwa tersangka didampingi Penasihat Hukum yaitu, Saudara Stanis Kapo Lelangwayan, SH. Ketiga , sebelum dilakukan rekonstruksi para tersangka diarahkan oleh anggota Polres Lembata sebanyak 10 kali yaitu, 6 kali pada malam hari dan 4 kali pada pagi hari, di Mapolres Lembata tempat para tersangka menjalani masa tahanan. Keempat, berdasarkan keterangan di persidangan pada Senin 18 November 2013 salah seorang tersangka (Marselinus Suban Welan) menyebut 5 pelaku baru dalam kassus pembunuhan tersebut yakni, Brigpol Heriansa, Omi Wuwur, Vinsen Dasion, Evan Wadu, Inso Gowing. Kelima pelaku iitu kemudian diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka tanpa pemeriksaan oleh pihak penyidik Polres Lembata dan ditangguhkan penahannya pada Rabu 27 November 2013. Kelima, ada indikasi berdasarkan fakta yang ada bahwa kematian Lorens Wadu terkait dengan pembebasan kawasan hutan keam. Keenam, ada indikasi kuat bahwa telah terjadi tindakan penyiksaan oleh oknum Penyidik Polres Lembata dalam proses penyelidikan dan Penyidikan. Penydidik itu adalah, Aipda Dominikus Donni Kia (NRP 70080381).  Aiptu Lazarus Lit Raya (NRP 63080674), Brigpol Ady Sumarto Lesik (NRP 85090612) Brigpol Antonius Roni Moa (NRP 84011162), Brigpol Amon Jalla (NRP 83050879).
                “Surat Koalisi Penegak Keadilan dan Kebenaran diserahkan kepada Komnas HAM  pada 13 Februari 2014 baru mendapat jawaban pada 22 Oktober 2014.”

Kasus Pesan      
                Romo Frans Amanue mengatakan, sehubungan dengan kasus pembunuhan Lorens Wadu, 8 Juni 2013 lalu, telah di vonis sampai tingkat kasasi,  empat orang yaitu Vinsen Wadu (otak) di vonis hukuman seumur hidup, Yohanes Liko Ruing, alias Yohanes Nani Ruing, Rofinus Ratuloli Maran, alias Arifin, dan Marselinus Suban Welan dihukum 20 tahun penjara.
                “Mengikuti keseluruhan proses, kuat kesan bahwa Polisi Lewoleba bekerja berdasarkan pesanan. Rekayasa sudah dimulai sejak awal dari ruang Kasat Serse. Jejak rekayasa terlihat dari Laporan Polisi No. LP/100/VI/2013/NTT/Rest.LBT, tanggal 09 Juni  2013. Keempat orang tersebut diatas sengaja dikriminalisasi untuk menutupi skenario aktor sebenarnya. Vinsen Wadu, adik kandung korban sengaja dijadikan sebagai otak, ketiga lainnya eksekutor sehingga terpenuhi rekayasa bahwa pembunuhan itu bermotif warisan, hal yang tidak masuk akal berdasarkan alur pikir adat budaya lamaholot. Keluarga Wadu menolak motif warisan. Dari investigasi yang dilakukan pascavonis, beberapa saksi memberikan keterangan yang menunjukan bahwa keempat orang ini tidak beradadi TKP, alias tidak melakukan. Beberapa saksi mengatakan bahwa mereka di paksa polisi. ada yang menyampaikan bahwa sempat berkelahi dengan polisi Donni Kia yang memaksanya mengaku turut membunuh.”
                Menuurut kondisi TKP waktu itu tidak menunjukan tanda-tanda bahwa disitu terjadi “perkelahian” hebat. Publik di Lewoleba banyak berpendapat bahwa korban dibunuh ditempat lain baru dibawa ke situ. Dimana? Ada ssuara lantang yang menyatakan bahwa korban dibunuh di Rumah Jabatan Bupati Yance Sunur. bahkan ada yang mengklaim bahwa telah menonton rekaman dari HP tentang pembunuhan tersebut. Kelihatan memang TKP ialah rumah jabatan. “Pertanyaan yang mengusik ialah mengapa dan untuk apa mobil merah berada dijalan masuk kebun misi pada sekitar jam 20.00 wita? Ada yang tanya kepada petugas entah ada jalan tembus ke sebelah (kebun Lorens Wadu). Polisi tau kog abai? Rakyat Lembata punya harapan tinggi pada Kapolda NTT Endang Sunjaya. Polisi Lembata tidak punya martabat lagi. (Stef Tupen Witin, ditulis kembali oleh: Yogi Making).

Sumber, Koran Harian Florespos, terbitan Rabu 3 Desember 2014.


Rabu, 03 Desember 2014

Gara-Gara Tidak Disalami Anggota DPRD, Bupati Lembata Ngambek



Lewoleba, Lewolembata-
Gara-gara tidak disalami anggota DPRD,  Bupati Lembata ngambek dan meninggalkan paripurna DPRD. Sikap kekanak-kenakan ini ditunjukan Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur saat hadir mengikuti rapat paripurna DPRD Lembata, Selasa (2/12/2014) malam. Sidang dengan agenda pemandangan umum fraksi terhadap Nota Keuangan dan Ranperda APBD 2014 dipimpin ketua DPRD Lembata didampingi Wakil Ketua Paulus Makarius Dolu, dihadiri juga Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Sekda Lembata Petrus Toda Atawolo dan sejumlah pejabat eksekutif.
Pimpinan DPRD dan Wabub Lembata Viktor Mdo Watuh
dalam sebuak kesempatan.
Tampak Ketua DPRD Sedang Membacakan sebuah naskah
Anggota DPRD Lembata asal partai PDIP Yakobus Liwa, usai membacakan pemandangan umum fraksi lalu menghampiri meja pimpinan dengan maksud menyerahkan berkas pemandangan umum fraksinya. Namun sebelum itu, Yakobus terlebih dahulu menjabat tangan Wabub Lembata yang duduk pada posisi paling kanan atau persis disamping mimbar baca. Setelah menyalami Wabub, Yakobus langsung menuju pimpinan DPRD, dengan maksud menyerahkan berkas dan menyalami kedua pimpinan DPR tanpa mempedulikan Bupati yang posisi duduknya di samping kanan Ketua DPRD atau persisnya diantara ketua DPRD dan Wakil Bupati Lembata. Seperti biasa usai menyalami dua pimpinan DPRD, Yakobus pun balik menuju kursi tempat duduknya.
Aksi nakal Yakobus ini, tak pelak membuat Bupati Lembata tersinggung. Terlihat Bupati menoleh ke arah ketua DPRD sambil membisikan sesuatu. Tak jelas apa yang disampaikan Bupati ke Ketua DPRD, namun tiba-tiba Bupati berdiri dan melangkah turun dari podium meja pimpinan sembari memerintahkan semua pejabat eksekutifnya untuk meninggalkan ruang rapat. Seperti mendapat angin segar, semua pejabat eksekutif serempak berdiri lalu keluar meninggalkan ruang sidang. Beda dengan Bupati, Wabub Viktor Mado malah tak mau ikut-ikutan, dia memilih tetap duduk diruang sidang sembari menyaksikan kepergian Bupati dan semua cru eksekutifnya. Akibat aksi Bupati dan bawahannya ini, rapat paripuna akhirnya di skors.  
Ketua DPRD Lembata Fardinandus Koda kepada wartawan di ruang kerjanya Rabu (3/12/2014) mengaku kesal dengan sikap Bupati. Menurutnya, Bupati semestinya tak perlu tersinggung dengan sikap Yakobus Liwa, karena keduanya memang sedang berkonflik. “Lho, kalau orang tidak mau jabatan tangan dengan saya apa saya harus tersinggung? Apalagi orang yang menolak jabatan tangan ini sedang berseteru dengan kita. Kalau saya Bupati, saya cuekin saja,”kata Koda
Buruknya lagi, Bupati melibatkan semua pejabaat eskekutif dalam konflik pribadinya dengan Yakobus Liwa. “Sebagai Bupati, mestinya sikap kebapakan yang mesti di tonjolkan, jangan karena konflik pribadi lalu harus mengorbankan kepentingan yang lebih besar. Semestinya kami tersinggung dengan tindakan Bupati ini, tapi untuk apa? Kami tidak mau korbankan kepentingan rakyak,” lanjut Koda.
Lantas, apakah DPRD rapat akan dilanjutkan lagi? “kita akan undang pemerintah untuk lanjutkan paripurna ini,” jawab Koda.
Sebagai gambaran, usai meninggalkan ruang sidang, Bupati membawa pergi semua pejabat bawahannya ke rumah jabatannya, termasuk didalamnya sekertaris DPRD Lembata, Burhanudin Kia. Saat di hubungi Burhan menjelaskan, dalam pertemuan di rumah jabatan bupati itu, melalui dirinya Bupati menyampaikan pesan kepada ketua DPRD, bahwa Bupati menolak untuk hadir kembali dalam rapat dengan agenda yang sama. “Saya sudah sampaikan ke ketua DPRD,” ujar Burhan. (Yogi Making)

Senin, 01 Desember 2014

Omong Soal Pembunuhan Lorens Wadu, Sopir Bupati Lembata Kasari Romo Frans Amanue


Lewoleba, Lewolembata-
Sopir mobil jabatan Bupati Lembata, Omi Wuwur kembali buat ulah. Sabtu, (29/11/2014) saat bertemu Romo Frans Amanue di depan panti asuhan Don Bosco Lewoleba, Omi menghardik Rm. Frans dengan kata-kata yang tidak mengenakan.
Rm. Frans Amanue, Pr
Ditemui di rumah pastoran paroki Sta. Maria Baneaux Lewoleba, Rm. Amue membenarkan kejadian ini. Dia menuturkan, saat itu dirinya hendak bertamu ke susteran CIJ. Saat hendak masuk ke biara, datang mobil merah bernomor polisi EB 1. Mobil di parkir, dan terlihat Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur turun dari mobil lalu berjalan masuk ke panti asuhan. Tak lama berselang, Omi Wuwur sang sopir mobil jabatan pun ikut turun namun tidak ikut masuk bersama Bupati. Omi justru berjalan menuju ke arah Rm. Frans berdiri.
Saat berhadapan dengan pastor berambut putih ini, Omi sang supir mobil Bupati yang sempat menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Lorens Wadu menghardik sang pastor Amanue dengan kata-kata yang tidak mengenakan. “dia datang ke saya lalu tanya, kau ini ka yang omong bahwa Lorens Wadu di bunuh di rumah jabatan bupati,” tutur Rm. Amanue mengutip Omi.
Kendati Omi menyapanya dengan kata tak sopan, namun Rm. Frans pun mencoba menanggapinya dengan santai, “saya bilang, ya...tetapi saya kutip pernyataan orang. Dia lalu bilang, tetapi ada rekaman. Saya jawab lagi, terserah ada rekaman atau tidak, dan kalau mau omong tentang ini, mari kita omong di kantor polisi,” tangkis Amanue santai.
Dengan ekpresi yang tidak bersahabat, Omi lalu berbalik arah berjalan menuju mobil Bupati sambil berkata, “pastor macam apa kau,” ujar Amanue. Setelah Omi berlalu, Amanue pun berjalan menuju biara susteran CIJ.
Amanue membenarkan jika dirinya pernah membuat pernyataan terkait pembunuhan lorens wadu, pernyataan itu merupakan pernyataan sikap tertulis yang dia bacakan dalam acara silaturahmi dengan Kapolda NTT di Aula Hotel Palm Indah. Pernyataan tertulis sebagaimana yang dia bacakan merupakan kutipan dari pernyataan orang. Pernyataan ini disampaikan guna meminta Kapolda NTT untuk segera mengambil alih penyelidikan berbagai kasus kriminal di Lembata.
Karena itu, tidak ada alasan bagi sang supir mobil jabatan bupati dan pernah di beritakan melarikan diri ketika sedang di periksa sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Lorens Wadu itu untuk tersinggung. “Apa alasanya sehingga dia tersinggung?” tanya Amanue.
Amanue juga mengaku memahami kondisi psikologi sang supir bupati ini, karena bisa jadi kondisi kejiwaan Omi sang supir Bupati ini sedang terganggu ketika media memberitakan janji Kapolda NTT Endang Sujana untuk segera mengirim tim Polda guna mengusut ulang kasus pembunuhan Lorens Wadu.
Lebih jauh terkait kedatangan Bupati ke Panti Asuhan Don Bosco, Amanue mengaku tak tahu persis maksud kedatangan Bupati, namun dia menduga kalau Bupati datang untuk bertemu Uskup Larantuka Mgr. Fransikus Kopong Kung yang baru tiba dari Larantuka. (Yogi Making)

Berkat Rumah Pastor, Uskup Larantuka Himbau Orang Tua Untuk Sekolahkan Anak


Umat Minta Pastor Paroki Jangan Pindah


Mgr. Frans Kopong Kung menyampaikan sambutan
Orang tua baru di bilang sukses ketika mampu menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang perguruan tinggi. Karena itu orang tua wajib untuk bersungguh-sungguh menyekolahkan anak dan menjadikan pendidikan sebagai prioritas.
Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr menyampaikan hal ini dalam acara syukuran penerimaan sakramen krisma bagi  540 anak yang dipadu dengan acara pemberkatan rumah pastor di Paroki Maria Bintang Laut-Waipukang, Ile Ape, Kabupaten Lembata, Minggu (30/11/2014). Acara ini dihadiri juga Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, dan Ketua DPRD Lembata, Ferdinandus Koda. Acara syukuran yang di gelar di halaman pastoran Paroki Waipukang ini berlangsung meriah dan di ikuti oleh ribuan umat paroki, dan sejumlah tamu undangan.
Selain menghimbau orang tua dan anak untuk sungguh-sungguh menempuh pendidikan, Mgr Kopong Kung juga memberi apresiasi kepada umat dan Pastor Paroki Maria Bintang Laut yang sukses membangun rumah pastoran. “Banyak sekali hal bagus dan saya apresiasi dan terus saya dorong, tetapi semua yang bagus di paroki ini akan menjadi indah, kalau 500-an anak yang baru menerima sakramen krisma tadi menjadi orang-orang yang sukses, dan saya wajibkan kepada semua orang tua supaya mencari jalan untuk menyekolahkan anak sampai ke jenjang pendidikan perguruan tinggi. Kalau anak kita tamat di perguruan tinggi, itu baru kita sukses,”
Sementara itu Pastor Paroki Maria Bintang Laut Waipukang, Romo Arnodus Guna Koten, Pr dalam sambutannya di acara itu mengatakan, apalah artinya jika idealisme tanpa fanatisme, dan karena idealisme membangun yang dibarengi dengan fantisme itu maka kesuksesan dapat di raih. Terselesainya pembangunan rumah pastoran yang menelan dana sekitar Rp. 300-an juta adalah kesuksesan bersama semua umat dan pastor, namun diapun menyadari karena idealisme membangun yang terpatri dalam dirinya itu sering membuat orang lain terluka.
Karenanya kehadapan Uskup, tamu undangan dan ribuan umat, gembala umat paroki Maria Bintang Laut yang juga sebagai aktivis kemanusiaan dan sering terlibat dalam berbagai aksi demonstrasi di Kabupaten Lembata ini, berjanji untuk segera meminta maaf kepada setiap hati yang tersakiti selama proses pembangunan sedang berjalan. Pastor demonstran yang akrab di sapa Noldi pun tak lupa menyampaikan maaf secara langsung kepada Uskup Kopong Kung.
“saya tau kalau selama proses membangun ini, ada hati yang tersakit, karena itu saya berjanji untuk segera mendatangi dan meminta maaf kepada semua yang pernah disakiti. Saya juga minta maaf kepada Yang Mulia Bapak Uskup, kalau selama dua tiga tahun saya berkarya di paroki ini saya mengores luka di hati bapak Uskup,”
Sekedar gambaran, rumah pastoran di Paroki Waipukang ini terbilang megah dan di lengkapi pelataran dan taman yang dibangun permanen. Romo Noldy mengatakan, seluruh pembangunan melanan dana lebih dari 300 juta dari taksasi anggaran awal sebesar Rp. 1. 50.000.000,- “disamping ada bantuan dari pemerintah dan pihak ketiga, ada kontribusi dana dari umat se paroki Maria Bintang Laut. Rencana anggaran sesuai perhitungan lebih dari 1 miliyar tetapi kita tekan sampai 300-an juta tanpa merubah sedikipun model dan ukuran bangunan dalam perencanaan,”
Rumah paroki ini awal pembangunan yang di tandai dengan peletakan batu pertama oleh Uskup Larantuka, Mgr. Kopong Kung, Pr pada 28 Juni 2012 dan selesai di bangun pada awal tahun 2014, tak cukup dengan bangunan inti, Noldi juga memperindah rumah parokinya dengan taman dan pelataran yang permanen, proses pembangunan bertahap inilah, yang membuat rumah pastoran ini baru diresmikan. 

Umat Masih Pertahankan

Sosok Romo Arnoldus Guna Koten, Pr, tidak saja dikenal sebagai pastor yang visioner, tetapi di kenal juga sebagai imam yang akrab dalam setiap kehidupan umat. Sejak berkarya di Paroki Maria Bintang Laut Waipukang, Noldi tidak saja membangun rumah pastoran, tetapi juga mendorong umatnya untuk membangun gereja di setiap Stasi. Terbukti, selama tiga tahun kepemimpinannya, beberapa gereja stasi  berhasil di bangun.
Oleh karena semangat membangun dan kedekatan dengan umat inilah, umat gembalaanya meminta Yang Mulia Bapak Uskup Larantuka, Mrg. Frans Kopong Kung untuk jangan memindahkan Noldi. Permintaan kepada Uskup Larantuka ini disampaikan oleh, Philipus Payong umat stasi Ohe, desa Kolontobo, Kecamatan lle Ape.
Philipus mengatakan, seluruh umat ingin meraih sukses bersama gembala mereka, Rm. Arnold Guna. “karena itu kami minta agar Bapak Uskup Larantuka jangan pindahkan Romo Noldi dari Waipukang, masih ada cita-cita yang akan kami raih bersama, disamping itu kami juga masih merinduhkan bimbingan beliau,”
Acara sykuran ini ditandai dengan perjamuan makan siang bersama. Menariknya, berbagai jenis menu makanan lokal disiapkan secara swadaya oleh setiap stasi dalam paroki Maria Bintang Laut Waipukang. Umat dan tamu undangan, bebas mengambil makan pada setiap meja hidangan yang tersaji oleh masing-masing stasi (Yogi Making)