Halaman

Senin, 11 Juni 2012


SKB LIMA MENTERI PERKARA BARU TUK DUNIA PENDIDIKAN

Surat Keputusan Bersama (SKB) lima Menteri Nomor 05/X/PB/2011, NOMOR SPB/03/M.PAN-RB/10/2011, NOMOR 48 Tahun 2011, NOMOR 158/PMK.01/2011, dan NOMOR 11 Tahun 2011, Tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Merupakan lonceng kematian bagi Guru tidak tetap, khususnya yang mengajar di sekolah negeri. Peraturan Bersama Lima Menteri ini menegaskan (kembali) kewajiban guru PNS untuk mengajar di depan kelas minimal 24 jam per minggu.
Terkait dengan SKB itu Menteri Kemendikbud, Mohammad Nuh, dalam penjelasannya mengatakan Kondisi guru di Indonesia ini sejatinya mencukupi. Tapi gara-gara ada ketimpangan distribusi, maka ada sekolah tertentu di daerah tertentu kekurangan guru. Bahkan, ada mata pelajaran tertentu di sekolah tertentu, yang juga kekurangan guru.
Untuk memperjelas pernyataan Kemendikbud, Mohammad Nuh, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan Musliar Kasim menambahkan, SKB lima menteri juga dibuat untuk menjawab keluhan dan permasalahan terkait distribusi guru. Sebab, di beberapa daerah seringkali ditemukan jumlah guru yang melebihi kebutuhan, sedangkan di daerah lainnya justru kekurangan guru.
Roh atau semangat dari dalam SKB itu adalah untuk menarik seluruh urusan tata kelola guru yang ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota menjadi wewenang propinsi dan pusat. Dengan diterbitkan SKB tersebut diharapkan pengelolaan guru menjadi lebih baik sehingga dunia pendidikan negeri ini akan mampu melahirkan generasi yang baik, generasi yang beriman dan berakhlak shaleh.
Namun demikian SKB 5 Menteri yang telah diberlakukan mulai Januari 2012 ini ternyata banyak menuai kritikan. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebutkan bahwa dalam implementasinya, SKB 5 Menteri ini menimbulkan kekacauan, ketidakharmonisan di antara guru dan banyak guru kehilangan pekerjaan serta terancam dicabut tunjangan sertifikasinya.
Merujuk pendapat Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti, ada sejumlah dampak negatif yang merugikan guru dan siswa akibat pelaksanaan SKB 5 Menteri tersebut, di antaranya:
1)    SKB 5 Menteri mengabaikan peningkatan mutu pendidikan. Dalam SKB 5 Menteri dirumuskan bahwa guru harus mengajar (tatap muka) minimal 24 jam dan maksimal 40 jam. Akibatnya akan terjadi “pertikaian” horizontal di lapangan lantaran perebutan jam mengajar. Pembulatan ke bawah jam tatap muka guru mengakibatkan banyak guru PNS yang tidak memperoleh 24 jam di tempatnya bertugas. Sehingga para guru jadi saling serang dan menganggap guru lainnya sebagai ancaman. Kondisi semacam ini jika dibiarkan akan berakibat pada kondisi sekolah yang tidak harmonis, terlebih dasar pembagian jam mengajar di banyak sekolah tidak merujuk pada ketentuan SKB 5 Menteri ini. Pembagian lebih didasarkan pada senioritas bukan kompetensi dan kinerja atau prestasi.
 2)    SKB 5 Menteri memicu mutasi guru nasional secara besar-besaran. Setidaknya SKB 5 Menteri yang diberlakukan pemerintah berpeluang memutasi 20-50 persen guru PNS di sekolah negeri. Perkiraan itu didasarkan pada SKB yang menentukan rumus perhitungan kebutuhan guru di setiap satuan pendidikan.
 3)    SKB 5 Menteri mengakibatkan guru tidak fokus. Ketentuan SKB 5 Menteri tentang waktu tatap muka untuk sekolah lain (75 persen) dan untuk sekolah induk (25 persen) berakibat pada pemborosan energi, tidak fokusnya guru dalam memberikan materi, menghambat karir, serta mengganggu perekonomian guru. Padahal dalam pelaksanaannya, tugas tatap muka memerlukan waktu, tenaga, biaya, dan energi yang cukup besar. Dengan perkiraan mengajar di dua sampai empat sekolah, maka waktu guru banyak tersita dalam perjalanan menuju sekolah dan membuat guru tidak fokus mengajar.
 4)    Mengancam guru dan Sekolah swastaDalam SKB 5 Menteri, para guru PNS yang kekurangan jam mengajar (belum 24 jam) hanya diperbolehkan menutupi kekurangan jamnya dengan mengajar di sekolah negeri. Sementara, guru yang memiliki tugas tambahan menjadi staf, wali kelas, pembina, dan piket sama sekali tidak memperoleh penghargaan (dalam bentuk jam). Sehingga, memaksa mereka memenuhi kewajiban tatap muka minimal 24 jam. Ketentuan ini dinilai dapat menghilangkan hak anak-anak miskin untuk memperoleh pembelajaran dari guru yang sudah disertifikasi lantaran adanya dikotomi antara siswa sekolah swasta dan negeri. Selain itu keputusan dalam SKB 5 Menteri yang akan menarik guru PNS dari sekolah swasta juga berdampak buruk, terutama dalam upaya mempercepat pemerataan kualitas sumber daya manusia di sekolah swasta.
5)    SKBM 5 Menteri secara tidak langsung mengharuskan guru berhenti belajar. Dampak negatif lain dari implementasi SKB 5 Menteri adalah  hilangnya waktu bagi para guru untuk membaca dan menulis lantaran disibukkan kesana kemari guna memenuhi kewajiban mengajar minimal 24 jam. Akhirnya para guru harus merasa puas dengan ilmu yang “apa adanya” lantaran tidak memiliki cukup waktu untuk belajar dan membaca. Tentu saja pihak yang paling dirugikan dalam hal ini adalah peserta didik, terutama dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.

Dampak SKB Terhadap Kemajuan Pendidikan Lembata.

Dunia Pendidikan Lembata, hampir sebagian besarnya diselenggarakan oleh pihak swasta, tidak hanya di dunia pendidikan dasar, namun sampai pada dunia pendidikan menengah dan atas. Terkait dengan pemberlakuan SKB Lima Menteri, banyak sekolah swasta terancam kekuarangan guru yang bisa berdampak pada matinya sebuah lembaga pendidikan. Hal ini disebabkan kerena banyak guru PNS yang ditempatkan pada sekolah-sekolah swasta, terutama sekolah swasta yang terletak di ibu kota kabupaten, jika SKB Lima Menteri ini benar-benar diimplementasikan maka jelas akan terjadi pemerataan guru PNS pada sekolah-sekolah negeri yang terletak di pelosok lembata yang selama ini mengeluhkan kekurangan guru. Dan sudah pasti sekolah swasta yang sedikit diringankan karena mendapat bantuan tenaga pengajar guru PNS akan mengalami kekurangan guru.  
Walau demikian kita tentu berharap dengan pemberlakuan SKB Lima Menteri ini, dapat memperbaiki mutu pendidikan di Kabupaten Lembata menuju kearah yang lebih baik,  bukan malah sebaliknya hanya akan menambah beban sekaligus bobrok dalam pengelolaan pendidikan di negeri tercinta ini… (Yogi Making-dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar