Lembata NTT, KPK
Pembangunan jalan Trans Lembata sepanjang ± 2 Km yang menelan dana 8,7 Miliar, pada tahun anggaran 2011 terindikasi praktek mark Up. Hal ini dikemukakan ketua Komisi III DPRD Lembata, Simon Lake Odel, SPd di gedung DPRD Lembata ketika ditemui KPK pekan lalu.
Menurut Odel, pembangunan jalan Hotmix Trans Lembata, sangat tidak berkualitas karena menurutnya, penutup trotoar hanya asal dikerjakan dan ketebalan aspalnya tidak memenuhi syarat sehingga berpengaruh terhadap permukaan badan jalan yang tidak rata. Dengan kondisi yang demikian, Odel menyatakan bahwa ada indikasi mark up dibalik proyek ini.
Pembangunan jalan Trans Lembata sepanjang ± 2 Km yang menelan dana 8,7 Miliar, pada tahun anggaran 2011 terindikasi praktek mark Up. Hal ini dikemukakan ketua Komisi III DPRD Lembata, Simon Lake Odel, SPd di gedung DPRD Lembata ketika ditemui KPK pekan lalu.
Menurut Odel, pembangunan jalan Hotmix Trans Lembata, sangat tidak berkualitas karena menurutnya, penutup trotoar hanya asal dikerjakan dan ketebalan aspalnya tidak memenuhi syarat sehingga berpengaruh terhadap permukaan badan jalan yang tidak rata. Dengan kondisi yang demikian, Odel menyatakan bahwa ada indikasi mark up dibalik proyek ini.
“Memang panjang jalan sudah sesuai namun, kalau kualitasnya seperti ini maka pekerjaan ini akan meninggalkan persoalan baru, karena saya yakin jalan ini tidak akan bertahan sampai 10 tahun”. Odel juga mempertanyakan model pengawasan dari pihak eksekutif sebab jalan ini tepat berada di depan kantor Bupati Lembata. “Jika yang ada dihadapan kita saja tiak diawasi dengan baik apalagi proyek-proyek lain yang berada di desa-desa. para kontaktor tentu akan lebih asal-asalan lagi mengerjakan berbagai proyek karena lemahnya control dan pengawasan pemerintah”.
Sementara itu, aktivis muda Lembata, Elias Keluli Making, kepada KPK mengungkapkan, Kualitas pembangunan jalan Hotmix Trans Lembata sangat rendah dan tidak menguntungkan masyarakat. Kondisi trotoar yang tidak tuntas dikerjakan, pori-pori aspal yang tidak ditutup dengan baik serta ketebalannya yang tidak memenuhi syarat, berpotensi akan gampang retak dan berlubang.
Menurut Elias, dengan kualitas seperti ini tentunya ke depan, ada biaya-biaya yang akan digunakan untuk perbaikan yang sebetulnya biaya-biaya tersebut dapat dialihkan untuk kepentingan pembangunan jalan di tempat lain atau untuk kepentingan pembangunan sector yang lain. Elias mempertanyakan pengawasan dari DPRD dan Eksekutif yang membiarkan kontraktor pelaksana bekerja dengan kualitas yang asal-asalan.
Bahkan menurutnya, untuk proyek-proyek yang menyedot cukup besar anggaran, harusnya dilakukan Verifikasi yang ketat sehingga bagi kontraktor yang sekalipun sudah memiliki alat atau memenuhi ketentuan Perpres, harus pula dibarengi dengan pengalaman kerja. Ia menilai kontraktor yang mengerjakan proyek ini terkesan dipaksakan oleh pelaksana anggaran dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata. “Kalau sudah tau kontraktornya belum punya pengalaman, kenapa harus dipaksakan, ada apa ini?, tanya Elias.
Selanjutnya Elias juga mempertanyakan biaya ganti rugi yang dijanjikan kepada masyarakat sebab, informasi yang Ia peroleh, tanah masyarakat yang diambil untuk kepentingan pembangunan jalan Hotmix Trans Lembata akan dikenai biaya ganti rugi.
Namun Ia mengungkapkan, informasi yang Ia peroleh dari beberapa masyarakat, sampai hari ini belum ada biaya ganti Rugi. Terhadap proyek ini, Elias meminta DPRD untuk meminta BPK segera melakukan audit terhadap penggunaan anggaran dan audit fisik pembangunan jalan Hotmix Trans Lembata.
Di lain sisi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Paskalis Tapobali diruang kerjanya membantah adanya praktek Mark Up pada proyek ini. Menurutnya, Harga Produk Satuan (HPS) sesuai dengan Perpres. harga Pasar, On Side, Batu Pasir dan retribusi misalnya, sesuai dengan perencanaan. Sementara untuk material non lokal entah itu dari Surabaya atau Makassar, menggunakan harga jual lokal.
Sedangkan terkait dengan kualitas, Tapobali mengatakan, mungkin ada benarnya jika dari sisi kualitas masih rendah. Ini diakibatkan karena kontraktor pelaksana masih baru dalam kaitan dengan spesifikasi pekerjaan. “Kontraktornya masih baru, operatornya juga baru sehingga belum memiliki pengalaman dalam pekerjaan ini”.
Lanjut Tapobali, terkait dengan kualitas pekerjaan ini, pihak pelaksana anggaran dalam hal ini Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) sudah melakukan penelitian di beberapa titik. Bahkan ada yang sudah dibongkar dan ketebalan aspal sudah dilapisi kembali. Dengan demikian proyek tersebut telah diajukan PHO. Sementara terkait dengan volume pekerjaan (Panjang, Lebar jalan), Tapobali mengungkapkan, semuanya sudah masuk sesuai dengan perencanaan termasuk spesifikasinya.
Proyek pembangunan Jalan Trans Lembata yang menelan biaya yang cukup tinggi ini dikerjakan oleh oleh PT. Citra Mandiri Kontruksi. Direktur PT Citra Mandiri Konstruksi, Ben Lelaona ketika dikonfirmasi mengatakan, tidak ada mark up dibalik proyek ini. Semuanya sesuai dengan HPS sehingga tidak benar kalau ada yang mengatakan ada mark up. Semenatara terkait dengan volume pekerjaan, Ben menjelaskan, semua item pekerjaan sesuai dengan document kontak dan sudah diselesaikan. Sedangkan terhadap penutup trotoar jalan juga volemenya sampai disitu sehingga tidak ada lanjutan pekerjaan lagi. Ben juga menepis rumor bahwa ada jatah yang diberikan kepada pihak-pihak tertentu dalam pengerjaan proyek ini.
Suber :
koranpenelusurankasus.com
Penulis : Broin Tolok
Keterangan Foto : Jln. Trans Lembata yang terindikasi Mark UP
Foto by: Broin Tolok, KPK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar