Halaman

Minggu, 19 Agustus 2012

Perjalanan Dinas Bupati Lembata Habiskan Dana 1 M


Pos Kupang - Kamis, 16 Agustus 2012 | 10:12 WITA


POS KUPANG.COM, LEWOLEBA -- Anggota DPRD Lembata dari Fraksi Nurani Pencari Keadilan (NPK), Bediona Philipus, mencermati perjalanan dinas Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, sejak dilantik September 2011 hingga Agustus 2012.

Bediona mengatakan, perjalanan dinas bupati sudah 34 kali. Jika diperkirakan lima hari setiap kali perjalanan dinas, maka jumlah hari perjalanan dinas Bupati Lembata sebanyak 170 hari. Bediona merincikan, perjalanan dinas bupati tahun 2011 delapan kali dan Januari hingga Agustus 2012 sebanyak 26 kali. Total 34 kali bupati melakukan perjalanan dinas.

Ditemui di kediamannya di Lewoleba, Rabu (15/8/2012), Bediona merincikan, pada September 2011 bupati melakukan perjalanan dinas luar daerah (LD) dua kali.  Perjalanan dinas tersebut menghabiskan dana Rp 33.285.400 dan dalam daerah (DD) sebesar Rp 700.000. Pada  Oktober 2011 dua kali perjalanan LD menghabiskan dana Rp 45.564.100, dan perjalanan DD Rp 1.400.000.

Tertinggi bulan November 2011, dua kali perjalanan LD menghabiskan dana Rp 96.132.500 dan perjalanan DD tak terhitung. Pada Desember 2011 dana perjalanan LD  Rp 8.318.000 dan perjalanan DD Rp 5.600.000. Sedangkan Januari hingga awal Agustus 2012, hitungan kasarnya  26 kali perjalanan dinas. Bediona tidak menghitung total biayanya.

Bediona mengakui pada November 2011, bupati paling banyak menghabiskan dana perjalanan dinas sebesar Rp 96 juta. Menurut Bediona, bupati diperkirakan cukup lama berada di luar daerah pada November 2011.

Bediona mengatakan,  perjalanan dinas bupati dan wakil bupati hanya proporsional pada bulan pertama setelah pelantikan. Pada September 2011, wakil bupati dua kali perjalanan LD menghabiskan anggaran Rp 29 juta dan pada November 2011 sebesar Rp 26 juta. Selanjutnya menyusut bahkan tidak pernah sama sekali pada  Desember 2011.

Perjalanan LD bupati, kata Bediona, merupakan konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah. Itu hal wajar. Karena pemerintah daerah harus memelihara hubungan dengan pusat dan propinsi.
 

Tetapi, kata Bediona, frekuensi (banyak) dan intensitas perjalanan LD bupati yang begitu tinggi melahirkan risiko. Di antaranya risiko anggaran, risiko meninggalkan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.

Konsekuensi berikutnya, jelas Bediona, karena bupati dan wakil bupati sama-sama pulang dari "perantauan" belum mengenal secara personal aparatur pemerintahan dan seluk beluk birokrasi serta pemetaan persoalan pembangunan di Lembata.

Banyaknya waktu yang dipakai bupati di luar daerah, kata Bediona, menghilangkan kesempatan bupati mengenal dan mengurus aparatur birokrasi dan masyarakat di Lembata. Menurut dia, fenomena yang terlihat selanjutnya adalah reformasi birokrasi terlambat. Baru terjadi bulan Juli 2012. Reformasi birokrasi cenderung tidak matang.

Selaian itu, lanjut Bediona, menempatkan aparatur tak berkualitas pada satuan kerja perangkat daerah SKPD strategis. Sebaliknya yang berkualitas digeser pada SKPD tidak strategis. Demikian juga orang muda dipromosikan menduduki jabatan tertentu, padahal ada senior yang lebih memahami dan berkualitas. Implikasi lain, demikian Bediona, agenda perencanaan pembangunan daerah tidak terencana. Misalnya, terkait RPJMD, RKPD dan RAPBD. Agenda percepatan pembangunan jalan dan jembatan tidak tampak.

Recovery ekonomi, kata Bediona, masyarakat petani  yang jumlahnya 87 persen, 67 persen di antara mereka tamatan SD dan tidak bersekolah, serta 29 persen di antaranya tergolong miskin.  Bediona mengatakan, tingginya perjalanan dinas tidak berpengaruh terhadap penambahan anggaran di luar DAU dan DAK APBD 2012. (kk)

Editor : alfred_dama
Sumber : Pos Kupang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar