Halaman

Kamis, 04 Desember 2014

Komnas HAM Desak Kapolda NTT


Komnas HAM mengirim surat kepada Kapolda NTT pada 22 Oktober 2014, surat yang ditandatangani oleh komisioner Dianto Bachriadi dari Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan itu mendesak Kapolda NTT Brigjen Endang Sunjaya membuka kembali penyelidikan kasus Lorens Wadu yang diduga syarat rekaysa dari pihak kepolisian lembata. Berdasarkan kewenangan dalam pasal 89 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999, Komnas HAM meminta Kapolda NTT untuk  menjelaskan hal ini dan tindakan yang telah diambil dalam upaya menyelesaikan masalah tersebut dengan memeriksa pihak-pihak terkait serta memberikan perkembangan penanganan.
Vinsen Wadu, dalam pengawalan dua Anggota Polisi Polres Lembataa

Hal itu disampaikan Koordinator Koalisi Penegak Keadilan dan Kebenaran (KPK2) dan Koordinator Komisi JPIC Asia-Oceania Pater Micahael Pruhe, OFM dalam pres release yang diterima Flores pos pertengahan November 2014. Menurutnya Komnas HAM meminta Kapolda NTT memberi tanggapan atas kasus ini dengan mencantumkan agenda pengaduan nomor 90.706. KOMNAS HAM memberi waktu 30 har kepada Kapolda NTT untuk memberi tanggapan terhitung sejak surat tersebut diterima.
Menurutnya,  surat  tersebut ditembuskan kepada Ketua Komnas HAM, Ketua Komisi III DPR-RI, Kapolri, Ketua Kompolnas, Kabiid Propam Polri, Irwasda Polda NTT, Kapolres Lembata, Ketua Koalisi KPK2 di Jakarta . “Dengan adanya surat Komnas HAM ini maka kerinduan rakyat Lembata akan keadilan dan kebenaran dalam kasus Lorens Wadu bisa terobati. Rakyat Lembata khususnya keluarga Lorens Wadu masih hidup dalam ketidakpuasan akan proses hukum yang patut diduga  sarat rekayasa dari aparat Polres Lembata,”

Fakta Rekayasa
                Pater Micahel Pruhe, OFM mengatakan, pada 21 Juli 2014 Koalisi Penegeka Keadilan dan Kebenaran (KPK2) menulis surat dan menyerahkan data-data terkait pembunuhan tragis Loresn Wadu, mantan Kadis Perhubungan, Informatika dan Komunikasi Kabupaten Lembata kepada Komnas HAM untuk meminta bantuan Komnas HAM dalam menegakan keadilan dan kebenaran dalam kkasus tersebut. Melalui surat No. 03.KPK2/Feb/2014, tanggal 13 Februari 2014 Koalisi mengadukan institusi Polres Lembata dalam penanganan kasus pembunuhan Lorens Wadu yang menghebohkan seluruh warga Kabupaten Lembata. Kasus pembunuhan itu telah terindikasi tidak profesional, mengaburkan kasus dan melakukan penganiayaan terhadap ke empat tersangka, masing-masing, Marselinus Suban Welan, Vinsen Wadu, Yohanes Nani Ruing dan Arifin Maran.
                Ada 6 butir pengaduan Komnas HAM yang berdasarkan fakta-fakta yang mengarah pada rekayasa kasus. Pertama, Penyidik Polres Lembata sejak awal memaksa para tersangka untuk memberi kesaksian yang mendukung motif warisan yang di rekayasa oleh oleh Penyidik Polres Lembata dalam kasus tersebut, meski motif warisan dibantah dan ditolak oleh keluarga. Kedua   ketika ditangkap dan dimintai keterangan para tersangka tidak didampingi penasihat hukum, tetapi dalam BAP tertulis bahwa tersangka didampingi Penasihat Hukum yaitu, Saudara Stanis Kapo Lelangwayan, SH. Ketiga , sebelum dilakukan rekonstruksi para tersangka diarahkan oleh anggota Polres Lembata sebanyak 10 kali yaitu, 6 kali pada malam hari dan 4 kali pada pagi hari, di Mapolres Lembata tempat para tersangka menjalani masa tahanan. Keempat, berdasarkan keterangan di persidangan pada Senin 18 November 2013 salah seorang tersangka (Marselinus Suban Welan) menyebut 5 pelaku baru dalam kassus pembunuhan tersebut yakni, Brigpol Heriansa, Omi Wuwur, Vinsen Dasion, Evan Wadu, Inso Gowing. Kelima pelaku iitu kemudian diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka tanpa pemeriksaan oleh pihak penyidik Polres Lembata dan ditangguhkan penahannya pada Rabu 27 November 2013. Kelima, ada indikasi berdasarkan fakta yang ada bahwa kematian Lorens Wadu terkait dengan pembebasan kawasan hutan keam. Keenam, ada indikasi kuat bahwa telah terjadi tindakan penyiksaan oleh oknum Penyidik Polres Lembata dalam proses penyelidikan dan Penyidikan. Penydidik itu adalah, Aipda Dominikus Donni Kia (NRP 70080381).  Aiptu Lazarus Lit Raya (NRP 63080674), Brigpol Ady Sumarto Lesik (NRP 85090612) Brigpol Antonius Roni Moa (NRP 84011162), Brigpol Amon Jalla (NRP 83050879).
                “Surat Koalisi Penegak Keadilan dan Kebenaran diserahkan kepada Komnas HAM  pada 13 Februari 2014 baru mendapat jawaban pada 22 Oktober 2014.”

Kasus Pesan      
                Romo Frans Amanue mengatakan, sehubungan dengan kasus pembunuhan Lorens Wadu, 8 Juni 2013 lalu, telah di vonis sampai tingkat kasasi,  empat orang yaitu Vinsen Wadu (otak) di vonis hukuman seumur hidup, Yohanes Liko Ruing, alias Yohanes Nani Ruing, Rofinus Ratuloli Maran, alias Arifin, dan Marselinus Suban Welan dihukum 20 tahun penjara.
                “Mengikuti keseluruhan proses, kuat kesan bahwa Polisi Lewoleba bekerja berdasarkan pesanan. Rekayasa sudah dimulai sejak awal dari ruang Kasat Serse. Jejak rekayasa terlihat dari Laporan Polisi No. LP/100/VI/2013/NTT/Rest.LBT, tanggal 09 Juni  2013. Keempat orang tersebut diatas sengaja dikriminalisasi untuk menutupi skenario aktor sebenarnya. Vinsen Wadu, adik kandung korban sengaja dijadikan sebagai otak, ketiga lainnya eksekutor sehingga terpenuhi rekayasa bahwa pembunuhan itu bermotif warisan, hal yang tidak masuk akal berdasarkan alur pikir adat budaya lamaholot. Keluarga Wadu menolak motif warisan. Dari investigasi yang dilakukan pascavonis, beberapa saksi memberikan keterangan yang menunjukan bahwa keempat orang ini tidak beradadi TKP, alias tidak melakukan. Beberapa saksi mengatakan bahwa mereka di paksa polisi. ada yang menyampaikan bahwa sempat berkelahi dengan polisi Donni Kia yang memaksanya mengaku turut membunuh.”
                Menuurut kondisi TKP waktu itu tidak menunjukan tanda-tanda bahwa disitu terjadi “perkelahian” hebat. Publik di Lewoleba banyak berpendapat bahwa korban dibunuh ditempat lain baru dibawa ke situ. Dimana? Ada ssuara lantang yang menyatakan bahwa korban dibunuh di Rumah Jabatan Bupati Yance Sunur. bahkan ada yang mengklaim bahwa telah menonton rekaman dari HP tentang pembunuhan tersebut. Kelihatan memang TKP ialah rumah jabatan. “Pertanyaan yang mengusik ialah mengapa dan untuk apa mobil merah berada dijalan masuk kebun misi pada sekitar jam 20.00 wita? Ada yang tanya kepada petugas entah ada jalan tembus ke sebelah (kebun Lorens Wadu). Polisi tau kog abai? Rakyat Lembata punya harapan tinggi pada Kapolda NTT Endang Sunjaya. Polisi Lembata tidak punya martabat lagi. (Stef Tupen Witin, ditulis kembali oleh: Yogi Making).

Sumber, Koran Harian Florespos, terbitan Rabu 3 Desember 2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar