Halaman

Senin, 08 Oktober 2012

Warga Puor dan Uruor Sepakat Berdamai


LEWOLEBA, FBC- Warga desa Puor, kecamatan Wulandoni dan warga desa Uruor kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata,  akhirnya bersepakat untuk mengakhiri sengketa lahan pertanian di Il Kwikit. Kesepakatan damai ini diambil setelah Pemerintah bersama Polres Lembata turun langsung ke lapangan untuk meninjau lokasi yang disengketakan dan berdialog dengan warga yang bersengketa.
Sebagaimana yang disaksikan FBC pada Jumat, (5/10/2012),  Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Watun, SH bersama beberapa pejabat di lingkup Setda Kabupaten Lembata serta Kapolres Lembata AKBP Marthen Johannis, SH bersama bersama jajaran kepolisian resort Lembata terlihat berada di lokasi untuk memediasi pertikaian antar warga. Kegiatan ini merupakan tindak lajut dari hasil pertemuan dengan warga desa Puor A dan Puor B di Lewoleba pada Senin (24/9/2012).

Hadir juga dalam pertemuan itu, Camat Nubatukan Begu Ibrahim BA, Camat Wulandoni Benediktus Ledo, juga beberapa tokoh masyarakat dari desa yang bertikai yang tinggal di Lewoleba.

Untuk diketahui, bukit Il Kwikit merupakan sebuah bukit tandus yang disekitar lerengnya terdapat sejumlah lahan pertanian dan perkebunan kemiri yang sebagian besarnya sedang dikuasi oleh warga desa Puor A dan Puor B kecamatan Wulandoni, dimana diklaim oleh warga desa Uruor kecamatan Nubatukan sebagai hak ulayatnya.

Pantuan FBC, Tim Mediasi Kabupaten yang dipimpin langsung  Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Watun dan Kapolres Lembata AKBP Marthen Johannis, SH, sudah hadir ke lokasi  sejak pukul 08.00 waktu setempat. Namun demikian pertemuan baru dilangsungkan pukul 12.00 WITA. Akibat masih menanti kehadiran warga desa Puor A dan Puor B.

Warga Saling Bantah Hak Ulayat
Setetah sejenak menggungkapkan rasa kekesalan kepada kepala desa Puor A dan Puor B yang terlambat datang ke TKP, Wabub Viktor Mado membuka dialog. “Kami datang kesini tidak untuk membela siapa-siapa, sebagai pemerintah kami berharap kasus ini segera kita tangani dengan tidak mengorbankan warga, oleh karenanya saya berharap, dalam dialog nanti, semua kita diharapkan untuk tetap berpikiran dingan dan tidak mengungkapkan kata-kata yang dapat memicu konflik. Sebelum mengambil kesimpulan, sebagai pemerintah kami ingin mendapat gambaran dari masing-masing desa tentang hak kepemilikan atas tanah yang selama ini diklaim sebagai hak ulayat”. Jelas wabub.

Masing-masing juru bicara (Jubir) diberikan kesempatan untuk menyampaikan fakta dan data tentang hak kepemilikan atas tanah yang disengekatakan.

“Berdasarkan cerita dari turun temurun, batas hak ulayat kami orang Puor terhitung dari bagian timur adalah, Gua Maria, Wat Blokep, Waiemar, Belengor, sampai ke bukit Il Kera, turun menyusur ke bawah sampai berbatasan dengan desa Udak Melomata kecamatan Nubatukan dan desa Lewuka kecamatan Wulandoni ke ujungnya, Kilomata dan Waikujeng”. Kata Jubir Puor Frans Erak

Sedang bagian barat, lanjut Frans,”Gua Maria, Kepedek, terus menuju batas dengan desa liwulagan dan terus menuju perbatasan dengan desa Boto, yang biasa kami sebut dengan Watotika”. Kata Frans.
Sementara itu menurut Frans, tahun 1922 sempat terjadi kesepakatan persehatian batas yang dibuat oleh kedua desa dihadapan wakil pemerintahan belanda, yang kala itu dipimpin oleh Bestiur Rambing, sementara Puor diwakili oleh bapak Beda Blakin, Uruor oleh Bapak Ur Kame juga Nua Lela (Wulandoni-red) oleh Bapak Paduk.

Keterangan Jubir Puor ini, langsung dibantah oleh warga Uruor. Melalui ketua BPD Uruor Yoseph Kopong,  warga Uruor mengungkapkan fakta kepemilikannya.
“Kami tidak berbatasan dengan dengan Puor, tetapi kami berbatasan dengan Imulolong (sebuah desa di sebelah barat Desa Puor-red) kecamatan Wulandoni. hak ulayat kami terhitung dari, Kung, Tapo Barak, Koli Or, Kolikenesak, Melomata, dari melomata ikut punggung bukit hingga ke Watbujak”. Terang  Yoseph.

Sementara itu, dengan desa Belobaja dan Labalimut, dihitung dari Watbujak, Belatopo, Il Kwikit hingga ke Banitobo. Lanjutnya.

Wabub-Viktor-Mado-Wathun-(bertopi),-serius-Mendengar-Frans-Erak,-Jubir-Desa-Puor
Persehatian batas, menurut Yoseph tidak terjadi tahun 1922 sebagaimana di ungkap jubir desa Puor, namun sesungguhnya terjadi tahun 1926 dan lokasi Il Kwikit dikuasai oleh orang belobatang, sementara itu, Waiemar yang dikalim sebagai milik orang Puor dibantahnya. “Di lokasi Waiemar itu, ada sebuah mata air yang dipahat oleh orang tua kami yang bernama bapak Bubun dan hingga saat ini mata air itu diberi nama Bubunlabawai”.  Terang Yoseph.

Keterangan masing-masing jubir ini diamini oleh utusan warga yang hadir saat dialog berlangsung. Walau tak mampu menunjukan bukti kepemilikan, dan hanya berdasarkan ceritera yang diwariskan secara turun temurun, kedua pihak tetap bertahan dan tak mau mengakui kepemilikan dari salah satu pihak.

Bantahan-demi bantahan terus saja terjadi, suasana dialog sempat memanas. Namun berkat kesigapan aparat kepolisian dan pasukan Satpol PP yang sedari awal sudah di siagakan, situasi memanas berhasil ditenangkan.

Sepakat Mengakhiri Konflik
Mendengar penjelasan yang disampaikan warga melalui Jubir, pemeritah akhirnya menawarkan dua opsi sebagai jalan keluar, Opsi pertama kata wakil, warga tidak dilarang untuk mengolah lahan yang ada, tanpa melihat hak ulayat dari desa mana, tetapi berpatokan pada kepemilikan lahan secara pribadi. Bagi warga yang mau mengolah lahan yang bukan miliknya wajib untuk menyampaikan pada pemilik lahan, dan opsi  kedua yang ditawarkan adalah, untuk mengakhiri konflik, pemerintah dengan segala kewenangan yang dimiliki, menunjuk garis batas, dengan tetap mempertimbangkan wilayah-wilayah yang dipertahankan sebagai hak ulayat dari mamsing-masing desa, jelasnya.

“itu dua opsi yang pemerintah tawarkan, jika bersedia maka kita akan buat kesepakatan”. Usul Wabub.
Selain wabub, Kapolres Lembata AKBP Marthen Johannis, SH, ikut menjelaskan. Menurutnya, jika tetap bertahan berdasarkan ceritera sejarah yang diwariskan secara turun temurun, maka kedua pihak sangat berpotensi untuk mengarang sejarah baru. Oleh karenanya, sebagai manusia yang hidup dialam modern sebaiknya, sejarah yang ada biarlah untuk kebesaran dan kebanggaan di desa masing-masing, namun tidak dipakai untuk menekan sesama, katanya.

“kalau mau runut sejarah, pasti ada saja yang mengarang sejarah. Cerita-cerita yang ada biarlah tetap diceritakan sebagai kebanggan dan kebesaran di masing-masing desa kita, marilah dalam kesempatan ini kita bersepakat untuk mencari jalan keluar terbaik, dengan tidak merugikan masing-masing pihak”. Jelasnya.
Mendengar arahan dan penjelasan baik dari Wakil Bupati maupun Kapolres Lembata, kedua pihak akhirnya memilih untuk bersepakat dan menerima tawaran opsi pertama dari pemerintah, dengan memuat enam poin kesepakatan.

Kesepakatan dimaksud adalah, pertama, kedua pihak tidak lagi mempersoalkan hak ulayat sebagaimana yang disengketakan selama ini, kedua,  daerah yang disengketakan menjadi pengelolaan bersama, dengan tetap berpatokan pada hak kepemilikan perorangan, ketiga, jika terjadi sengketa atas kepemilikan lahan, maka kepala desa dari masing-masing pihak bertanggungjawab untuk menyelesaikan sengketa dengan tetap berpedoman pada penjelasan pihak yang bersengketa, keempat, masing-masing kepala desa bertanggungjawab terhadap warganya dan berkewajiban menenangkan warganya bila terjadi perselisihan terkait lahan pertanian, dan kelima keputusan bersama ini tidak dapat diganggu/gugat oleh pihak manapun, dan dianggap final dan mengikat kedua belah pihak yang bertikai. Dan yang keenam, zona yang disengketakan menjadi zona batas antar kecamatan Wulandoni dan Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.

Setelah menyatakan menerima enam poin hasil kesepakatan, warga kemudian saling berjabatan tangan. Keputusan dibuat dalam bentuk berita acara tertulis dan ditandatangani oleh masing-masing pihak. Kerena berita acara yang dibuat hanya memuat lima poin kesepatakan, dan mamsih dalam bentuk tulis tangan, maka utusan masing-mamsing pihak kembali diminta hadir di Kantor Bupati Lembata, pada hari senin (8/12/2012) guna menandatangani berita cara lengkap. (Yogi Making)

Sumber :www.floresbangkit.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar